CHAPTER 119

154 23 0
                                    

"Naret ...."

Seorang wanita dengan setangkai mawar di tangannya. Wanita dengan sehelai kain tipis berwarna putih menutupi hampir setengah dari wajahnya, tetapi Pavel bisa melihat dengan sangat jelas ketika bibir wanita itu mengeja satu nama yang entah terasa tak asing di telinganya. Ia pun pernah sekali mendengar Tin menyebutkan nama itu ketika ia sedang sekarat akibat bisa ular beracun di Swiss.

"Siapa dia? Naret ... siapa dia?" tanya Pavel mencoba untuk melangkahkan kaki, mendekati sang wanita bergaun putih, tapi lagi-lagi ia merasa kesulitan untuk melangkah, seperti biasa.

"Naret ... kau akan kembali? Ibu merindukanmu."

Jantung Pavel berdegup cukup kencang. Siapa Naret, dan mengapa wanita itu terlihat bersedih, hingga Pavel bisa melihat butiran bening menetes dari wajah sang wanita.

"Naret? Apa itu aku?" tanya Pavel mencoba untuk mendekat.

"Yah, itu kamu, Nak."

"Lalu, siapa Anda?"

"Aku ibumu. Aku merindukanmu, kembalilah dengan segera ...."

"Ibu ... Ibu? IBU ...!"

Pavel tersentak, ketika bahunya di sentuh oleh seseorang.

"Maaf, aku rasa kita sudah sampai di tujuan," ucap pria itu ketika sebuah minibus berhenti di tempat tujuan.

"Ah, yah ... maaf, aku ketiduran." Pavel gantungkan headphone di lehernya, sebelum beranjak dari duduknya. Usai menarik napas panjang dan tenangkan perasaannya selama beberapa menit.

Lagi dan lagi ia mendapatkan mimpi yang selalu sama. Seorang wanita dengan ekspresi yang terlihat bersedih, dan yang membuatnya semakin bingung, sebab wanita itu adalah ibunya. Tetapi mengapa ia tak bisa mengenali wajah itu? Dan Naret, ia jelas mendengar nama itu di dalam mimpinya. Awalnya ia ingin mengabaikannya, tetapi ia merasa jika Tin juga pernah memanggilnya dengan nama yang sama.

"Naret ... siapa dia? Mengapa mereka memanggilku dengan sebutan itu?"

Kepala Pavel seketika pening. Entah apa yang akan terjadi dengannya, merasa akan terjatuh, jika saja tak pegangi kursi minibus.

"Anda tidak apa-apa, Tuan?" tanya pria yang sama, yang juga membangunkannya beberapa menit lalu.

"T-tidak. Aku tidak apa-apa." Pavel memegangi tengkuk lehernya.

"Tapi wajah Anda terlihat sangat pucat. Apa Anda butuh bantuan?" tawar sang pria tampak khawatir.

"Terima kasih, Tuan. Tapi aku baik-baik saja. Sungguh aku hanya sedikit ngantuk."

"Semoga Tuhan melindungimu, Tuan. Berhati-hatilah," balas sang pria memberikan Pavel ruang untuk melangkah turun dari minibus.

"Terima kasih, Tuan."

"Yah, Tuan. Berhati-hatilah."

Pavel berusaha sekuat tenaga berdiri di atas kedua kakinya yang tiba-tiba saja terasa lemas. Ia benar-benar merasakan pusing sekarang. Bersamaan dengan bayangan wanita bergaun putih dengan setangkai mawar merah di tangan yang kembali terlintas di ingatannya. Bahkan bayangan itu hadir meski ia tak tidur. Sungguh aneh, ia merasa jika pernah melihat wanita itu. Tapi di mana?

"Mu?!" Panggil seseorang yang tak lain adalah Juan Enrique, sebab hanya dia satu-satunya orang yang memanggilnya dengan nama demikian.

"Juan? Oh Tuhan, aku merindukanmu."

Pavel menarik napas lega ketika melihat Juan di hadapannya kini hingga langsung memeluknya erat. Sungguh satu pelukan yang tak pernah berubah, masih tetap hangat dan nyaman.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang