Bab 81 - Melupakan

24.5K 2.9K 184
                                    

Tidak apa-apa, kan melupakan rasa sakit ... dan menikmati kebahagiaan? Meskipun itu artinya aku harus melepaskan segalanya, dan bertahan bersamanya.

—ווח

ALICE berjalan menuju hutan. Lebih tepatnya ke tempat dimana Sean berada sekarang. Tempatnya tak terlalu jauh dan Alice cukup hapal jalan menuju ke sana.

Alice sampai beberapa meter dari tempat Sean. Ia terdiam, tak berniat melangkah. Justru jadi termenung melihat Sean yang sedang melempar pisau di tangannya ke pohon yang ada di depan lelaki itu.

Sean terus melakukan itu. Sudah ada 4 pisau yang dilemparnya. Dua hari ini ia memang sering melakukan latihan tersebut. Terkadang Sean juga akan sibuk berlatih bersama Richard atau yang lainnya. Apakah itu agar Sean tetap kuat jika harus menerima cambukan selama tiga bulan?

Alice menghela napas setiap kali mengingat kenyataan itu. Ia berjalan mendekati Sean. Alice tahu Sean menyadari keberadaannya sejak tadi. Tapi lelaki itu tetap fokus. Barulah saat Alice beberapa langkah lagi di depan Sean, lelaki bermata coklat itu menghentikan kegiatannya.

"Terlalu sibuk untuk menoleh padaku?" tanya Alice sedikit menyindir. Namun gadis itu tersenyum geli saat mengatakannya.

"Aku pikir kau hanya ingin melihatku dari jauh." Sean terkekeh sambil berjalan mendekat ke arah pohon yang sejak tadi ia jadikan target untuk menacapkan pisau-pisaunya.

"Aku penasaran, Sean. Tentang penyihir yang kau ceritakan waktu itu." Alice berdiri di sebelah pohon. Memperhatikan Sean yang sedang mengambil pisaunya. "Apa mereka seperti di film-film? Bisa mengubah seseorang menjadi katak contohnya."

Sean melirik Alice sekilas. Sebelum fokus pada pisau perak yang menancap di batang pohon. "Aku tidak tahu seperti apa penyihir itu. Saat generasiku lahir, penyihir yang mengubah vampire Merah menjadi vampire Amber sudah meninggal. Tapi yang aku dengar, penyihir itu bisa mengetahui hati terdalam atau tergelap seseorang. Baik vampire maupun manusia."

Alice hanya bergumam tak jelas mendengar penjelasan Sean. Selama tinggal di sana, dan selama itu juga ia bermimpi tentang seorang gadis bergaun putih. Gadis yang sama. Mimpi yang sama. Dan satu fakta baru yang ia ketahui dari mimpinya, vampire-vampire Merah itu menyebut gadis tersebut seorang penyihir.

"Alice kemarilah."

Alice tersadar dari lamunannya. Ia segera berjalan mendekat ke arah Sean. Lelaki itu kemudian menyodorkan sebuah pisau kecil padanya.

"Kau juga harus punya satu."

Alice menerima pisau tersebut. Sarung pisaunya berwarna perak dengan gagang berwarna hitam. "Apa aku juga harus melempar pisau ini ke pohon sepertimu?"

Sean langsung terkekeh. "Tidak perlu. Kau hanya harus menyayat mereka yang mencoba melukaimu."

Alice mendongak, menatap wajah Sean dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia mengerti maksud kata 'mereka' yang diucapkan Sean. Siapa lagi kalau bukan V01.

"Aku tak ingin mengingat mereka." Alice menatap Sean intens. "Dan aku juga ingin kau hidup bebas di sini. Tanpa ada beban di pundakmu. Bukankah itu yang kau inginkan?"

"Ya. Itu memang keinginanku." Sean balas menatap dalam lensa hijau di depannya. Alisnya sedikit mengkerut serius. "Tapi aku tak bisa melepaskan keinginanku untuk melindungimu. Saat-saat yang tidak kita inginkan mungkin saja terjadi hari ini. Sejak awal, aku memang tak bisa menjamin tempat ini aman tak tersentuh oleh mereka. Karena itulah, aku harus lebih kuat ... untuk bisa melindungimu."

Alice berdehem pelan. Kepalanya menoleh ke arah lain. Lagi-lagi perkataan Sean membuatnya sedih. "Bisakah aku meminta ... agar kau tidak perlu melindungiku?"

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang