Bab 80 - Senjata Api

26.8K 3.1K 274
                                    

Jika ada cara lain untuk membuatmu baik-baik saja, aku akan melakukannya.

—ווח

ALICE mendongak menatap sebuah rumah pohon di depannya. Beberapa saat yang lalu gadis itu baru saja turun dari punggung Sean. Matanya seketika menatap kagum rumah pohon kecil yang berada di puncak dahan. Tangga kayu terlihat menempel di batang pohon, meliuk mengikuti batang kokok itu.

"Ini hebat sekali." Alice menoleh menatap Sean yang sedang tersenyum padanya.

"Ayo naik." Sean melangkah duluan. "Sebenarnya rumah pohon ini sudah lama tidak dikunjungi. Dan Jackson memberitahuku tempatnya." Sean naik duluan. Sekaligus memeriksa apakah tempatnya aman.

Alice menyusul di belakang. Langkahnya terlihat hati-hati. Kedua tangannya berada di tangga, posisinya seperti sedang memanjat tebing. Sean yang sudah sampai di atas segera membantu Alice.

"Jadi ini tempatnya?" Alice menengok ke dalam rumah.

"Biar aku periksa dulu." Sean membuka pintu kayu di depannya. Beruntung sekali karena ruangannya tidak terlalu berdebu. "Ayo masuk."

Lelaki itu melangkah disusul Alice. Di tengah ruangan, ada sebuah sofa serta karpet tebal. Dua bantal kecil juga ada di sana. Jendelanya memiliki gorden berwarna merah marun. Lantai kayunya nampak kokoh. Atapnya tak berlubang. Masih bagus untuk mereka tempati.

Alice segera saja berbaring di karpet tebal berwarna orange itu. Berguling-guling senang seolah ia sedang melepas lelah karena berjalan beratus-ratus meter. Padahal sebenarnya Sean yang menggendong Alice. "Ini nyaman sekali."

Sean mendekat. Lelaki itu terkekeh sambil duduk di samping Alice.

"Bagaimana kalau kita buat rumah pohon seperti ini ketika kita kembali?" tanya Alice antusias. Namun setelahnya hening. Baik Sean maupun Alice, keduanya terdiam.

"Ah tidak. Kita di sini saja. Aku tak ingin kembali." Alice kembali membaringkan tubuhnya. Menatap langit rumah pohon yang nampak gelap karena terlihat susunan atapnya dari kayu.

"Kau yakin tak ingin menikah dengan Zero?" Sean bertanya dengan tatapan dingin. Lelaki itu kembali memasang wajah datar.

"Ya! Aku sangat yakin!" Alice balas dengan tatapan tajam.

"Kau ... yakin tak ingin kembali?" Sean kembali melontarkan pertanyaan. Meskipun sebenarnya ia tahu apa jawaban Alice.

Gadis bermata hijau itu lagi-lagi melirik kesal. "Aku tak ingin kembali!"

"Baiklah kalau begitu." Sean mengedikkan bahu lalu ikut berbaring di samping Alice. "Kita tinggal di sini saja." Sean menatap arah langit rumah, seperti yang dilakukan Alice. Dan mereka bisa melihat warna suram yang menggambarkan kekosongan.

"Kau tahu, Alice? Menikah dengan seorang vampire tak akan membuatmu bahagia."

Alice menoleh, terlihat tak setuju. Tapi gadis itu mengurungkan niatnya untuk protes. Ia kembali menatap ke depan. "Memang kenapa?"

"Dunia kami ... sangatlah keras. Kami dididik untuk membunuh. Menggunakan senjata dan berkelahi. Orang-orang akan mengucilkanmu ketika kau berbeda, atau ... saat mereka tak setuju dengan kehadiranmu. Akan banyak yang mencoba mencelakaimu."

"Tapi aku yakin aku akan bahagia jika menikah denganmu, Sean. Tak peduli kau vampire atau bukan." Alice menoleh, membuat Sean ikut menatap gadis itu.

Cukup lama Sean terdiam sambil menelisik mata Alice. Lelaki itu seolah sedang memikirkan banyak hal. Tidak hanya perkataan Alice, tapi hal lain yang begitu rumit.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang