KEDIAMAN PAVEL MOON
Satu minggu sebelum terjadinya penembakan di gedung CSR.
"Vinzent, katakan. Apa yang sudah kau lakukan pada temanmu? Kenapa ibunya sampai sangat marah seperti itu?" tanya Pavel, berdiri di hadapan sang putra yang masih duduk di kursinya dengan kepala tertunduk. Mulai kehabisan akal menghadapi tingkah bar-bar sang putra.
Bukan tanpa alasan, Vinzenco selalu kembali dari sekolah dengan masalah yang sama, berkelahi. Hingga lagi-lagi Pavel harus kembali ke sekolah sebagai bentuk tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah tersebut, bahkan para orang tua murid lainnya menjadikan Vinzenco sebagai pedoman kenakalan tiada tara dan Pavel menjadi frustasi dibuatnya. Ini baru tahun pertama di sekolah dasar. Bagaimana nanti ketika Vinzenco tumbuh dewasa? Mungkin pria kecil itu akan mengikuti pendahulunya sebagai pria brengsek.
"Apa kau kesekolah hanya untuk merundung teman-temanmu? Akan sampai kapan aku terus kesekolahmu untuk menyelesaikan semua masalah yang kau sudah buat?"
Tak ada sahutan dari Vinzenco, pria kecil itu hanya menggeram, sama persis seperti Tin, sungguh sesuatu yang membuat Pavel semakin kewalahan. Selama ini ia selalu berusaha untuk berbicara lembut pada Vinzenco. Namun, bicara lembut itu malah ditanggapi seperti perintah oleh Vinzenco, ia pun tak pernah berlaku kasar karena memikirkan putranya yang tumbuh tanpa ayah, tetapi mungkin di situlah letak permasalahannya.
"Apa kau akan terus diam seperti itu, Tuan muda?"
Guk ... Guk ....
"Berhenti membelanya Louie, bukankah sudah aku katakan, jaga dia dan jangan biarkan dia memukuli teman-temannya?" geram Pavel pada Louie yang memang turut andil dalam penyerangan itu, sebab baju putra dari nyonya Barbara terdapat sobekan bekas gigitan Louie, meski tak sampai melukai kulit anak itu.
"Jangan memarahi Louie, dia tidak tahu apa-apa, Nyonya."
"Oh tentu saja, kalian sudah bekerja sama."
Guk ... Guk ...."
"Berdiri di sana Louie, dan jalani hukumanmu," perintah Pavel menunjuk ke arah sudut ruangan, bahkan tanpa menggoggong lagi, anjing berbulu lebat itu lekas berlari menuju sudut ruangan sesuai perintah dan berdiri patuh di sana sambil mengamati sang tuan muda yang masih berdiri dengan kepala tertunduk di hadapan papanya.
Pavel kembali menarik napas kuat dan dalam. Vinzenco selalu mengatakan jika ia terpaksa memukuli teman-teman sekolahnya karena mereka memiliki mulut yang lancang. Apa itu masuk akal? Hanya karena mereka mengejeknya saja, Vinzenco malah membalasnya dengan memukuli hingga membuat mereka menangis keras di hadapan orang tua mereka yang juga memiliki otak dangkal dengan langsung memakinya secara membabi buta tanpa mengetahui akar permasalahannya terlebih dulu. Vinzenco memang mewarisi karakter sadis dari pihak ayahnya yang enggan memakai mulut untuk menyelesaikan masalah.
"Baik, jika kau tak ingin menjawabku. Pergilah ke sudut ruangan dan berdiri dengan satu kakimu!"
Masih tak menjawab. Namun, menuruti perintah papanya, lekas berjalan menuju sudut ruangan dan berdiri di sana dengan satu kaki terangkat tepat di samping Louie. Sedang Pavel hanya bisa menarik napas kuat dan dalam sebelum mendudukkan tubuhnya di kursi sambil memegangi jantungnya yang terasa akan meloncat keluar. Padahal ia sudah cukup lelah dengan kesibukannya di klinik, Bahkan belum cukup beberapa menit ia memarkirkan motornya dan menunggu Vinzenco keluar dari kelasnya. Namun, ia sudah mendapatkan teguran dan peringatan keras dari salah satu wali murid yang anaknya baru saja di pukuli oleh Vinzenco.
"Apa kau masih akan diam saja di sana? Lekas katakan padaku, apa alasannya kau memukuli temanmu kali ini, Vinzent?" tanya Pavel sekali lagi.
Vinzenco lagi-lagi hanya terdiam sambil menghembuskan napas kesal, balas menatap Pavel dan menyisahkan gundah gulana di hatinya. Pupil coklat terang Vinzenco yang terlihat berani dan marah seketika berubah menjadi kesepian dan kesedihan di detik berikutnya, hingga membuat Pavel hanya bisa meremas dadanya kuat, sebab merasa jika ia sedang berbicara dengan Tin.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK&WHITE
ActionKrittin Selsmire "Kamu hanya akan bergantung pada keputusan yang aku ambil, setiap bagian dari dirimu adalah milikku. Kamu bisa hidup dan mati hanya atas kehendakku." Pavel Moon "Aku tak ingin menyakiti hatiku dengan terus memikirkanmu. Aku akan ber...