CHAPTER 44

299 48 3
                                    

"Aku menerima segalanya, karena aku yang bodoh telah menyukai pria seperti Anda."

Napas Tin tertahan di tenggorokan. Mengapa peryataan tersebut tiba-tiba membuatnya merasakan sakit, sedang selama ini ia sudah yakin jika menyukai pria itu, bahkan selalu bersikap berlebihan dan overprotective kepada pria itu. Namun, ada apa dengan perasaannya saat ini? Ia tak mungkin membuat perasaan Pavel terluka, terlebih ketika tahu jika saat ini ia dan Shanaye sudah menjalin hubungan, meski dengan motif balas dendam. Dan ia tak mungkin meninggalkan Shanaye saat ini, mengingat rencana yang sudah ia susun rapi.

"Kau tahu, 'kan? Jika aku dan Shanaye berkencan?"

"Ya. Aku tahu," angguk Pavel menahan perih di hatinya.

"Maaf, jika sikapku selama ini sudah membuatmu salah paham, Pavel Moon. Aku berubah pikiran. Jika kemarin aku katakan kau adalah milikku, maka lupakan saja," balas Tin yang semakin melukai hati Pavel, "sudah aku katakan, aku akan membiarkanmu melakukan apa pun yang kau inginkan, dan mengenai perasaanmu padaku. Sebaiknya hilangkan saja semuanya. Aku yakin kau bisa melakukannya dengan mudah, mengingat kau pernah sangat membenciku," sambungnya, menatap mata Pavel dalam dan tajam.

Ia tak masalah jika pria itu membencinya saja, selama mereka tak saling terpisahkan satu sama lain. Sebab di dalam hatinya, balas dendam adalah hal yang terpenting. Dan mempertahankan Shanaye adalah pilihan yang tepat, meski ia harus mengabaikan perasaan Pavel padanya, bahkan meski membuat pria itu terluka sekali pun.

"Aku mencintai Shanaye, apa itu akan merubah perasaanmu padaku?"

Pavel terdiam, membalas tatapan pria itu. Sungguh sangat menyakitkan, sebab tak akan semudah itu. Tin adalah cinta pertamanya, dan ia sudah meyakinkan hatinya jika hanya akan ada pria itu. Namun, sekarang pria itu mendorongnya pergi dan menyuruhnya untuk menyerah.

"Aku mengerti," angguk Pavel sekali lagi. Sebelum bangkit dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan kamarnya sendiri.

Meninggalkan Tin yang masih berdiri di sana, cukup terkejut ketika mendengar suara deru mobil milik Pavel yang meninggalkan pekarangan rumah. Namun, sedikit lega karena ada Akirra yang mengikuti.

"Apa yang sudah terjadi, Tuan muda?" tanya Max yang tiba-tiba muncul, buyarkan lamunannya.

"Tak terjadi apa pun," jawab Tin duduk di pinggiran tempat tidur yang bahkan masih hangat. Pavel benar-benar meninggalkan jejak untuknya.

"Tak mungkin tidak terjadi sesuatu. Aku melihat Tuan Pavel keluar di malam hari dengan wajah yang terlihat sedih."

"Ia hanya butuh udara segar, Max. Kau tak perlu mengkhawatirkannya. Lagi pula ada Akirra besamanya," balas Tin. Menatap beberapa saleb dan perban di tempat tidur. Sungguh satu jawaban yang cukup kejutkan Max.

Yang pria itu tahu, Tin akan lekas bereaksi jika Pavel keluar rumah, terlebih di malam hari, dan pria itu tak akan terlihat santai seperti sekarang ini saat Pavel tak berada di dalam rumah. Ia akan uring-uringan , gelisah, bahkan khawatir yang berlebihan. Namun ada apa sekarang? Apa yang sudah terjadi? Apa pria itu sudah memutuskan untuk berhenti mengkhawatirkan pria itu? Pria yang sudah ia komplain menjadi hak miliknya.

"Tak perlu terkejut. Aku sudah merubah semua peraturanku untuknya."

Alis Max mengernyit, masih tak mengerti. Bahkan sangat tak mengerti dengan jalan pikiran Tin saat ini.

"Maksudnya?"

"Aku akan membiarkan Pavel melakukan apa pun yang ia inginkan."

"A-apa?"

"Aku sudah berkencan dengan Shanaye," balas Tin tak alihkan pandangan dari tumpukkan obat di sampingnya.

"Lalu?"

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang