Bab 3 - Darah yang Menetes

112K 9.2K 920
                                    

Waktu tak akan bisa bergerak mundur. Ada kalanya kita menyesali apa yang terjadi hari ini. Tapi tanpa kita sadari, hal indah sedang menanti bagai pelangi setelah hujan.

—ווח

ALICE tak tahu ia harus menyebut dirinya beruntung atau tidak. Di satu sisi ia bisa bernapas lega karena bukan harimau yang ditemuinya. Tapi disisi lain ia merasa tak beruntung karena bertemu lelaki dengan masker, topi, tas dan pakaian serba hitam, persis seperti tokoh di film thriller action yang biasa ditontonnya meskipun Rose sudah melarangnya berulang kali.

Jangan lupakan satu hal, lelaki di hadapannya itu belum mengeluarkan suara, bahkan untuk satu kata saja. Hal itu membuat jantung Alice berdetak panik.

Kenapa dia diam terus? Kenapa dia terus menatapku? Apa sebentar lagi dia akan bergerak maju? Lalu menodongkan pisaunya? batin Alice. Ia sudah tak sanggup lagi untuk mengajukan salah satu pertanyaan yang ada dalam benaknya. Semua keberanian Alice sudah ia pakai untuk mengajukan beberapa pertanyaan pada lelaki itu.

"Pendatang baru?" Lelaki itu akhirnya bersuara. Membuat Alice sedikit terkesiap. Dan dari nada bicaranya, lelaki tersebut nampak malas berurusan dengan Alice. Tapi hal itu tak sedikit pun menurunkan kepanikan dalam diri Alice.

Alice meneguk ludahnya dengan susah payah. Ia mengernyit bingung. "Hah?"

Lelaki itu mengangkat sebelah alisnya, membuat Alice panik.

"Y-ya! Pendatang baru," jawab Alice dengan cepat. Ia sedikit aneh mendengar sebutan itu untuk seorang murid baru.

"Kau dari kelompok Amber?"

Lelaki itu kembali bertanya. Lagi-lagi membuat Alice mengernyit bingung.  Kelompok Amber? Kelompok apa itu?

"Apa maksudmu?"

Lelaki itu terdiam. Terlihat seperti sedang berpikir. Alice masih menunggu dengan raut bingung diwajahnya.

"Jadi kau hanya murid baru biasa?" Lelaki itu balik bertanya. Membuat Alice merasa aneh dengan pertanyaannya.

"Tentu saja. Memangnya di Sekolah Asrama Foster ada predikat murid baru luar biasa?" Alice memutar matanya malas. Ia bahkan melupakan kenyataan bahwa lelaki itu bisa saja mengancam nyawanya.

"Sedang apa di sini?!" Nada suara dingin yang begitu menusuk berhasil membuat Alice bungkam. Ia berdiri tegak dengan wajah tegang.

"A-aku tersesat," jawabnya.

"Tersesat?" Alis lelaki itu mengkerut.

"Ta-tadinya aku mau ke aula sekolah, tapi aku tak tahu tempatnya. Akhirnya aku mengikuti dua orang gadis. Namun entah kenapa mereka malah pergi ke hutan. Dan bodohnya aku mengikuti mereka sampai tersesat." Alice sedikit mendengus sebal pada kalimat terakhirnya.

"Aku hanya akan menunjukan jalan keluar dari hutan ini."

Alice sedikit mengernyit. Perkataan lelaki bermasker itu terdengar seperti Alice yang memohon dua hal padanya. Padahal Alice tak meminta apapun. Tapi ini bukan situasi dimana ia harus mengeluarkan protesan ataupun penolakan.

Alice mengangguk, sebenarnya sedikit tak rela. Tapi mau bagaimana lagi?

Beberapa detik berlalu, namun tak ada pergerakan dari lelaki tersebut. Dan Alice masih menunggu lelaki di depannya yang lagi-lagi terdiam sambil memandang tepat ke arah wajahnya.

Kenapa dia hanya diam. Aku sudah setuju dengan ucapannya. Meskipun itu jadi terdengar seperti aku sudah merengek padanya, batin Alice kesal. Namun melihat lelaki tersebut masih memandangnya membuat Alice mendadak merasa gugup. Ia segera membuang muka ke arah lain.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang