Bab 93 - Peraturan Pemberian Hak

28K 3.8K 411
                                    

Kau yang pertama, satu-satunya untukku. Bahkan jauh sebelum kita bertemu.

—ווח

HANYA ada kegelapan, dalam warna hitam yang tak berujung. Sean menatap lurus ke depan dengan napas memburu. Lantai dingin ruangan dalam mimpinya seperti perekat yang tak memberi Sean kesempatan untuk bangun.

"Alice." Satu nama terucapkan. Berharap gadis yang ia panggil akan mendengar. Namun percuma, ia berucap dalam mimpinya. Terjebak di sana sendirian.

"Apa kau akan terus seperti ini."

Sebuah suara menyaut membuat Sean sontak menoleh ke arah kanannya. Ia melihat dirinya yang lain terbaring di sana, membalas tatapannya dengan senyum miring.

"Kau vampire pertamanya." Dirinya yang lain bangkit duduk. "Apa hanya segini kemampuanmu?"

Ini hanya mimpi. Sean tahu cerminan dirinya itu sedang mengejeknya. Ia cukup kesal, namun semuanya benar. Dirinya terlalu lemah untuk bangun. "Kau pikir aku seperti ini karena aku ingin?" Sean kembali menatap lurus ke depan. Seolah sedang menelisik, apakah ada langit ruangan yang tersembunyi di antara warna hitam.

"Itu karena kau lemah."

Sean menoleh, sedikit tak terima meskipun itu kenyataannya.

"Apa yang kau ragukan? Cepat bangun dan jelaskan pada mereka."  Dirinya yang lain nampak bersemangat untuk mendorongnya bangkit. "Sebelum semuanya terlambat."

Sean terdiam. Dirinya tidak ragu. Tidak sama sekali! Haruskah ia mencobanya sekali lagi? Seperti perjuangannya untuk bersama Alice, Sean seharusnya tidak berhenti sampai di sini.

Seperti ada yang mendorongnya dari bawah lantai, Sean mengeluarkan semua tenanganya untuk bangkit. Giginya mengatup keras dengan urat leher yang terlihat menonjol.

Bangun tubuh lemah! Aku harus menyelamatkan Alice. Bangun!

Jari tangan Sean bergerak. Darah masih terus berjalan masuk lewat infus yang terpasang di tangan kirinya. Perlahan mata Sean bergerak. Lalu terbuka, menampilkan lensa coklatnya yang jernih.

Untuk beberapa saat Sean terdiam, seolah sedang beradaptasi dengan sekelilingnya. Lalu ketika sebuah ingatan tentang gadis tercintanya masuk, Sean mulai tersadar. Ia segera menggerakan tubuhnya —yang sedang berbaring dengan posisi miring—mencoba bangkit.

Luka-luka di punggung Sean belum pulih total, bahkan masih terasa berdenyut. Namun ini bukan kali pertama ia merasakan sensasi tersebut. Pikirannya yang terus melayang pada Alice membuat Sean memaksakan tubuh kurusnya.

Lelaki itu segera melepaskan infus dengan sekali tarikan. Lalu kaki telanjangnya mulai bergerak kaku setelah menyentuh lantai. Kemeja putih yang melekat di tubuhnya nampak sedikit kebesaran. Sesekali tangan Sean menyentuh dinding lorong berjaga-jaga jika tubuhnya kehilangan keseimbangan.

Sean terus berjalan, mencoba mempercepat langkahnya yang tertatih-tatih. Ia melewati lorong demi lorong dengan harapan dirinya tidak terlambat. Hingga ketika sampai pada ruangan di halaman belakang, jantungnya tiba-tiba berdetak dengan cepat. Ada rasa takut dan khawatir yang terus mencekiknya setiap detik. Tapi Sean terus bergumam dalam hatinya, Alice, tunggu aku. Jangan minum racun itu.  Jangan.

Hingga ketika dirinya sampai di ruang hukuman, Sean terpaku menatap Alice yang sedang meneguk racun berwarna merah muda itu.

"Alice!"

Glek!

Racun Oleander sudah terlanjur masuk ke tenggorokan Alice. Gadis itu menghentikan kegiatannya dan menoleh mendengar suara yang tak asing. Senyum seketika tertarik lebar di bibir pinknya. "Sean!"

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang