CHAPTER 34

480 56 25
                                    

GRANDWICH VILLAGE

KEDIAMAN KRITTIN SELSMIRE

Dingin angin malam dan air yang seolah menikam kulit hingga merasakan perih di seluruh tubuh kini tiba-tiba berubah hangat. Tubuh yang bergetar oleh rasa sesak dan sakit berangsur pulih ketika sesuatu yang sangat nyaman melindungi tubuh rapuhnya. Sebuah sayap lebar berwarnah putih, lembut membungkus tubuhnya penuh kehangatan.

"Ibu akan selalu melindungimu," bisik seseorang, sedang kedua mata Pavel masih tertutup rapat. Namun, tersenyum penuh bahagia.

"Ini hangat, aku menyukainya, Ibu. Bisakah Ibu terus memelukku?"

"Tentu saja, Sayang. Ibu akan terus memelukmu hingga pagi."

Pavel membuka mata dengan perlahan, berharap bisa melihat wajah ibunya kali ini. Namun, satu lengan kokoh dengan sebuah bekas luka yang terlihat oleh matanya, lengan kokoh yang kini melingkar erat dipinggangnya, hingga di detik kemudian saat ia bisa meresakan sebuah napas hangat dan teratur di ceruk lehernya.

Ini sungguh nyaman sekaligus membuatnya gelisah dan ketakutan. Sebab ia sudah bisa menebak siapa sosok yang kini tengah memeluknya erat di dalam sebuah kamar yang nampak tak asing baginya. Ia sempat berpikir jika saat ini ia sudah berada di dunia lain, sebab merasa sangat nyaman dan hangat.

Sekarang kau memelukku dengan erat, usai menyakitiku. Apa yang sudah kau lakukan dengan hatiku hingga tak sanggup membencimu.

Pavel kembali memejam dengan kuat, semua rasa sakit hilang sekejap ketika pria itu semakin erat memeluknya. Hingga beberapa menit berlalu, ia kembali merasakan pergerakan dari pria itu, yang dengan perlahan menarik tubuhnya hingga ia bisa mendengar detak jantung pria yang kini berdetak cukup kencang di pendengarannya.

Dan bagai terhipnotis, Pavel ikut membalikkan tubuh, hingga wajahnya kini menempel di dada bidang Tin yang polos tak berbusana, ia juga bisa merasakan ketika pria itu mengusap punggungnya lembut, mengecup dahinya, sebelum beranjak dari tempat tidurnya, usai menyelimuti tubuhnya.

Hingga Pavel berpikir, sebaiknya tak membuka mata dan melihat sosok yang kini tengah menatapnya, di bandingkan mereka yang harus kembali berdebat ketika mulai berbicara satu sama lain, meskipun hanya saling menyapa.

"Tuan muda," sapa Max yang membuat kedua mata Pavel semakin terpejam kuat.

"Ada apa?"

"Nona Shanaye. Dia sedang menunggumu sekarang."

"Shanaye?"

"Ya, kalian akan sarapan bersama," angguk Max.

Pandangannya langsung tertuju ke arah Pavel yang masih tak bergerak di dalam selimut tebalnya, seolah sedang tertidur pulas. Sedang yang terjadi saat ini, napasnya kembali sesak oleh perasaan cemburu ketika mendengar nama 'Shanaye' yang sekarang sudah menunggu Tin untuk sarapan bersama.

"Baiklah," ucap Tin yang ikut memalingkan pandangan ke arah Pavel.

"Tuan Pavel. Apa dia baik-baik saja?" tanya Max.

Ia tak bisa menyembunyikan kekhawatiran, usai mendengar perdebatan di antara mereka semalam, hingga berakhir Tin yang terlihat menggendong tubuh Pavel dalam keadaan basah kuyup dengan sudut bibir berdarah dan leher yang tampak memar menuju ke dalam kamarnya.

"Ya," angguk Tin tak memalingkan pandangan.

"Lalu bagaimana dengan lukamu?"

"Aku masih merasakan perih di sini, tapi aku baik-baik saja."

"Seharusnya kau beristirhat dengan cukup."

"Aku sudah tidur dengan sangat nyenyak malam ini, Max. Aku rasa itu cukup."

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang