Berlarilah seolah kami menghantuimu. Bersembunyilah seolah kami tak mendengar suaramu. Lalu berbaliklah, dan kau akan menemukan seringaian atas keberhasilan kami menemukanmu.
—ווח
ALICE merasakan pipinya memanas. Ia menatap ketiga gadis di depannya dengan malu-malu. Kemudian berdehem pelan. Berharap suhu tubuhnya akan kembali seperti semula. "Jadi begitu. Aku tidak sengaja mengatakan perasaanku padanya. Dan Sean juga ...," Wajah Alice semakin memerah. "mengakui perasaannya," cicitnya pelan. Alice sontak menutup mukanya dengan kedua tangan saat Nichole dan Paris berteriak heboh.
"Kyaaaa so sweet sekali." Paris menjerit keras di atas kasur Melanie. Nichole di samping Alice tak kalah kencang berteriak sambil menggerakan kakinya.
"Lalu, lalu ... bagaimana setelahnya?" tanya Melanie yang duduk di kasurnya —tepat depan Alice.
Alice segera berdehem pelan. Pipinya masih panas saja. Apalagi ketika ia mengingat kejadian dimana Sean meminta Alice untuk tidur di kamarnya. Lelaki itu bilang ingin merawatnya. Akh, membayangkannya saja membuat Alice ingin memekik keras.
"Sean bilang ...," Alice melirik sebentar ke arah teman-temannya yang menunggu dengan antusias, "'Biarkan malam ini aku yang merawatmu.'"
Hening satu detik. Sampai akhirnya terdengar kembali jeritan heboh dari Nichole dan Paris. Bahkan kali ini Melanie pun ikut memekik tertahan. Mereka benar-benar terlihat seperti para fans yang sedang menonton konser idolanya.
"Aaaaa Mom, aku juga ingin punya pacar," teriak Paris sambil menggigit-gigit bantal di pangkuannya.
"Aku jadi merindukan Jackson." Nichole berdiri, tapi kemudian duduk lagi. Terus begitu seperti orang bingung. Sedangkan Alice yang sebenarnya malu, jadi terkekeh sendiri. Dua gadis itu mengingatkannya pada Helen. Ia jadi merindukan teman pencinta lolipopnya itu.
"Aku masih heran, kenapa tidak banyak yang menyukai Sean?" tanya Melanie lagi, membuat Paris dan Nichole berhenti dengan kehebohan mereka.
"Nah benar. Apa Sean begitu menyeramkan bagi manusia?" timpal Paris.
"Aku juga manusia. Tapi menurutku dia tidak seram," sanggah Nichole cepat.
"Entahlah. Mungkin karena Sean sering menatap tajam orang-orang di sekitarnya. Aku juga dulu takut padanya, hanya saja setelah melihat sisi baiknya, rasa takut itu hilang."
"Ah, so sweet sekali," gumam Nichole sambil memandang Alice dengan menopang dagu menggunakan sebelah tangan. Gadis itu sedang bersila di atas kasur.
"Lalu bagaimana bisa vampire lain yang meminum darahmu?" tanya Melanie membuat raut wajah Alice berubah serius. Ia dan Paris memang sudah tahu alasan kenapa Alice dan Sean harus bersembunyi dari V01.
"Ini salahku." Alice menunduk. Namun detik berikutnya ia menggeleng keras-keras. "Tidak. Tindakanku memang sudah benar. Saat itu Zero sedang sekarat. Dan ia membutuhkan darahku. Jadi aku tak punya pilihan lain selain memberikannya."
"Kau terlalu baik, Alice. Padahal bisa saja kau biarkan lelaki bernama Zero itu mati. Lagipula itu tidak ada hubungannya denganmu. Itu salahnya. Sedangkan kau hanya diseret paksa ke dalam masalahnya," ujar Paris terlihat gemas.
Alice hanya bisa tersenyum canggung. Bagaimana aku bisa mengabaikannya, jika alasan Zero melakukan semua itu karena rasa rindu pada kedua orangtuanya.
"Ini semua sudah terjadi. Meskipun begitu, ada beberapa yang aku syukuri." Alice tiba-tiba merasakan pipinya kembali memanas.
"Contohnya?" tanya Nichole sambil menaik-turunkan alis menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]
VampireSeason 1 dan 2 Ada teror di loker Alice ketika ia mengetahui satu fakta tentang Sean Black, teman sebangkunya yang misterius. Kejadian aneh terus terjadi. Sang pengirim bunga mengincarnya, berusaha mengambil darahnya. Kelompok bermata serigala pun...