Bab 33 - Karena Darah

36.5K 4.4K 512
                                    

Jika ia terlambat, maka satu orang yang berharga dalam hidupnya akan hilang.

***

KETERKEJUTAN masih menguasainya. Beberapa detik yang lalu David menemukan kertas berisi pesan yang tak jauh berbeda dengan pesan di ruang musik. Dan yang lebih mengejutkan lagi, pesan tersebut berada diantara buku Alice.

David menatap kertas-kertas itu dengan alis bertaut. "Darimana Alice mendapatkan semua kertas ini? Apa pesan di papan tulis itu ... untuk Alice?" Ia terdiam.

"Apa selama ini pembunuh itu menerornya?" Pertanyaan itu muncul. Menarik David untuk lebih dalam mencari tahu apa yang dialami Alice selama ini.

Kemungkinan pembunuh tersebut mengincar darah Alice terlalu jelas terpampang di depannya. Tak salah lagi. Pembunuh itu mengincar darah Alice. Dan Sean berusaha melindungi gadis itu, batin David.

"Maggie! Dia pasti tahu ciri-ciri pembunuh itu." David dengan terburu-buru meninggalkan perpustakaan. Hanya Maggie yang bisa membantunya sekarang. Dan ia harap gadis itu mau bekerja sama.

David segera berlari menuju Asrama Putri. Tak sulit untuknya masuk ke gedung tersebut. Selain karena keluarganya bersahabat dengan Mr. Liberth, David pun sudah punya kunci kamar bernomor 1849. Tempat dimana arwah Maggie berada.

Tak memakan waktu lama, David sampai di depan pintu kamar Alice. Ia membuka pintu tersebut dengan sedikit terburu, bahkan David hampir membantingnya.

"Maggie! Keluarlah!"

David menatap cemas ruangan yang sepi itu. Tak lama setelahnya, Maggie mulai menampakkan diri. Di tengah kamar yang gelap, gadis itu berdiri dengan pakaian yang sama.

"Kenapa kau datang lagi? Apa jawabanku waktu itu belum cukup?" tanya Maggie terdengar tak suka dengan kehadiran David.

"Bantu aku sekali lagi," ucap David cepat. Ia menatap Maggie penuh harap.

"Bantu apa? Menangkap Sean Black? Kau tahu kan aku tidak bisa!" Maggie menggeram marah.

David terdiam. Ia bingung bagaimana harus menjelaskannya pada Maggie. Gadis itu sudah ditipu oleh pembunuh tersebut. "Sepertinya pembunuh itu sengaja membohongimu. Sean Black yang aku kenal adalah Vampire Merah yang baik. Ia bahkan menolong seorang vampire lemah sepertiku."

"Membohongiku? Maksudmu apa? Jelas-jelas pembunuh itu Sean Black!"

David menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. Ia bingung. "Tidak, bukan Sean. Tapi seseorang yang lain."

Maggie mulai geram. Ia kemudian berteriak, "Apa kau tak percaya padaku?! Apa kau pikir aku membohongimu?! Pembunuh itu jelas-jelas Sean Black—"

"Apa kau percaya pada pembunuh itu?" David menaikkan satu oktaf suaranya. Berusaha meredam teriakan Maggie. Sedangkan di sisi lain, Maggie mendadak terdiam.

"Apa kau percaya dengan perkataan orang yang sudah membunuhmu?" tanya David lagi. Ia memperhatikan Maggie meskipun David tak bisa melihat jelas wajah gadis itu.

Maggie terdiam. David benar. Seharusnya ia tidak percaya pada pembunuh itu.

"Sekarang katakan padaku, seperti apa ciri-ciri pembunuh itu? Kau pasti mengingat sesuatu." David menunggu. Ia masih menunggu Maggie yang sepertinya sedang berpikir.

"Pembunuh itu ... berambut pirang. Lensa matanya berwarna merah. Ia selalu menyeringai lebar, begitu menyeramkan. Wajahnya terlihat senang ketika melihatku ketakutan. Dia, mempermainkanku." Suara Maggie meninggi di akhir kalimat.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang