Senyuman yang gadis itu tunjukkan, membawa firasat buruk untuknya.
—ווח
KANTIN hari ini ramai seperti hari-hari sebelumnya. Sean yang notabenenya tak suka suara berisik, terpaksa harus menahan gendang telinganya agar tidak pecah. Suara-suara di sekitarnya —bagi Sean, terdengar sangat jelas. Dan ia mungkin terlalu nekat karena tak membawa headseat yang biasanya selalu membantu dalam keadaan seperti ini.
Tapi Sean tak berpikir untuk kembali ke kelas. Ia justru memilih duduk di salah satu bangku paling pojok yang ada di kantin. Setidaknya ia akan sedikit terhindar dari kebisingan jika duduk di sana. Dan kini —tanpa sepiring makanan pun, Sean terdiam sambil menatap orang-orang dengan alis mengkerut.
Tadinya Sean ingin menemani Alice, namun saat melihat gadis itu sedang tertawa bersama teman-temannya, Sean jadi tidak tega jika menghancurkan kebahagiaan mereka dengan kehadirannya. Pastinya akan sangat canggung jika Sean ada di sana. Ia sadar dan ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke kantin. Mungkin Sean sudah gila karena pergi ke tempat berisik seperti itu, tapi dulu Alice pernah menyuruhnya untuk sesekali ke sana. Dan entah kenapa, Sean merasa hari ini adalah hari yang tepat.
Ia menunduk, diam-diam Sean berusaha mendengar perkataan orang lain tentang dirinya. Cukup sulit karena terlalu banyak yang didengar, tapi ia berusaha fokus pada orang-orang yang sedang membicarakannya. Dan rata-rata dari mereka terheran kenapa ada seorang Sean Black di kantin. Mungkin ketidakhadirannya di tempat tersebut terlalu kentara terlihat hingga hanya itu yang mereka bicarakan.
Karena terlalu sibuk mendenger perkataan orang-orang jadi tak sadar jika kini V02 berjalan menuju ke arahnya. Ia sedikit terkejut ketika mereka tiba-tiba duduk di kursi depannya. Keadaan kantin yang ramai membuat Sean tak bisa mendengar langkah kaki mereka. Suara-suara menyatu membuat ia pusing.
Sean menatap keempat lelaki itu dengan sebelah alis terangkat. Tangannya sejak tadi ia lipat di depan dada.
"Baiklah. Kami ke sini ingin meminta maaf karena telah menuduhmu waktu itu," ucap Liam to the point.
Sean masih diam. Ia tidak terlihat berpikir, juga tidak berniat untuk menjawab.
Keempatnya masih menunggu perkataan Sean. "Jadi bagaimana? Kau memaafkan kami?" tanya Austin tak sabaran.
"Kalian tidak salah meminta maaf pada vampire Merah sepertiku? Musuh kalian?" Salah satu sudut bibir Sean terangkat, menampilkan senyum miring.
"Sebenarnya kami juga tidak ingin meminta maaf padamu. Tapi ini juga salah kami yang sudah menuduhmu sembarangan." Max nampak tak ikhlas. Ia juga tak pernah berpikir akan meminta maaf kepada Sean. Dan ia semakin kesal saja ketika melihat Sean nampak berpikir. Seolah memaafkan mereka adalah sesuatu yang sulit dilakukan.
"Cepatlah! Kau lama sekali!" Max mulai berteriak. Membuat Liam yang ada di sebelahnya segera menjitak kepala lelaki itu.
"Kau ingin minta maaf atau mengajaknya bertengkar, hah?!" Liam ikut jengkel. Sedangkan Max hanya mendengus sebal.
Sean tersenyum miring, nampak senang melihat raut kesal Max. "Baiklah. Aku memaafkan kalian," ucap Sean akhirnya.
"Aku tak percaya kita meminta maaf pada vampire Merah! Terlebih dia anggota V01." Austin memegang kepalanya dengan siku yang bertumpu di meja.
"Mantan anggota V01." Dustin mengoreksi.
Sean tak mempedulikan ucapan dua saudara kembar itu. Ia kembali sibuk menatap sekitar. Terlihat orang-orang yang nampak terkejut dan berbisik-bisik melihat V02 duduk dengan Sean. Bahkan V02 sampai menghampiri Sean dan meninggalkan meja mereka yang kini kosong tak terisi. Lagi-lagi Sean tak peduli dengan apa yang orang-orang itu bicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]
VampirgeschichtenSeason 1 dan 2 Ada teror di loker Alice ketika ia mengetahui satu fakta tentang Sean Black, teman sebangkunya yang misterius. Kejadian aneh terus terjadi. Sang pengirim bunga mengincarnya, berusaha mengambil darahnya. Kelompok bermata serigala pun...