15| Kapan datang?

421 46 0
                                    

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Sepertinya, mulai dari hari dimana kau mengabariku tentang pergimu, aku akan selalu menulis. Menulis tentang bagaimana aku berusaha menikmati luka yang kian bersemu.*

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aisyah pov :
Ini adalah hari terakhirku di asrama.
Perpisahan sudah dilaksanakan sehari yang lalu. Itu berarti sudah setahun setengah semenjak kejadian surat dari bang fathan.
Dan itu juga berarti bang fathan sudah setahun setengah menjalankan perkuliahan di turki.

Sejak mendalami kata perkata dan makna makna butiran aksara bang fathan, aku sudah tidak lagi mengingatnya.
Aku sudah tidak lagi merengek kepada abi agar dipertemukan dengan bang fathan, karena aku tau bang fathan lebih sering menelfon kepada abi ketimbang umi.

Palingan bang fathan hanya sekedar menanyakan kabar kepada umi.
Kalau abi, bang fathan lebih senang bercerita apa apa saja yang sudag dialaminya dalam waktu dekat.

Dulu, aku sering sekali mendesak abi agar aku diperbolehkan berbicara dengan bang fathan melalui via telepon.
Namun sekarang, untuk menanyakan kabar bang fathan saja aku sudah tidak berani lagi.
Karena aku tidak mau menjadi perempuan yang berdosa karena masih saja menyimpan satu makhluk yang jelas jelas bukan mahromku dihatiku.

Aku memasukkan semua baju bajuku dan apa apa saja yang akan aku bawakan pulang.
Aku masukkan semuanya.
Mulai dari pakaian, novel novelku, buku buku, dan barang barangku yang lainnya.

Aku tidak membawa kasur ataupun lemari seperti anak asrama disekolah lainnya.
Karna kami disediakan fasilitas kasur dan lemari.

Setelah semuanya selesai kami saling menangis karena tidak ingin berpisah.
Setelah ini aku memang benar benar tinggal dirumah.
Aku akan melanjutkan sekolah di univertias yang ada disemarang karena ingin membaktikan diri kepada umi dan abi.
Aku tidak mau melihat umi dan abi merasa kesepian di hari tuanya. Karena aku adalah anak satu satunya.

"Syah,mu jangan lupain aku."
Salwa adalah satu satunya teman yang paling lama terisak di pundakku.

"Iya wawaa, udah yaa."
Aku berusaha menenangkan diri. Padahal aku juga sedang menangis.

"Habis ini langsung ke palembang?"
Aku melanjutkan.

"Iya syah, aku langsung balik."
Ucap salwa dengan nada tersendat sendat. Setelah itu, kami larut dalam suasana haru biru.

.

Aku duduk didepan asrama untuk menunggu umi dan abi datang.
Satu satu temanku mulai pergi karena dijemput oleh orang tuanya.

Flashback on :

"Adek, nanti kalau seandainya abang nggak satu sekolah sama adek waktu di sma gimana?"
Aku dan bang fathan sedang menikmati muffin buatan umi ditaman belakang rumah.

"Nggak apa apa kok bang, kan abang sering datang ke sekolah caca buat ngajak caca main, ya kan bang?"
Aku yakin pasti bang fathan selalu mengunjungiku.

"Hehe, iya ya. Berarti abang harus berapa kali dong tengok in adek?"
Bang fathan memasukkan muffin kedalam mulutnya.

"Yaa, berapa kali ya. Minimal abang pergi ngajakin caca main keluar asrama sekali seminggu lah. Kan bang fathan abangnya caca, jadi bisa dong ngajakin caca main keluar."
Aku berbicara dengan menatap bang fathan.

"Hahaha, iyaiya. Nanti abang tengok in caca sekali seminggu deh. Terus nanti kalau caca udah gedee, udah tinggi dan udah tamat sma, bang fathan yang akan bawain barang barang caca pulang.
Nah, caca tinggal duduk manis aja di dalam mobil abi."
Ucapan bang fathan membuatku benar benar senang.

"Beneran bang?"
Aku memanyakan kepastian dari bang fathan.

"In sya allah ya deek."
Ah, bang fathan benar benar baik.

"Ca, abang boleh minta satuuu aja permintaan sama caca nggak?"
Lanjut bang fathan.

"Apa bang?"
Aku terus menatap bang fathan.

"Caca kalau besok abang udah nggak dekat sama caca lagi, caca nggak boleh cengeng ya."
Bang fathan bernada serius.

"Kenapa bang? Caca bakalan nyusahin orang ya?" Aku bertanya.

"Nggak kok dek, caca nggak pernah nyusahin orang. Abang hanya nggak mau nanti kalau caca nangis karena satu hal hal kecil, abang nggak ada buat hibur caca. Nanti orang nganggap caca lemah dan berbuat sesuka hati kepada caca. Abang nggak mau caca kenapa napa."
Aku tersenyum mendengar penjelasan bang fathan.

"Abang, abang sayang nggak sama caca?"
Aku bertanya dengan polosnya.

"Weh, sayang banget dong. Masa sama caca nggak sayang sih. Sama umi nafisha dan abi azmi aja abang sayang banget. Apalagi sama caca. Weh, sayang banget."
Aku merasa beruntung jadi adik bang fathan meskipun bukan adik kandungnya.

"Abang, nanti kalau caca udah besar, abang nggak boleh pergi tinggalin caca ya."
Aku sudah merasa aman dengan bang fathan dari dulu.

"Nggak lah, kan rumah kita deket. Jadi gampang aja kalau mau pergi kesini."
Lanjut bang fathan yang berhasil menenangkan.

Begitulah, setiap sore aku menghabiskan waktu dengan bang fathan ditaman belakang rumah. Umi yang selalu membuatkan cemilan cemilan kecil untukku dan fathan selalu habis karna kami menikmatinya sambil menceritakan apa saja. Mulai dari masa depan,masalah sekolah sampai hal hal yang membuat kami gelak tertawa lepas.

Flasback off

Aku menghapus air mataku dengan ujung jilbabku.

"Ya allah, maafin caca. Caca belum bisa untuk benar benar lupa. Bantuin caca ya allah."
Aku tiba tiba ingat bang fathan ketika melihat salah satu temanku yang dibantu oleh abangnya untuk membawakan barang barangnya dan memasikkannya kedalam mobil.
Sedangkan, bang fathan yang dulu pernah berkata kalau ia akan membantuku membawakan barang barang setelah aku keluar dari asrama.

"Bang,caca udah besar. Udah tinggi. Caca udah tamat SMA, bantuin caca bawain barang barang dong."
Aku berguman.

Meskipun aku sudah berjanji untuk tidak mengingat bang fathan lagi kepada diriku sendiri, dalam beberapa waktu dan keadaan aku ternyata benar benar belum bisa untuk melupakan seseorang yang selalu memberikan rasa aman padaku di beberapa tahun belakangan.
Sejak aku jauh dari umi dan abi, aku banyak mengerti arti kehidupan.

Semua perkataan perkataan maupun sindiran aku sudah mengerti karena di asrama kami bersal dari berbagia daerah dengan berbagai macam latar belakang. Makanya, aku sudah mulai paham.
Satu hal yang masih dalam pertanyaan.
Dulu, waktu bang fathan pamit untuk pergi sekolah ke al islah, bang fathan pernah berkata

"Dek, abang pergi nggak lama kok. Abang cuma pergi tiga tahun aja. Abang janji nanti abang bakalan jemput caca, waktu abang udah siap dengan semuanya, abang bakalan bawa caca pergi sama abang."

Ada dua yang membebani pikiranku akan perkataan bang fathan, apakah dia menjemputku untuk kembali kerumah dari asrama, atau.....

____________________________________________

Hii!!
Besok in sya allah up lagi ya teman teman.
Jangan lupa vote terus maaf atas kesalahan karna banyak yang typo yaah.
Jangan bosan buat ikutin terus.
Makasiih teman 😁

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang