Bab 4 - Rasa Haus

95K 8.2K 362
                                    

Ketika rasa penasaran melebihi sikap tak acuhmu, kau tak akan sanggup menyerah. Meskipun kau tak tahu, kejutan apa yang menunggumu di ujung jalan.

—ווח

ALICE tak tahu apa yang harus ia lakukan. Matanya terus tersita pada lelaki berambut pirang yang masih berteriak sambil memberontak brutal. Entah apa yang membuat lelaki tersebut bertingkah seperti itu, tapi mata membunuhnya terus mengarah pada Alice, seolah ingin menerkamnya. Dan hal itu berhasil membuat bulu kuduknya meremang. Tubuhnya bahkan bergetar ketakutan.

Kalau boleh jujur, lelaki berambut pirang itu terlihat seperti orang sakit jiwa yang tak seharusnya berada di tempat tersebut. Dan Alice jadi semakin takut jika lelaki tak dikenal itu mengejarnya sampai ke kelas. Membayangkannya saja mampu membuat tubuhnya membeku.

"Tidak! Kau harus menahannya Zero! Jika Max tahu bagaimana hah?!" Lelaki berambut coklat sedikit pirang di sebelah kirinya mengingatkan.

"BIARKAN SAJA! KITA BERBEDA DENGANNYA! LEPASKAN!"

Alice sedikit terlonjak kaget ketika lelaki berambut pirang itu kembali berteriak.

"Tapi kita bisa dikeluarkan dari tim basket! Kau mau itu terjadi?!!" tanya lelaki di sebelah kanannya. Rambut lelaki itu berwarna coklat pekat. Kata-katanya terdengar tegas namun wajahnya terlihat begitu tenang.

"DASAR MAX JELEK! ARRGGHH!"

"Alice, sebaiknya kita pergi," bisik Ana. Ia segera mengambil tindakan cepat dengan menyeret Alice yang diikuti Helen di belakang.

"Lelaki itu sangat menakutkan," ucap Helen ketika mereka bertiga sudah lumayan jauh dari pinggir lapangan.

"Dan dia aneh sekali. Berteriak tak jelas seperti orang gila," gumam Ana menimpali. Ketiga gadis itu kini sedang berjalan di koridor menuju UKS. Mereka harus segera mengobati luka Alice sebelum masuk ke kelas.

"Tapi apa hidungmu baik-baik saja, Alice?" Helen menoleh, menatap Alice yang masih menutup hidungnya dengan sebelah tangan. Alice mengangguk sebagai jawaban.

"Ingatkan aku untuk menghajar dua makhluk kembar itu!" Ana kembali menghentak-hentakan kakiknya ketika mengingat sikap pengecut Austin dan Dustin.

Benar juga. Kenapa Austin dan Dustin pergi begitu saja? Apa mereka tidak ingin membantuku? Maksudku, mereka kan temanku juga. Wajar jika orang yang tidak terlalu akrab denganku memilih pergi daripada mengulurkan tangannya, tapi kenapa Austin dan Dustin juga seperti itu?
Alice termenung. Tiba-tiba semua pikirannya buyar saat bel tanda istirahat berakhir berbunyi. Langkah ketiga gadis itu pun perlahan terhenti.

"Bagaimana ini? Bel sudah berbunyi." Helen nampak panik.

"Memangnya ada apa?" tanya Alice sedikit tak jelas.

"Sekarang pelajaran Mr. Moshe, guru paling killer di sekolah. Siapapun yang terlambat masuk kelas akan di hukum. Apapun alasannya," jelas Ana.

"Kalau begitu, kalian pergi saja duluan." Helen dan Ana menoleh pada Alice. Mereka kemudian saling berpandangan dan kembali menatap pada gadis berambut coklat itu.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang