73| Malaikat Titipan

421 27 0
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aku menemukanmu sebagai potongan sajak pada sebuah buku tebal.
Tak sengaja, aku menemukanmu secara tidak terencana.
Pada sebait kamu, aku menemukan frasa frasa rindu. Aku jatuh dan cinta saat mengeja kalimatmu.

-Author-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aisyah pov

Setelah menyiapkan baju kerja untuk abang yang lagi mandi, aku melakukan aktivitas rutin pagiku yaitu memasak untuk sarapan aku dan abang.

Saat menuruni tangga, aku merasakan pusing yang luar biasa. Aku terduduk di tangga pertama, untuk menormalkan kembali pandanganku yang berputar.

Sekitar lima menit aku memegangi kepalaku, aku menuruni anak tangga dengan memegangi pegangan tangga.
Inginku kembali ke kamar dan tidur kembali, tapi aku ingat bahwa statusku sekarang bukan lagi seorang anak, melainkan seorang istri yang juga memiliki tanggung jawab dan kewajiban kepada suami.
Seperti saat ini, kewajibanku adalah menyiapkan segala kebutuhan abang sebelum berangkat kerja termasuk menyiapkan sarapannya.

Aku tidak tau kenapa aku tiba tiba menjadi seperti ini. Bahkan untuk mencium aroma bawang goreng saja aku mau muntah.
Tapi ya itu tadi, aku harus tetap menjalankan kewajibanku.

"Wah wah, udah siap aja nih."
Bang fathan sudah turun.

"Hehe, saraoan gih bang. Nanti abang telat."
Aku berencana tidak ikut makan dengan abang karena perutku benar benar mual.

"Iya, adek ikutan dong sarapannya."
Aku tidak mengiyakan dan tidak menolak.
Aku memilih untuk duduk di meja makan bersama bang fathan.

Aku hanya meminum segelas ai putih dan kemudian memakan buah.

"Adek nggak makan?"
Bang fathan bertanya karena biasanya aku akan ikut sarapan bersamanya.

"Nggak mood bang. Nanti deh sarapannya."
Aku menjawab sekenanya.

"Tapi muka adeh pucet banget loh. Adek nggak apa apa?"
Benarkah aku pucat?

"Nggak apa apa kok bang, bentar lagi adek makan kok."
Aku berusaha meyakinkan bang fathan kalau aku baik baik saja.

"Ya udah. Nanti kalau ada apa apa langsung kabarin abang ya."
Aku hanya mengangguk dan memaksakan tersenyum.

Setelah selesai sarapan, bang fathan berangkat.
Seperti biasanya aku menyalaminya dan aku akan mendapat balasan berupa kecupan di keningku.

Setelah bang fathan benar benar pergi aku berlari menuju wastafel di kamar mandi kamarku.
Menumpahkan semua yang dari tadi ingin keluar dari mulutku.
Aku muntah tapi hanya air saja yang aku keluarkan.
Perutku benar benar tidak enak sekarang.

Aku sudah ingin melakukan ini dari tadi,
Tapi,,
Aku ragu.
Aku meraih bingkisan yang aku beli beberapa waktu yang lalu.

Aku terkejut ketika melihat dua garis di testpack.
Ma sya allah?
Benarkah ini?
Benarkah aku akan menjadi seorang ibu?

Aku senang sekali akan hal ini.
Tapi, aku harus memastikan apakah ini benar atau tidaknya ke dokter kandungan.
Tapi, aku harus pergi dengan siapa?
Tak mungkin aku meminta bang fathan untuk mengantarkanku sementara abang lagi kerja.

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang