Bab 38 - Pesan Terakhir Maggie

39.7K 3.9K 280
                                    

Perpisahan memang selalu menyakitkan. Tapi perpisahan tanpa beban tak akan menyisakan kesedihan.

—ווח

HARI ini tim basket akan memulai latihan mereka. Vernon dan Reid pun sudah ada di sana. Sedang melakukan pemanasan. Namun ada yang berbeda dari raut wajah Vernon. Ia terlihat marah. Tangannya bahkan terkepal kuat dengan tatapan tajam lurus ke depan.

Hanya ada satu penyebabnya, yaitu Zero. Adiknya tersebut tak datang dalam latihan mereka hari ini. Padahal Vernon sudah memberitahu Zero untuk datang apapun yang terjadi.

"Kemana bocah itu?! Sudah kubilang ia harus datang, walaupun ia sedang sekarat, aku tak peduli!"

Reid lagi-lagi hanya bisa menghela napas mendengar gumaman Vernon. Jika Vernon sudah marah seperti itu, Reid tak bisa berbuat banyak. Walaupun sebenarnya yang dikatakan Vernon itu tidak sepenuhnya benar. Reid tahu Vernon hanya sedang emosi sehingga kata-katanya terdengar begitu kejam.

"Lihat saja apa yang akan kulakukan padamu setelah ini!" desis Vernon pelan. Untuk kesekian kalinya Reid hanya bisa diam pasrah dengan apa yang akan Vernon lakukan sepulang dari latihan sore ini.

Seperti yang Reid duga, setelah selesai latihan, Vernon dengan langkah lebarnya segera berjalan menuju kamar Zero. Beberapa menit yang lalu Max mengancam akan mengeluarkan tiga saudara itu jika Reid dan Vernon tak bisa memaksa Zero untuk latihan. Dan di sinilah mereka sekarang. Di depan pintu kamar Zero dengan wajah Vernon yang memerah menahan amarah.

BRAK!

Suara bantingan pintu itu terdengar memekakan telinga. Reid di belakang Vernon hanya bisa meringis melihat kelakukan kakaknya.

"Sedang apa kau di sini hah?! Bukankah sudah kubilang untuk datang latihan walaupun kau sakit dan sedang sekarat?!" Vernon menatap tajam sosok Zero yang terbaring lemah di atas kasur.

Zero terpaksa harus membuka matanya dan melirik ke arah Vernon di ambang pintu. Ia tahu hal ini akan terjadi. Tapi apa daya, Zero tak mampu menggerakan tubuhnya. Rasanya butuh tenaga yang besar untuk bangkit dari ranjang tersebut.

"Ma-maaf Kak. Aku tidak kuat berdiri," jawab Zero sedikit terbata.

Vernon berjalan mendekat. "Kau tahu Max mengancam akan mengeluarkan kita jika kau tak ikut latihan lagi. Kau mau itu terjadi?!"

Zero tak bisa menjawab. Ia hanya diam menatap kakaknya yang sedang mengepalkan tangan marah. Reid segera memegang bahu Vernon. "Sudahlah Kak. Biarkan Kak Zero beristirahat hari ini."

Vernon mendengus sebal. "Jika kau tak datang lagi besok, aku akan menghajarmu!" Vernon berbalik pergi meninggalkan kamar terus. Berhasil membuat Reid lagi-lagi menghembuskan napas lelah. Lelaki berambut coklat gelap itu menoleh menatap Zero.

"Kakak harus datang pada latihan berikutnya," ujar Reid yang tak dibalas sama sekali oleh Zero. "Apa ada yang Kakak butuhkan?" tanya Reid yang sedikit iba melihat kakak keduanya itu.

"Ambilkan aku darah di laci. Mungkin tubuhku akan sedikit lebih baik jika meminun darah," jawab Zero pelan. Reid segera mendekati laci di meja belajar Zero dan mengambil salah satu dari beberapa kantung darah yang ada di sana.

Dengan cekatan, Reid memberikan darah itu pada Zero. Membiarkan kakaknya tersebut meneguk habis darah dalam kantung. Zero bernapas lega. Lelaki itu memberikan kantung darah yang sudah kosong pada Reid.

"Baiklah, sekarang Kakak istirahat. Jangan lupa untuk datang saat latihan."

Setelah itu Reid berbalik keluar dari kamar dan membuang kantung darah tersebut ke tong sampah yang ada di lorong tersebut. Berjalan seorang diri menuju kamarnya.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang