57| Sebutlah Itu Cerita

328 31 4
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Pada akhirnya aku berhenti memilih. Memilih mereka yang menakjubkan dan menawarkan hal hal yang membuatku takjub
Sebab aku sedah menjatuhkan pilihan pada dia yang bersedia menerima segala kekurangan dan keburukkan yang ada padaku tanpa sekalipun menuntut.


-Aisyah Humairah-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••


"keadaannya kembali memburuk havva. Kemajuan yang sempat timbul ternyata tidak bertahan lama. Aku sudah melakukan yang terbaik havva. Tapi tetap saja jantungnya masih lemah. Sekarang yang kita tunggu hanyalah sebuah keajaiban dan mukjizat yang diberikan allah swt."
Begitulah penjelasan dokter hanif yang membuat aku gemetar.
Bagaimana aku akan menyampaikannya pada caca? Kejadian demi kejadian, berita demi berita banyak yang muncul hari ini akan menyakitkan hati caca.
Awalnya aku akan memberitahu bahwa keadaan fathan yang sempat drop sudah sedikit membaik.
Namun belum sempat aku memberitahukan satu berita kepadanya, aku harus menambah list bahwa akhir dari berita yang aku sampaikan ternyata berita buruk.

Aku berbalik.
Menyaksikan caca yang masih tersenyum memandang langit.
Aku tau, senyum itu sendu, senyum itu luka dan dia sedang berusaha menutupinya dengan bahagia.
Aku tau sebab aku adalah seorang perempuan.

Meski aku belum memeiliki kehidupan seperti caca, aku juga pernah merasakan sakit yang teramat dalam sewaktu menyadari bahwa orang yang paling kita cinta dan paling berharga telah tiada.

Aku saja bahkan tidak pernah merasakan cinta begitu dalam darinya.
Dia pergi saat mengantarkanku pada kehidupan dunia.
Sakit bukan? Kadang aku berfikir kenapa saat itu aku tidak mengikutinya saja ke syurga?
Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali melihat wajahnya.
Atau bahkan mungkin belum pernah melihat cahaya cintanya, ibuku maksudnya.

"ca."
aku bermohon kepada allah untuk diberi kekuatan saat mengatakan semuanya kepada caca.

"havva. Bolehkan aku bercerita?"
aku sedikit lega karena caca mengalihkan pembicaraanku.

"ah tentu boleh. Mau bercerita apa ca? masih ada satu setengah jam waktu kita sebelum masuk waktu sholat maghrib."
Aku berbicara sambil melihat kearah pergelangan tanganku yang dilingkari oleh jam tangan

"aku ingin bercerita tentang bang fathan. Aku ingin kau bertanya mengenai topic ynag ingin aku ceritakan sebelum aku bercerita."
Sudah kubilang bukan? Kadang pemikiran caca terlalu rumit. Bahkan hanya untuk sekedar bercerita
Aku memikirkan sesuatu.

"aku tertarik dengan ceritamu tentang penungguan yang tak jelas kepada fathan sewaktu dia pergi yang katanya tanpa member kabar lagi kepadamu. Apakah aku boleh tau?" sebenarnya yang ingin aku tanyakan bukan itu. Aku ingin bertanya bagaimana kehidupanmu selanjutnya jika nyatanya fathan akan pergi untuk mengakhiri tidur panjangnya.

Aku menatap caca intens. Dia tersenyum dan memperlihatkan giginya.

"Aku sudah mengira itulah pertanyaan yang akan kau ajukan. Sepertinya hanya itu yang menarik dala hidupku. Beberapa teman dan adik tingkat ku dipesantren selalu menanyakan mengapa aku begitu keuh keuh dan konsisten dalam penungguan."
Caca menarik nafas dan mengembuskannya, tenang sekali.

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang