CHAPTER 143

192 21 1
                                    

"Ah, yah ... aku tahu," angguk Pavel, "di mana Earth?"

"Villa."

Satu jawaban yang singkat, tetapi tak lantas membuat Pavel kesal sebab itu adalah kebiasaan Tin. Dan lagi-lagi mereka melewati keheningan hingga beberapa menit.

"Aku akan kembali ke Greenwich," ucap Tin.

"Yah."

"Bagaimana denganmu?"

"Aku, akan tetap di sini," balas Pavel menundukkan kepala.

Tin menarik napas kuat. Sebelum menatap wajah Pavel yang entah mengapa sangat ia rindukan. Padahal ia selalu melihat pria itu di sekitarnya, tetapi mengapa semakin ia melihat Pavel, semakin besar pula kerinduannya kepada pria itu.

"Bisakah aku meminta satu hal padamu?"

Pavel mengalihkan pandangan, menatap Tin.

"Bisakah, kau tak membuatku cemas?"

Pavel lagi-lagi terdiam tak menjawab apa pun. Dan hanya kedua mata yang tampak berkaca, menatap wajah Tin yang di selimuti kesedihan. Sampai kapan pun ia tak pernah menyukai kesepian yang terpancar di kedua mata pria itu.

"Maafkan aku," ucap Pavel dengan suara yang terdengar bergetar, jelas menahan tangis. Hingga di detik kemudian, ketika ia benar-benar sudah tak bisa menahan air matanya lagi.

"Aku mohon, jangan menangis, Moon," pinta Tin mengusap air mata Pavel lembut.

"Maka berbahagialah, Tin."

"Ajari aku bagaimana agar bisa bahagia tanpamu, karena aku sungguh kesulitan untuk melakukannya."

Air mata Pavel semakin luruh. Hingga basahi telapak tangan Tin yang masih menempel di sebelah pipinya yang kini sembab.

"Aku mohon, berhenti menangis," pinta Tin yang justru semakin membuat Pavel menangis. Ia berubah menjadi sangat cengeng di hadapan Tin karena tak bisa menahan air matanya.

Hingga tangis Pavel semakin menjadi ketika Tin memeluk tubuhnya erat, mengusap rambutnya dengan jemari, sebelum menyelusup ketengkuk dan menekannya, hingga berakhir mengecup bibirnya yang di penuhi air mata, dengan dahi mereka yang kini saling menyatu hingga beberapa detik sebelum Tin kembali menempelkan bibirnya dengan air mata yang ikut menitik.

Tin masih tak ingin percaya jika akan kehilangan Pavel pada akhirnya, ia pun sudah siap jika pada akhirnya Pavel akan benar-benar membencinya ketika tahu apa yang sudah ia lakukan padanya. Dan mungkin, ini adalah pelukan dan ciuman terakhir yang ia berikan kepada Pavel, seseorang yang teramat ia cintai.

"Aku mencintaimu, Pavel Moon," ucap Tin sebelum berakhir melumat bibir Pavel yang tak menolak bahkan membalasnya. Hingga sniper yang sejak tadi mengawasi rumah pondok tersebut harus mengalihkan pandangan ke arah lain utuk membiarkan sang Tuan muda beradegan romantis di sana.

Sedang di tempat lain, terlihat Earth yang masih meringkuk di atas tempat tidurnya dengan air mata yang masih menetes. Pertengkarannya denga Tin semalam benar-benar meninggalkan luka yang kini membekas di dalam hatinya. Tin mengakhiri hubungan mereka begitu saja, dengan alasan masih sangat mencintai Pavel dan tak bisa melupakan pria itu. Earth sudah bisa melihat itu, dan menyadarinya sejak awal. Namun, entah mengapa ia masih ingin mencoba, hingga hatinya kini terluka oleh harapannya sendiri.

Hingga suara ketukan pintu terdengar dari luar, meski ia sudah mendengarnya berulang kali, tetapi entah mengapa ia merasa tak memiliki tenaga untuk beranjak.

"Tuan Earth," panggil Akirra yang tak ingin menunggu lagi, dan langsung membuka pintu kamar, berdiri di ambang pintu untuk menunggu Earth, "aku ke sini untuk menyampaikan pesan dari Tuan Krittin," sambungnya ketika Earth tak meresponnya sedikit pun.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang