CHAPTER 122

155 25 1
                                    

Hingga beberapa menit berlalu. Tin terlihat dengan senjata dan telunjuk yang kini lingkari pelatuk. Ia tak pernah tahu ada berapa banyak jumlah mereka di dalam sana, sebelum pintu lift berbuka.

"Yang benar saja."

Tin bergumam saat tak melihat siapa pun di depan pintu lift, sedang ia sudah sangat siap untuk berperang sekarang. Namun, suasana di dalam ruangan cukup leggang. Dan kemungkinan besar, mereka tak menyadari kehadirannya atau tak menyangka jika Tin akan lolos dari maut dan berhasil menemukan ruang bawah tanah yang mereka jadikan tempat persembuyian.

"Baiklah. Kita akan mulai dari mana?"

Dengan kedua mata yang tetap mengawasi, dan pastinya berhati-hati ketika mulai melangkah masuki ruangan tersebut, yang lebih terlihat seperti penjara, cukup gelap dan pengap. Ada beberapa ruangan yang hanya dengan pintu terali dan rantai yang menggantung, hingga lebih terlihat seperti ruang penyiksaan, juga beberapa ruangan lainnya yang memakai pintu dan tertutup rapat.

"Apa mereka benar-benar tak menjaga tempat ini?"

Tin berhenti di tengah ruangan, sambil mengamati beberapa ruangan yang kemungkinan besar Rolf berada di sana, tetapi yang anehnya ia masih tak menemukan satu pun orang yang berjaga di sana. Apa mereka benar-benar meninggalkan tahanan seorang diri?

BRUAK!

Satu tendangan keras dari Tin membuat pintu di ruangan pertama terbuka. Kembali kesal sebab tak menemukan apa pun di sana, selain jejeran lemari kayu yang di penuhi jenis minuman tradisional di dalam guci. Hingga di kamar berikutnya, tetapi kali ini Tin tak menggunakan kaki, mencoba dengan tangan untuk membuka pintu.

"Terkunci?"

DOR!

Satu peluru merusak kunci pintu tersebut hingga terbuka, dan kali ini Tin benar-benar tercengang ketika melihat tubuh seseorang terbaring di atas lantai dengan kedua tangan dan kaki yang terikat, juga kepala yang tertutupi kantung berbahan kain berwarna hitam, dan pencahayaan yang minim membuat Tin kesulitan untuk mengenali seseorang tersebut.

"Rolf?!"

Tin yang lekas masuk ke dalam ruangan tersebut. Meski tak begitu yakin jika pria sekarat di hadapannya saat ini adalah benar-benar Rolf. Sebelum Tin membuka kantung tersebut, menarik napas dalam dan kuat, ketika melihat wajah tersebut. Rolf yang terlihat babak belur hingga membuat Tin nyaris tak mengenalinya, napas Rolf sangat lambat, hingga membuat Tin mulai panik sekaligus murka. Tahu jika mereka benar-benar sudah menyiksa Rolf, terbukti ketika ia melihat seluruh tubuh dengan penuh luka cambukkan yang nyaris membusuk karena di biarkan begitu saja selama berhari-hari. Ia juga mencium aroma pesing di seluruh tubuh Rolf, dan seperti dugaannya, Rolf sudah di perlakukan seperti binatang.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau tak melawan mereka? Kau bisa melakukannya brengsek!"

Tin mengambil ponsel dari saku jaketnya dan terlihat menghubungi seseorang, hingga di detik kemudian ia terlihat menjauhkan ponsel tersebut dari daun telinganya ketika mendengar suara tembakkan bersahut-sahuttan di sebrang sana.

Apa perang benar-benar terjadi? Tin sedikit khawatir, mengingat hanya ada Max dan beberapa orang dari Forest di lantai atas.

📞 "Max?"

📞 "Kau baik-baik saja?"

Max bertanya tanpa basa-basi.

📞 "Yah, lalu bagaimana keadaan di sana?"

📞 "Seperti yang kau dengar, orang-orang Ernesto menyerang."

📞 "Bagaimana bisa?"

📞 "Aku tak punya waktu untuk berbicara banyak sekarang? Di mana Tuan Rolf?"

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang