71| Maaf Caca

379 29 0
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau”

(HR Muslim IV/2167 no 2813)

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aku mendapatkan kabar bahwa fathan sudah menjadi seorang direktur di kantor bokapnya. Aku mendapatkan kabar dari hani salah satu teman SMA yang kini menjadi salah satu karyawannya.
Haha, ternyata fathan se perfect itu menyempurnakan diri untuk segera menikahiku.

Kalian tau?
Hari ini aku di antarkan fathan ke rumah sakit untuk mengurus berkas berkasku.
Tahulah betapa senangnya aku saat ini.

"Kamu udah jadi direktur aja than, gak sabaran banget ya mau nikahi aku?"
Aku to the point saja. Karna memang aku dan fathan terbiasa berbicara seperti ini di turki.

"Aku kerja bukan buat nikahin kamu."
Aku tau fathan bercanda.

"Udahlah, cuma ada kita berdua kok. Nggak usah sok cool lah. Santai aja."
Fathan hanya membalasku dengan deheman.

"Than, mobilnya santai aja dong. Nanti kita cepet banget sampainya. Kita kan harus punya quality time."
Aku berusaha membuat fathan lebih santai dan tidak terlalu serius.

"Justru malah quality time bersama istriku yang kau ganggu."
Aku terbatuk batuk mendengar fathan menyebut kata istri

"Kan aku yang bakal jadi calon istri kamu. Kok ngomongnya gitu sih?"
Aku tau fathan masih bercanda.

"Tidak. Istriku bukan kamu. Istriku aisyah. Aku sudah menikahinya."
Fathan santai saja menyebut nama perempuan yang selalu di agung agungkannya sedari masa kuliah itu.

"Ah, jangan bercanda lah."
Aku berusaha menormalkan kondisi.

"Siapa yang bercanda? Aku tidak bercanda."
Ooo pahamlah aku. Jadi wanita yang diboyong mamanya fathan tadi itu mantu nya.
Heh, caper sekali dia ke maam mertuaku.

"O yaudah. Ada istri atau nggak nya nggak akan menghalangi aku untuk tetap memperjuangkan kamu kok."
Fathan diam saja, dia tak mau menggubrisi perkataanku.

"Udahlah, dari raut wajah kamu aja aku dah tau kalau kamu nggak bahagia dengan pernikahan itu kan?"
Aku memanas manasi hati fathan.

"Aku bahagia. Sangat beruntung sekali aku memilikì istri sepertinya. Aku sangat mencintainya."
Justru sekarang hatiku lah yang sangat panas mendengar kata kata yang dilontarkan fàhan.

"Tak apa, yang penting aku mencintaimu dan sebentar lagi aku akan membuatmu mencintaiku juga."
Aku berkata dengan percaya diri. Fathan menghela nafas.

"Hanum, kau orang pintar. Orang yang mengerti dengan agama. Dan aku juga tau kau ke rumah sakit sekarang juga bakal jadi dokter disana.
Seharusnya kau mengerti hanum, laki laki yang baik itu akan disandingkan dengan perempuan yang baik. Maka, berusalah menjadi yang baik. Bukan karenaku, tapi karena jodohmu."
Yes, aku berhasil memancing fathan untuk berbicara panjang lebar.

"Kau adalah jodohku, aisyah adalah perempuan yang menjadi tempat bagiku untuk menitipkanmu, suatu saat titipan itu akan ku ambil kembali."
Aku tak mau kalah.

"Berhenti menyebut istriķu seperti itu hanum!!!"
Fathan marah karena aku memperolok olokan istrinya.

"Turunlah, kau bisa berjalan sendiri. Cuma lima puluh meter lagi. Aku sudah terlambat untuk menjemput istriku."
What? Aku diusir?

"Yah, dikit lagi beb."
Aku memohon

"Turun atau aku tak akan pernah menyapamu lagi."
Aku memilih mengalah hanya untuk saat ini.

"Oke oke, makasih ya beb. Nanti aku kabari.
Nomor telfonmu udah ada kok di hp aku.
Makasih beb."
Aku mengucaokan kata kata terakhirku keoada fathan hari ini. Nomor hand phonenya mememang sudah aku simpan. Itu juga dari hani.

Aku melihat ekspresi fathan benar benar sedang meredam marahnya saat aku terkesan tidak menghargai istrinya.

Aku menunggunya benar benar hilang dari pandanganku. Aku mencintainya.

Fathan pov.
Arrgh,
Ini benar benar terlambat.
Sudah setengah lima dan aku harus putar balik lagi menuju rumah mama.
Itu jauh sekali.
Belum lagi macet kalau sore sore begini, lampu merah juga. Aku sudah terlambat beberapa jam dari waktu yang sudah aku janjikan dengan caca.
Dan itu semua gara gara hanum.
Astaghfirullah.
Aku tidak boleh seperti ini.
Setidaknya aku sudah membantu seorang hamba yang sedang membutuhkan pertolongan.

Aku tak berani memacu kemudi dengan cepat.
Trauma dengan kejadian yang aku alami beberapa waktu lalu dan aku tidak ingin mengulanginya lagi karena terburu buru.

Setidaknya aku harus mengabari caca, tapi ponselku benar benar tidak bisa di hidupkan karena low bat.

Aku beristighfar di dalam hati agar di berikan kemudahan bagi allah untuk urusan hari ini.

Mama fathan pov.
Aku juga heran kemana putraku saat ini.
Papa sudah pulang, sejam yang lalu lagi.
Sementara fathan juga belum nampak batang hidungnya. Saat aku tanya papa dia menjawab tidak tau karena setelah meeting fathan langsung kembali ke ruangannya.

Caca sedang tidur. Aku dapat merasakan cemas yang sama di rasakan oleh caca.
Apalagi dia benar benar tidak di perbolehkan untuk was was yang berlebihan.

Ah, ini sudah jam enam kurang seperempat dan dia belum muncul muncul juga.
Aku terus mengawasi perkarangan dengan terus berdiri di teras rumah.
Mengawasi barangkali fathan sudah sampai dan aku harus langsung menasehatinya tentang hal ini.

Tepat pada pukul enam, akhirnya mobilnya parkir di depan rumah.
Dia nampak buru buru dan setengah berlari ke arahku.

"Assalamualaikum ma."
Dia mencium tanganku.

"Aisyah mana ma?"
Belum sempat akh menjawab salam dia langsung menanyakan tentang istrinya.
Ya wajarlah, mana bisa perempuan menunggu selama ini tanpa kabar.
Minimal kabar lah.

"Walaikumsalam. Harusnya mama yang tanya dulu kamu itu dari mana? Jangan bikin mama marah ya karena nggak ada kabar satupun dari kamu."
Aku langsung melayangkan kata kata sinis kepadanya.

"Hehe, maaf ma. Ada masalah sedikit tadi. Papa udah pulang ma?"
Fathan basa basi.

"Udah dari tadi papa kamu pulang. Kamu aja yang baru kali ini datang."
Aku masih menyindirnya

"Iya maaf laah maa. Caca mana ma?"
Ia masih bertanya pasal istrinya.

"Ingat fathan, kamu sudah punya tanggung jawab. Kali ini kamu udah berjanji loh.
Istri kamu udah ketiduran nungguin kamu dari tadi gak datang datang."
Aku langsung masuk ke dalam tanpa mempedulikannya.

Fathan harus belajar cara menghargai istrinya

_________________________________________

Jangan lupa vote gaais🤗

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang