Dario memegang pinggang Caroline dan mendudukan gadis itu di meja dapur
"Jangan marah lagi!" Pinta Dario
"Aku minta maaf" ucapnya lagi. Kata maaf menjadi kata yang paling sering Dario ucapkan belakangan ini dan itu hanya pada Caroline saja
Caroline tidak menjawab. Wajahnya masih nampak marah. Tangannya meraih bagian depan kaus milik Dario membuat Dario berdiri tepat diantara kedua kakinya. Dengan wajah yang saling berdekatan, Caroline bisa merasakan napas hangat Dario menyapu wajahnya
"Masih marah?" Tanya DarioCaroline tersenyum. Dia terkekeh geli dan menggelengkan kepalanya. "Kapan aku marah?"
"Kamu marah tadi, baby"
"Aku tidak marah tapi, aku kesal"
"Maaf"
"Jangan merasa bersalah lagi! Kamu tidak salah! Are we clear?"
"Yes, we are"
Caroline tersenyum dan memeluk Dario erat, begitu pula dengan Dario. Caroline menghirup wangi parfum, sabun dan sampo milik Dario. Dia menyukainya dan akan terus mengingatnya. Sementara Dario melesakan kepalanya di leher Caroline, menghirup wangi yang menempel pada Caroline, terlebih saat ini wangi parfum Caroline bercampur dengan wangi sabun yang sama dengannya
"Geli, Xander" ujar Caroline saat napas Dario menyapu lehernya
"Honey... Geli..." Rengek Caroline
Dario menyandarkan kepalanya disana sejenak. Dia merasa sedikit lega. Caroline tidak membencinya ataupun marah padanya dan dia sangat bersyukur untuk itu. Meski demikian, dia tetap merasa bersalah pada Caroline
"I'll never let you go. Not even in millions years" gumam Dario yang masih bisa didengar oleh Caroline
.........
"Permisi sir. Ada laporan dari Mr. Han yang harus ditanda tangani" ujar Caroline dengan sopan
Kenapa sopan? Jelas dia jarus begitu, karena saat ini kedua orang tua Dario sedang duduk di ruangan milik Dario di Xav company. Membahas masalah yang sama dengan sebelumnya. Masalah Dario ingin berhenti mengurus perusahaan itu. Dario mengambil map yang di serahkan Caroline dan membacanya. Sementara Caroline hanya tersenyum kecil dan menyapa Kanaya
"Good morning, Ma'am"
"Good morning, Caroline"
Caroline melirik gelas milik Kanaya sudah hampir habis isinya. Dengan penuh sopan santun Caroline menawarkan minuman baru pada Kanaya
"Pardon Ma'am. Apa Ma'am ingin saya bawakan minuman lagi?"
Kanaya melirik gelasnya. "Apa kamu bisa membawakan saya teh?"
"Tentu Ma'am. Teh apa yang anda inginkan?"
"Mmm... Teh hijau boleh juga. Bawa kesini dengan tekonya ya"
Caroline mengangguk. "Yes, Ma'am"
Caroline beranjak dari ruangan Dario dan kembali lima menit setelahnya dengan nampan berisi teko dan cangkir. Caroline meletakan cangkir di atas meja dan juga teko tehnya. Bahkan Caroline sempat menuangkan secangkir teh untuk Kanaya sebelum dia mengangkat gelas kosong dan menerima kembali dokumen yang sudah ditanda tangani oleh Dario
"Permisi Ma'am. Sir"
Caroline mengembalikan dokumen itu pada Mr. Han dan dia segera menuju ke dapur. Dia mencuci gelas bekas pakai dan meletakan gelas itu di lemari. Caroline menguncir rambutnya asal dan segera kembali ke mejanya yang terletak di samping meja Gael
"Miss..." Panggil Gael saat Caroline duduk
"Hm?"
"Sepertinya, Sir akan membutuhkan anda setelah ini"
"Kenapa?"
"Dia habis berdebat tadi, saat anda ke pantry. Suara Sir dengan ayahnya terdengar sampai keluar tadi"
Caroline mengangguk. Tak lama Ares dan Kanaya keluar dari ruangan itu dan pamit untuk pulang. Gael mengantar kedua orang itu, sementara Caroline masuk ke dalam ruangan kekasihnya
"Ada apa?" Tanya Caroline
Dario tidak menjawab. Dia sibuk memijat keningnya yang terasa sakit. Caroline memilih merapikan meja tamu. Gerakan tangan Caroline terhenti pada sebuah map berwarna biru muda. Caroline membuka dan melihat isinya. Selesai melihat, Caroline meletakan kembali map itu dan melanjutkan merapikan teko, cangkir dan gelas ke atas nampan
"Eh!" Pekik Caroline kaget saat sepasang tangan melingkari perutnya dengan erat dan sebuah kepala menempel di bahunya
"Ada apa?" Tanya Caroline sambil mengusap tangan dan juga rambut Dario
Dario menggeleng pelan. Caroline merenggangkan pelukan Dario, membuat pria itu mendongakkan kepalanya. Caroline berbalik tanpa melepaskan pelukan Dario. Kini Caroline menatap wajah tampan tunangannya
"Mereka memintamu menikah?" Tanya Caroline dan Dario mengangguk
"Lalu?" Tanya Caroline lagi. Dario mengernyit heran
"Apa kamu mau? Kamu sudah memilih diantara semua perempuan itu siapa yang akan kamu nikahi?" Tanya Caroline lagi. Meski sebenarnya hati Caroline juga was-was
Keheningan melanda ruangan itu. Caroline semakin was-was, dia menunggu jawaban dari mulut tunangannya dengan cemas
"Tidak ada" tanpa sadar jawaban dari Dario membuat Caroline menghembuskan napas lega
"Hah?"
"Aku sudah bilang padamu sweetheart. I'll never let you go! Jadi, lupakan pemikiranmu kalau aku akan meninggalkanmu. Karena itu tidak akan pernah terjadi! I'm yours sweetheart and you're mine"
KAMU SEDANG MEMBACA
[KDS #2] Xander's
Teen FictionSepenggal kisah tentang pangeran Dimitry mencari pendamping... Berhasilkah dia mendapatkan perempuan yang tepat untuk menjadi Princessa-nya? Akankah dia mendapatkan akhir bahagia untuk kisah cintanya? "Karena memahami perempuan itu lebih sulit dari...