Bab 76 - Kisah Richard

26.9K 3.1K 119
                                    

Jangan menyerah. Kau hanya perlu berjuang, mengenggam tangannya seolah kau sedang menggenggam dunia. Dan keadaan mungkin akan berubah memihakmu.

וו×

ALICE berdiri di depan jendela. Matanya sibuk menatap ke arah kebun labu dan jagung. Sesekali melirik ke arah kiri. Mencoba untuk melihat lapangan luas yang sempat dilewati Sean. Meskipun pada akhirnya Alice tak mememukan apapun. Jendela di depannya kecil. Dan ia harus membuka jendela itu untuk menengok lebih jauh lagi. Hghh

Entah kenapa, sekarang Alice sangat merindukan Sean. Tidak, sebenarnya setiap hari memang seperti ini. Kadang pipi Alice akan memanas jika mengakuinya. Apalagi sekarang rasa rindu itu menyatu dengan rasa penasaran, juga khawatir. Apakah Sean baik-baik saja? Sebenarnya lelaki itu menjalankan misi seperti apa? Kenapa Sean belum juga kembali?

Alice menghela napasnya dan kembali memutar tubuh ke arah kasur. Tangannya bergerak melipat baju yang sejak tadi sedang dikerjakannya. Namun kepalanya lagi-lagi menoleh ke arah jendela di samping ranjang.

"Menunggu pacarmu?" tanya Melanie yang melangkah menuju tempat tidurnya.

Alice tersenyum kecil. "Namanya Sean Black."

Melanie memutar mata malas. "Baiklah, Sean Black," ucapnya menyerah. "Tapi kau belum menceritakan tentang kekasihmu itu. Kami menunggu janjimu nanti malam."

Kali ini Alice yang terlihat pasrah. "Baiklah. Aku tak bisa menolak permintaan kalian. Nanti malam. Sesuai janji." Alice berdehem pelan. Pikirannya tiba-tiba melayang pada pertemuan pertamanya dengan Sean. Bagaimana mereka menjadi dekat? Bagaimana mereka saling mengungkapkan perasaan? Dan bagaimana mereka akhirnya sampai bersembunyi di desa terlarang?

Alice tiba-tiba menjadi gugup. Aku harus memulai dari mana? batinnya mendadak bingung.

"Kau merindukan Sean?"

Alice mendongak, menatap Melanie yang sedang menatapnya dengan tatapan lembut. Sebenarnya gadis itu tak perlu mendengar jawaban Alice, karena Melanie sendiri tahu apa jawabannya.

"Ya ...," Alice nampak malu-malu. Matanya menatap ke bawah, mendadak sibuk mengamati tumpukan bajunya, "aku selalu merindukannya," cicit Alice kemudian.

Jika Alice mengatakannya di depan Paris atau Nichole, pasti kedua gadis itu akan menjerit heboh. Bahkan mungkin bisa membuat lantai kayu di bawah mereka berlubang. Tapi Melanie tak sehisteris itu. Selain karena ia masih tahu tempat, Melanie lebih memilih terkekeh melihat wajah malu Alice.

"Oke, cukup. Hentikan segala atmosfer romantis ini!" ejek Melanie sambil mengibas-ngibaskan tangannya, seolah ada bunga-bunga bertebaran yang sedang memenuhi tempat tersebut. Alice yang melihatnya hanya bisa terkekeh.

"Tapi Nichole tak mungkin membiarkanmu bertemu Sean. Oh, bukan hanya Nichole tapi juga yang lainnya. Mereka akan dengan sengaja memisahkanmu dengan Sean."

Alice mengernyit ketika deretan kata itu terasa tak asing di telinganya. Nichole juga mengatakan hal itu sebelum mengantar Alice ke tempat tinggalnya. "Nichole juga mengatakan seperti itu. Jadi sebenarnya apa maksud kalian?"

"Dia akan membuatmu sibuk," Melanie menatap Alice dengan pandangan yang sulit diartikan, "sampai kau tak bisa bertemu dengan Sean," ucapnya lagi.

Alice mengangkat kedua alisnya, nampak mengerti sekaligus terkejut. "Apa Sean tahu?"

Melanie menggeleng pelan. "Sepertinya tidak. Ini rencana para gadis. Dan sudah berlangsung sangat lama. Mungkin seperti tradisi lagi?"

Alice refleks menatap ke arah jendela. Tatapan sendu dan khawatirnya tergambar jelas di wajah cantik itu. Sean? Kau bisa mendengarku? Mereka tak akan membiarkan kita bertemu! Alice menghela napas pasrah. Ah, sudahlah. Mana mungkin Sean mendengarnya.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang