CHAPTER 42

350 50 7
                                    

Pavel terlihat keluar dari ruangan latihan setelah menghabiskan hampir dua jam lamanya dengan terus memanah, dan Davide yang terlihat sudah lama menunggunya di luar dengan sebuah paper bag di tangannya dan langsung di berikan oleh Pavel.

"Untuk Anda." 

"Ini apa?"

"Aku rasa Anda membutuhkannya."

Tak mengatakan apa pun, dan tak ingin bertanya lagi tentang siapa yang sudah memberikan  untuknya. Pavel langsung mengambil paper bag tersebut dari tangan Davide.

"Terima kasih," ucapnya singkat.

"Apa Anda akan pulang sekarang?"

"Yah," angguk Pavel.

"Apa Akirra akan menjemput Anda?"

"Tidak," balas Pavel sebelum melangkah meninggalkan Davide.

Berjalan menuju mobil dan meletakkan paper bag pemberian Davide begitu saja di jok samping tanpa memeriksa isi dari paper bag tersebut.

Pukul 22:30 Malam hari.

Mobil Pavel terparkir tepat di depan sebuah klinik 24 jam untuk membeli beberapa obat dan mengobati luka di lengannya, sebab tak mungkin ia kembali dengan pergelangan yang di penuhi luka lebam, selain tak ingin membuat Xena dan Akirra khawatir padanya, ia juga berniat menghindari perdebatan antara dirinya dan Tin, sebab cukup lelah dan tak memiliki tenaga lagi untuk menghadapi masalah yang akhir-akhir ini selalu membuat mereka bersitegang.

Duduk di salah satu deretan kursi pasien dengan kembali melamun. Beruntung, malam ini klinik tak begitu di penuhi oleh pasien, hingga ia tak perlu mengantri cukup lama untuk mendapatkan perawatan dan beberapa obat yang ia butuhkan, dan hanya perlu menunggu beberapa menit saja untuk menunggu giliran.

"Kau sedang sakit?" tanya seseorang yang membuyarkan lamunan Pavel.

Juan?

Dengan cepat Pavel membalikkan badan dengan senyumnya, mengira jika yang bertanya padanya adalah Juan, sebab hanya pria itu yang selalu memiliki pertanyaan yang sama jika mendapatinya sedang murung. Namun, senyum bahagia itu seketika berganti dengan wajah datar yang terselimuti kekecewaan juga kesedihan, sebelum berganti rasa kesal sebab yang berdiri di hadapannya saat ini bukanlah Juan. 

Kedua mata Pavel melebar dengan sempurna, ketika menatap pria yang memang tak asing baginya, meski tak pernah bertemu dengan pria itu setelah pertemuan mereka yang pertama kali. Namun, sedikit pun Pavel tak pernah melupakan wajah pria yang kini tengah duduk di sampingnya dengan tatapan mata tajam. Namun, memikat dengan bekas luka di kening hingga membuat Pavel mengingat dengan jelas siapa pria di sana. 

"Kau?" 

Pavel menatap Rolf yang benampilan cukup urakkan dengan jeans hitam dengan banyak sobekan di lutut juga sneaker hingga tak ada yang akan mengira jika ia adalah seorang ahli waris keluarga Venus.

"Hai, Pavel. Senang rasanya, kau masih mengingat namaku," balas Rolf tersenyum pamerkan deretan giginya yang putih rapih. 

Pria itu memiliki senyum yang menawan, dan ia tak pernah menyangka jika ternyata tak hanya Tin yang memiliki wajah sempurna. Namun, apa yang di lakukan pria ini di sini? Dan meski pria itu sempurna, tapi entah mengapa ia sangat tak menyukai pria itu. Terlebih Tin nyaris membunuhnya karena pria itu. Pavel menghela napas panjang, pikiran dan perasaannya sudah sangat kacau hari ini, baik dari Tin yang terus mengabaikannya, dan sekarang pria asing yang begitu mengganggunya. Kapan ia bisa bernapas lega? Mengapa beberapa orang di sekitarnya begitu menyebalkan?

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku tak sengaja melihatmu di sini, dan aku pikir tak ada salahnya mampir untuk menyapamu," balas Rolf, pemiliki sepasang iris mata abu-abu mengkilap yang menawan, menatap Pavel penuh kekaguman.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang