Dario menghela lega. Penjelasan dokter yang dia dengar sedikit membuatnya bernapas lega. Dario masuk ke kamar rawat Caroline dan duduk di samping gadisnya itu
"Mrs. Alexander hanya terlalu tegang dan stress, kandungannya memang sedikit lemah. Kami sudah memberikan obat penguat. Mrs. Alexander hanya butuh istirahat selama beberapa waktu"
Ucapan dokter itu masih terngiang di telinga Dario
'Terlalu tegang dan stress? Apa yang membuatnya stress?' Pikir Dario
Dia akan dan harus segera berhenti dari pekerjaannya mengurus kantor ayahnya. Dario menyadari melakukan dua pekerjaan sekaligus cukup menyita banyak waktunya dan membuatnya jarang berada di dekat Caroline. Dan sialnya, pekerjaan di perusahaan ayahnya masih akan menumpuk sampai dua bulan ke depan karena ide gila ayahnya untuk menggabungkan perusahaan miliknya itu dengan perusahaan milik Rayzen Adrious Ardlan dalam waktu dekat
"Hhh!" Dario menghela berat. Jika saja otaknya bukan otak keturunan Dimitry dan Malven yang jenius, mungkin dirinya sudah akan berada di rumah sakit jiwa sekarang
Suara lenguhan Caroline membuat lamunan Dario buyar. Dario segera mendekati gadisnya dan mengusap rambut cokelat itu dengan penuh sayang
"Hey, Mrs. Dimitry to be. How's your feeling?" Tanya Dario
"Sedikit sakit tapi, tidak separah tadi" jawab Caroline jujur
Dario mencium kening Caroline
"Anak kita agak nakal sepertinya" ujar Dario menghibur Caroline
"Dia sudah membuat mommy-nya kesakitan dan stress"
Dario membawa tangan Caroline untuk mengusap perut Caroline yang masih rata itu
"Maaf, mommy aku sudah nakal di dalam" ujar Dario dengan suara yang dia buat seperti anak kecil dan membuat Caroline terkekeh
"Maaf juga Daddy, aku sudah membuat Daddy khawatir" ujar Caroline dengan suara seperti anak kecil juga
Dario dan Caroline terkekeh geli. Caroline tersenyum lega mendengar calon anaknya baik-baik saja. Setidaknya dia sedikit tenang sekarang
"Beritahu aku apa yang membuatmu stress?" Tanya Dario dengan lembut
Caroline terdiam sejenak. Berpikir tentang hal yang membuatnya stress. "Entahlah" akhirnya Caroline menyerah setelah tidak bisa menemukan penyebab dirinya menjadi stress
"Yang aku tahu, aku takut dan cemas saat sendirian" sambung Caroline secara jujur
Dario mengangguk. Dia mengusap puncak kepala Caroline dengan lembut dan penuh kasih sayang
"Kapan aku boleh pulang?" Tanya Caroline
"Setelah infusmu habis. Dan itu pastinya nanti malam. Mau disini atau pulang?"
"Tentu saja pulang! Kecuali kamu ada tawaran lain"
"Tawaran lain, hm?" Dario memegang dagunya berpikir hal apa yang bisa menghilangkan stress
"Kita menginap di hotel saja ya? Biar kamu bisa spa dan bersantai" tawar Dario
"Spa? Bersantai?" Tanya Caroline dan Dario mengangguk
"Tapi, aku mau kamar special. Bukan kamar biasa, bukan president suite, bukan juga deluxe room"
"Anything for you sweetheart"
"For me or for our child?"
"For both of you"
Caroline tersenyum senang dan memeluk Dario. Wajahnya yang merona ia sembunyikan di dada bidang tunangannya itu. Dario sendiri menikmati saat-saat dia mengusap rambut cokelat Caroline dengan sayang
Seperti janji, Dario mengajak Caroline menuju sebuah hotel bintang lima. Bukan milik keluarganya, karena akan sangat "berbahaya" jika dia menginap di hotel milik keluarganya. Dario merangkul Caroline di sepanjang lobi sampai ke lift
"Kya!" Pekik Caroline saat Dario tiba-tiba menggendongnya di dalam lift
"Kamu tidak boleh terlalu lelah. Jadi, jangan protes ya sweetheart"
Caroline pasrah dan mengalungkan tangannya di leher Dario. Dario menggendongnya di sepanjang lorong sampai ke pintu mereka. Caroline sempat merasa aneh lantaran hanya ada tiga pintu saja disana
"Tolong buka pintunya Sweetheart" pinta Dario
"Dimana kuncinya?"
"Di saku bagian dalam jasku"
Caroline menjauhkan sedikit badannya dan sebelah tangannya menyusup masuk ke dalam jas Dario. Tanpa sengaja, saat mencari kunci kamar mereka, Caroline menyentuh abs milik Dario dan membuat pria itu menggeram
"Gotcha!" Ujar Caroline saat dia berhasil menarik sebuah kartu tipis
Caroline menempelkan kartu itu di dekat handle pintu dan membuka pintu itu saat kuncinya terbuka
"Oh my!" Pekik Caroline
Dario benar-benar memesan sebuah kamar yang seperti apartment mewah. Bayangkan saja, dalam satu kamar hotel terdapat ruang tamu yang cukup luas, beserta TV dan sofa, di sebelah kanan ada pintu menuju dapur yang semua mejanya terbuat dari marmer, lalu ada sebuah pintu menuju ke kamar mandi kecil dan sebuah pintu ke kamar tidur
Caroline kembali dikejutkan dengan kenampakan kamar tidurnya yang sudah amat mirip dengan kamar tidur putri raja
"Terlalu mewah" gerutu Caroline
"Kamu bilang tidak mau President suite"
"Iya. Tapi, bukan berarti harus Royal President suite juga"
KAMU SEDANG MEMBACA
[KDS #2] Xander's
Teen FictionSepenggal kisah tentang pangeran Dimitry mencari pendamping... Berhasilkah dia mendapatkan perempuan yang tepat untuk menjadi Princessa-nya? Akankah dia mendapatkan akhir bahagia untuk kisah cintanya? "Karena memahami perempuan itu lebih sulit dari...