Bab 9 - Menuju Hutan Howard

73.3K 6.6K 212
                                    

Dia yang mencoba untuk tak peduli, kini tak tahu bagaimana harus bersikap.

***

SEAN memang seharusnya senang jika Alice menyetujui ucapannya dan tidak penasaran lagi akan dirinya. Tapi entah kenapa ia merasa kalau gadis itu menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Sikap Alice sedikit berubah setelah pembicaraan terakhir mereka. Gadis itu lebih banyak diam dan hanya fokus pada bacaan serta catatannya.

Sean sebenarnya ingin bertanya ada apa dengan Alice, terutama maksud perkataan gadis itu yang seperti teka-teki untuknya. Namun sesuatu menahannya. Bibirnya seolah dilumuri oleh lem sampai-sampai sulit sekali untuk Sean membuka suara.

Sean frustrasi. Ia merasa dirinya adalah lelaki paling pengecut sekarang. Membiarkan seorang gadis terlihat murung berjalan di depannya, sungguh bukan sikap seorang pria. Oke, Sean sebenarnya bukan lelaki yang romantis. Tapi setidaknya pertanyaan, 'apa kau baik-baik saja?' seharusnya sudah terlontar sejak tadi.

Sebenarnya apa yang sedang dia pikirkan?Apa tadi aku salah bicara? Apa aku menyinggung perasaannya?

Sepertinya memang lebih baik lelaki itu bergulat dengan pikirannya sendiri. Setidaknya kondisinya saat ini sama seperti Alice, asik dengan pikiran masing-masing.

Tak terasa, mereka sampai di depan gerbang asrama. Alice yang juga menyadari hal itu, segera membalikkan badannya. Gadis itu tersenyum canggung. Terlihat dipaksakan.

"Aku duluan ya, Sean. Sampai jumpa besok pagi."

Kata-katanya bagai sihir yang berhasil membekukan tubuh Sean. Dia bahkan tak mengerti kenapa ia sampai seterkejut itu. Dan Alice yang tak berniat mengatakan hal lain lagi perlahan membalikkan badannya. Berjalan masuk ke halaman asrama putri.

Sean yang tak sempat mengatakan apapun hanya bisa menatap punggung Alice. Gadis itu melangkah seperti biasa, tak terburu-buru ataupun terlihat lesu. Sampai bayang-bayangnya hilang di balik pintu.

***

Alice terdiam di depan laptopnya. Matanya menatap lurus kerangka laporan yang tadi sore dikerjakannya bersama Sean. Gadis itu kini tengah duduk di atas kasur. Jam sudah menunjukkan pukul 8, tapi Alice merasa tak napsu makan. Angel sudah keluar beberapa menit yang lalu, mungkin gadis itu sudah berada di dapur dan sedang menyantap makanan bersama yang lain. Alice tak peduli.

Sejak meninggalkan perpustakaan tadi sore, semangatnya tiba-tiba hilang entah kemana. Alice memang tak pandai berakting. Ia tak bisa menyembunyikan mood buruknya hanya dengan sebuah senyuman.

Alice bukannya merasa kesal atau marah pada Sean. Ia justru membenci dirinya sendiri. Mengingat ia yang selama ini tak pernah peduli pada hidup orang lain, kini kembali sadar betapa menyedihkannya dirinya. Alice bahkan ingat, beberapa temannya dulu tak pernah bisa berbagi kesedihan dengannya. Bukan karena mereka tidak mau, tapi karena Alice menolak untuk menerima segala keluh kesah tersebut. Ia selalu menghindar dan menghindar.

Jadi ketika Alice mendadak penasaran pada hidup Sean, ia merasa dirinya begitu memalukan. Seharusnya Alice tak penasaran, seharusnya ia ingat bagaimana resikonya. Seharusnya Alice ingat bahwa ia tak pantas memasuki hidup seseorang. Tapi untuk beberapa saat, ia lupa. Hingga kenyataan menamparnya dengan keras. Sungguh menyakitkan.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang