CHAPTER 101

251 35 1
                                    

Tanpa aba-aba, dan seperti orang kesetanan, Tin langsung mencengkram leher sang pria dan mendorong tubuhnya hingga menabrak tembok, sebelum mengambil senjata yang di selipkan di balik jaket, dan menempelkan pucuk pistol tersebut ke dahI sang pria yang belum sempat memberikan perlawanan.

"Apa yang kau lakukan?!" tanya sang pria mengerang menahan sesak, hendak mengambil senjata di balik punggungnya.

"Lihatlah siapa yang bertanya!"

DOR!

Hingga dalam hitungan detik, kepala pria tersebut Tampak berlubang dengan darah segar yang mengalir, hingga mengotori lengan Tin yang masih mencengkram lehernya.

"Anda membunuhnya tanpa bertanya apa pun?" tanya Max ketika membereskan mayat pria tersebut, menaikannya ke atas brangkar dan mendorongnya keluar lewat pintu darurat sebelum memasukkannya ke dalam bagasi mobil untuk di bawah ke sebuah bangunan tua, yang terletak di Distrik Santarano. Lokasi di mana sering di temukannya banyak mayat yang di buang usai pembantaian.

"Aku tak perlu membuang tenaga untuk menanyakan apa pun. Sebab siapa pun yang menggunakan senjata di tempat ini tak di benarkan," balas Tin.

"Kita tak menemukan apa pun," ucap Max usai memeriksa sesuatu yang mungkin bisa di jadikan petunjuk, Namun, tak ada satu pun. Pria itu tak memiliki identitas. Sama seperti orang-orang yang pernah mereka jumpai sebelumnya, orang-orang yang menyerang tiba-tiba dan sudah mengamati gerak-gerak mereka sejak sama.

"Anda mencurigai semua orang."

"Yah, siapa pun yang tak aku kenal," balas Tin kesal sendiri, sebab lagi-lagi ia tak mendapatkan jejak sedikit pun.

"Aku rasa pria ini berasal dari Dark Alley, hanya orang-orang di sini yang tak memiliki identitas," balas Max membuang mayat tersebut di tepi jurang, "beristirahatlah dengan tenang, semoga Tuhan mengampuni dosamu," sambungnya setelah mayat pria itu tak terlihat lagi.

"Apa yang dia lakukan di rumah sakit? Dengan penyamaran seperti itu?"

"Aku rasa ia salah satu dari gerombolan yang terlibat dalam penyerangan Bellova."

Tin mengamati lorong gelap yang mereka lintasi. Pengap, anyer, tetapi berisik. Bahkan masih banyak kejahatan yang terjadi di depan mata. Namun, mereka tak melakukan apa pun, terlebih ketika seorang gadis muda di seret oleh seorang pria dan beberapa temannya.

"Apa yang terjadi di sana?" tanya Tin ketika suara tangis dan makian gadis itu mencuri perhatiannya.

"Aku rasa gadis itu telah berkhianat," balas Max yang sedikit mengetahui tentang aktifitas di Dark Alley yang begitu bebas melakukan kejahatan apa pun.

"Menarik."

Tin memijat tengkuk lehernya. Ia juga melihat beberapa anak gelandangan yang saling menyerang untuk memperebutkan makanan, bahkan satu di antara mereka terlihat berlari ke arah mereka hendak meminta apa saja yang sekiranya bisa mengganjal perut mereka yang lapar. Namun, mobil Max keburu meninggalkan lorong gelap tersebut dan kembali ke mansion.

"Sebagian wilayah Dark Alley di kuasai oleh Willson yang berasal dari Elvern Families."

"Elvern Families?"

"Yah. Tuan Willson memiliki dua orang putra dan seorang putri, tapi yang salah satu dari putranya tak pernah terlihat."

"Siapa mereka?"

"Yang aku tahu, Willson menetap di Busee, dengan salah satu putranya yang menetap di sini, dan mungkin juga putrinya."

"Apa Rolf ada hubungannya dengan putri Willson?"

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang