SPECIAL CHAPTER 4

932 66 14
                                    

"PAH ...! PAPA ...!"

Suara teriakan Vinzenco penuhi ruangan, hingga mengejutkan Pavel yang baru saja akan keluar kamar usai bersiap hendak menjemputnya di sekolah. Cukup mengejutkan saat mendapati putranya yang tengah berlari ke arahnya dengan wajah panik penuh ketakutan, napasnya ngos-ngosan dengan tubuh yang sedikit gemetar.

"Oh Tuhan, ada apa denganmu?" tanya Pavel lekas menyambut Vinzenco yang langsung memeluknya.

"Pah ... di mana Daddy? Aku tak menemukannya di kamar, apa my Dad sudah pergi? Dia sudah bangun tapi pergi lagi? Apa my Dad meninggalkanku lagi?" tanya Vinzenco dengan kedua mata berkaca.

"Hei, Vinzent ...."

"Padahal aku sudah berjanji tidak akan memukuli temanku lagi, aku sudah tidak nakal lagi, kenapa Daddy tetap pergi? Apa yang sudah Papa lakukan pada my Dad? Papa memarahinya lagi?"

"Oh demi Tuhan, tenanglah ...."

"Moon? Hei, apa yang terjadi dengan putraku?" tanya Tin sedikit berlari, menatap mereka dengan wajah panik saat mendengar suara putranya.

"Daddy?!" 

Vinzenco terpaku di tempatnya, menatap Tin yang kini berdiri di depan pintu kamar, masih belum sempat mengancing baju kemejanya. Dan tak hanya Vinzenco, tetapi juga Akirra yang terlihat menarik napas kuat dan dalam dengan air mata yang menitik begitu saja, saat mendapati sang tuan muda yang sudah siuman.

"Vinzent? Apa yang terjadi denganmu, Nak? Kenapa ...."

"Daddy ...!"

Vinzenco berlari ke arah Tin dan melompat padanya.

"Daddy ... aku merindukanmu." 

Tangis Vinzenco pecah, sungguh satu reaksi yang sama dengan Papanya. Menangis dengan keras saat melihatnya terbangun. Apa tidurnya selama ini telah membuat mereka sangat tersiksa dan bersedih? Tin menatap putranya, seakan tak percaya. Hingga ia harus kembali memeluk putranya dengan erat dan menangis di lehernya.

"Aku pikir akan kehilanganmu, Vinzenco," ucap Tin dalam suara serak, berusaha untuk tidak menangis lagi.

"Itu tidak akan terjadi, Daddy. Aku ingin bersama Daddy dan Papa. Aku rasa Papa pun demikian. Saat Daddy tak bangun selama enam bulan, Papa hampir mati ketakutan dan terus menangismu."

Tin kembali mengeratkan pelukan. Sedang Pavel masih berdiri mengamati mereka dengan kedua mata yang berkaca sambil tersenyum. Sebelum memutuskan ke pantri untuk menyiapkan makan siang dan membiarkan mereka saling melepas rindu. Begitu juga dengan Akirra yang sejak tadi berdiri di sana. Hanya memberikan isyarat kepada Pavel jika ia akan kembali, sebelum meninggalkan tempat tersebut untuk mengurusi keberengkatan mereka ke Verona esok hari.

"Dad."

"Yah, Nak?" Tin masih memeluk putranya yang masih sesegukkan.

"Mengapa Anda tak pernah mengunjungiku dan Papa selama ini?!" tanya Vinzenco yang membuat napas Tin tercekak di tenggorokan. Sepertinya ia harus menyiapkan banyak jawaban atas pertanyaan putranya yang tak terduga. "Apa Dad tahu? Papa terus dikatai seorang simpanan pengusaha kaya."

Tin menarik napas kuat dan dalam, sangat terpukul saat mendengar itu.

"Bukan simpanan." Tin menolak keras. "Mereka hanya tak tahu jika Papa adalah kekasih sungguhan seorang pengusaha," sambungnya.

"Senang mendengarnya. Jadi aku bisa memukuli mereka yang sudah bicara sembarangan tentang Papa."

"Vinzent, bukankah Anda sudah berjanji untuk tidak melakukan kekerasan lagi?" tanya Tin saat melepaskan pelukan, mengusap sisa air mata di wajah putranya sebelum menciumi rambutnya seolah tak bosan melakukannya.

BLACK&WHITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang