Bab 82 - Tertangkap

25.2K 2.9K 231
                                    

Jika hari itu tiba? Apa yang akan kau putuskan? Perpisahan, atau perjuangan?

—ווח

HAMPARAN rumput berwarna hijau itu nampak memanjakan mata. Begitu luas dan mampu menarik siapapun untuk berlari menjelajahinya. Di salah satu sisi hamparan luas itu, terdapat hutan lebat yang pohonnya tinggi-tinggi dan berbatang kecil. Jalannya berliku namun dihiasi bunga-bunga di beberapa tempat. Cahaya matahari yang masuk ke dalam celah hutan, menambah indah tempat tersebut.

Terlihat dua orang sedang duduk di bawah sebuah pohon sambil menatap hamparan rumput di depan mereka. Seulas senyum lebar muncul. Gadis bermata hijau itu menatap ke atas, melihat daun-daun pohon yang terlihat menyegarkan. Udara terasa begitu sejuk hingga mampu membuatnya menutup mata.

"Apa kau yakin tak ingin kembali?"

Alice menoleh ke samping kanannya. Dimana di sana duduk seorang lelaki berambut coklat. Lelaki yang sangat dicintainya.

Sean nampak tak menoleh sedikit pun. Cahaya matahari yang bersinar terik membuat Alice harus menyipitkan matanya untuk melihat wajah Sean.

"Aku tak ingin kembali. Aku ingin tetap di sini. Di sini aku bahagia. Bersamamu," ucap Alice lembut.

Sean menoleh. Bibirnya bergerak. Ia berbicara, "Lalu bagaimana dengan Ibumu? Apa kau tak merindukannya? Apa kau benar-benar tak ingin pulang?"

Alice terdiam. Pandangannya berubah kosong. "Mom?" Gadis itu seolah lupa bahwa ia masih memiliki seorang ibu, yang mungkin saja menghubunginya karena khawatir.

"Kita sudah di sini selama satu minggu lebih. Aku mengkhawatirkan keluargamu." Sean menatap dalam wajah Alice. Gadis di sampingnya masih tak fokus. Menunduk menatap rumput-rumput di depan mereka.

"Tapi ...," Alice menoleh menatap Sean dengan mata sendu. "ketika kita pergi dari tempat ini, itu sama saja aku harus melepaskanmu."

"Tapi sampai kapan kita di sini? Bagaimana dengan keluargamu? Kita tidak mungkin terus bersembunyi." Sean menatap sedih gadis yang terlihat cemas itu.

Sean mencoba untuk tersenyum. "Mungkin ... kita memang tak bisa bersama." Sean melihat mata Alice mulai berkaca-kaca. "Kita memang bodoh. Mengharapkan cara lain yang jelas-jelas tak pernah ada. Berharap setinggi mungkin seolah kita tak akan pernah sakit ketika jatuh. Padahal kenyataannya, aku kembali melukaimu. Dan aku juga melukai diriku sendiri."

Alice memalingkan wajahnya. Alis gadis itu mengkerut tajam. "Aku tak ingin kembali. Aku ingin di sini."

Sean terdiam. Tak tahu harus membalas apa. Lelaki itu juga ingin tetap di sana. Terus bersama Alice dan jauh dari V01. Tapi sebagian hatinya juga mengatakan bahwa mereka tidak boleh terus menghindar. Bahwa apa yang mereka lakukan salah. Apalagi Sean juga mengkhawatirkan kehidupan Alice sebagai manusia. Gadis itu seharusnya pergi sekolah. Bertemu teman-temannya. Pulang ke rumah, bertemu Ibunya.

Lalu sekarang ... apa yang harus Sean putuskan? Ia bingung.

"Jangan lepaskan aku." Alice menoleh, membuat Sean menatapnya. "Kita sudah berjanji untuk tidak saling melepaskan."

Sean terenyuh. Hati lelaki itu seperti diremas. Janji yang bahkan hampir ia ingkari. Lelaki itu segera menarik Alice ke dalam pelukannya. Merengkuh tubuh mungil itu dengan erat.

"Maafkan aku."

Alice terdiam. Menikmati pelukan Sean yang justru seperti menancapkan pedang ke jantungnya. Gadis itu memejamkan mata. Bersamaan dengan setetes cairan bening jatuh membasahi pipinya.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang