Bab 11 - Peraturan Bangsa Vampire

66.3K 5.7K 174
                                    

Dia tak tahu bahwa dirinya sedang berdiri beberapa langkah di depan kematian. Karena pada kenyataannya, dia hanya sedang terjebak.

***

ALICE terperangkap dalam jurang keputusasaan. Ia jatuh dalam kegelapan tanpa harapan. Gadis itu pasrah. Menerima takdir yang akan menentukan nasibnya. Entah itu hidup atau mati.

Di hadapan lelaki bermata merah itu, Alice menyerah. Ia tak mampu lagi hanya untuk menggerakan kaki dan tangannya. Tubuhnya seperti mati rasa. Dan ia anggap itu sebagai jawaban dari akhir hidupnya. 

Entah Alice akan masuk rumah sakit dalam keadaan kritis bahkan sekarat atau justu ia mati di tempat itu sekarang juga, yang jelas gadis itu sudah pasrah pada pilihan manapun. Ia tak punya tenaga lagi untuk melarikan diri. Semuanya sudah terkuras habis pada insiden beberapa detik yang lalu. Dimana dirinya jatuh terguling ke jurang yang meskipun bukan jurang mematikan tapi terlihat curam dan bisa membuatnya terbaring di bangkar rumah sakit.

Sesuatu yang mematikan itu kini mulai mendekat ke arahnya. Memandang Alice dengan tatapan lapar dan seringai lebar yang menyeramkan. Sosok itu melangkah turun dengan mudahnya, tanpa tergelincir dan berakhir seperti dirinya. Sekarang, sosok itu tepat berada di samping Alice.

Alice bisa melihat sepatu tali lelaki itu yang tak beda jauh dengan dirinya. Ia tiba-tiba meringis merasakan poninya ditarik ke belakang membuat kepalanya mendongak menatap orang tersebut.

"Apa kau ingin mengundangku dengan darahmu?" tanya Zero menatap haus ketika melihat darah Alice yang nampak mengucur dari kening samping kirinya.

"Le-lepaskan aku!" Alice berusaha mengeluarkan suaranya. Namun semua sia-sia, karena Zero bahkan tak ingin melonggarkan cengkramannya pada rambut Alice.

"Melepaskanmu? Tidak semudah itu." Zero menyeringai dan semakin kuat menjambak rambut Alice.

Dalam rasa sakit yang mendera, sebuah pertanyaan tiba-tiba melintas dalam pikiran Alice. "Ke-kenapa kau mengincarku? Kenapa bukan orang lain saja?"

Zero terkekeh pelan. "Karena darahmu yang paling lezat!" Zero menekankan ucapannya pada kata 'lezat' seolah ingin menegaskan bahwa Alice adalah makanannya.

Alice berusaha menelan ludahnya, berharap rasa gugupnya ikut tertelan. Tapi nyatanya tidak berhasil. "Ba-bagaimana kau tahu darahku yang paling lezat?"

"Tentu saja aku tahu, karena kau telah menunjukkan darahmu di hadapanku."

Alice larut dalam pikiran dan rasa sakitnya. Ia ingat saat dirinya terkena bola basket sampai mimisan. Saat itu Alice hanya berpikir bahwa Zero adalah orang gila yang salah masuk tempat. Ia tak pernah mengira bahwa Zero saat itu hampir menyerangnya hanya karena darah.

Jika waktu bisa berputar kembali, saat itu Alice tak ingin terpaku pada sosok Sean. Jika ia tahu akhirnya seperti ini, ia akan memaksa tubuhnya untuk bergerak. Dengan begitu ia tak akan mimisan dan Zero juga tak akan mengincar darahnya.

Namun penyesalan memang selalu ada di akhir kejadian, bukan? Tak ada gunanya juga Alice menyesal dan mengharapkan sesuatu yang tak mungkin terjadi. Sekarang ia hanya perlu mencari cara untuk menghadapi Zero. Atau kalau perlu menyadarkan lelaki itu untuk mengurungkan niatnya.

Zero mendadak melepaskan cengkramannya pada rambut Alice, berhasil membuat Alice meloloskan lega.

Apa lelaki ini mengurungkan niatnya untuk membunuhku? Tapi aku belum mengatakan apapun. Apa mungkin dia sudah sadar bahwa tindakannya itu tidak benar?

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang