Bab 41 - Perjanjian

37.5K 3.8K 360
                                    

Masalah tiba-tiba datang, menawarkan dua pilihan. Namun ia tahu, hanya satu yang bisa diambilnya.

-וו×-

ALICE menatap Rose yang sedang membuka bagasi mobil. Setelah tadi cukup lama berbincang, akhirnya Alice harus rela melepas Rose yang akan berangkat ke London besok. Sebenarnya rasa rindunya belum sepenuhnya terobati. Bagaimana pun ia masih merindukan Ibunya itu. Tapi keadaan tak mendukung. Ia hanya harus siap tersiksa, jika sewaktu-waktu Alice teringat Rose dan ingin memeluk Ibunya.

"Tadi Mom membeli beberapa baju untukmu." Rose memberikan beberapa kantung belanjaan pada Alice.

"Mom tidak perlu melakukan ini. Bajuku sudah banyak." Alice menatap tak percaya belanjaan yang terasa berat itu.

Rose menggeleng. "Tidak. Kau harus memakainya. Lagipula sebentar lagi musim dingin. Mom sudah membelikanmu beberapa mantel, syal dan sarung tangan."

Alice hanya mampu menghela napas dan mengangguk.

"Oh ya. Tadi saat Mom memeriksa kamarmu, kenapa lemari dan meja belajarmu kosong?"

Alice seketika membeku. Raut wajahnya berubah panik. Tidak mungkin kan Alice mengatakan bahwa ada mayat ditemukan di kamarnya sehingga untuk sementara Alice pindah ke kamar lain. Jangan sampai ia keceplosan. Jika Rose tahu, maka sudah dipastikan Alice akan diseret untuk keluar dari Foster dan mungkin saja pindah ke sekolah baru yang ada di London. Membayangkannya saja sudah membuat Alice bergidik ngeri.

"Ah ... itu karena ... aku menginap di kamar temanku, Mom." Alice tersenyum canggung.

Rose mengerutkan alis, heran. "Lalu bagaimana dengan temanmu yang bernama Angel itu? Kau meninggalkannya sendirian?"

Alice semakin panik. Ia mengumpat kesal, Kenapa juga Angel harus sok akrab dengan Mom? Teman? Cih! Yang ada musuh!

Ia segera memutar otaknya. "Angel ... Angel juga menginap di kamar teman sekelasnya, Mom. Aku dan Angel tidak satu kelas. Kami memang biasa menginap di kamar yang lain. Kadang aku dan Angel juga menginap bersama di kamar temannya."

Dalam hati Alice mendengus sebal. Temannya? Ck, aku bahkan tak tahu siapa temannya. Sungguh, kalau bisa aku tak ingin berbohong seperti ini.

"Oh jadi begitu." Rose mengangguk-angguk mengerti. Tak ada lagi kecurigaan karena alasan Alice yang masuk akal. "Baiklah, Mom pergi dulu ya, Sweetheart." Rose mengusap pelan rambut Alice.

Alice segera berhambur memeluk Ibunya. "Aku akan sangaattt merindukanmu, Mom."

Rose balas memeluk Alice dengan erat. "Mom juga akan sangat merindukanmu. Jaga kesehatanmu, Alice. Ingat, kita masih bisa berkomunikasi. Jika ada apa-apa segera telepon Mom, oke?"

Alice mengangguk mengerti. Ia melepaskan pelukannya dengan tidak rela. Menatap Rose seolah memohon agar Ibunya tidak pergi. Rose yang mengerti hanya bisa memberikan senyuman bersalah pada putrinya. Ia pun perlahan masuk ke dalam mobil. Melambai sebentar ke arah Alice. Lalu meninggalkan Alice yang masih berdiri di tempatnya.

"Aku ditinggalkan lagi," lirih Alice dengan tatapan sendu. Ia mulai berjalan gontai menuju kamarnya. Semangatnya hilang. Suasana hatinya berubah buruk. Ia tak pernah memikirkan bahwa Rose akan kembali sibuk bahkan kali ini pergi jauh -sampai ke luar negeri, meninggalkannya di Ashland sendirian.

"Eh? Kenapa aku jadi ke sini?" Alice menatap bingung pintu bernomor 1849 -kamarnya dulu. Seharusnya Alice pergi ke kamar Helen dan Ana, namun langkahnya tiba-tiba saja membawanya ke kamar tersebut.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang