31| Menepati Janji

424 45 6
                                    

حدثنا أبو معاوية حدثنا عاصم عن بكر بن عبدالله عن المغيرة بن شعبة قال خطبت المرأة فقال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم أنظرت إليها قلت لا قال فانظر إليها فإنه أحرى أن يكون يؤدم لها


Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan kepada kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu'bah ia berkata, "Saya meminang seorang wanita, Rasulullah saw. lalu bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah melihatnya?" Saya menjawab: "Belum." Beliau bersabda: "Lihatlah ia karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua

__--__


Abi azmi pov.
Aku menatap layar ponsel yang bergetar. Kulihat ternyata Hasan, papanya fathan.
"Assamualaikum."
Aku menggunakan nada khas ku apabila menelfon dengan sohib ku ini.
"Waikumsalam. Weh, sukses juga rencana kita ini."
Ucapnya diseberang.
"Bagaimana? Siapkah si abang untuk rencana kita?"
Aku tak sabar mendengar kabar ini.
"Sanggup dia. Sesuai betul dengan waktu yang telah kita sepakati itu."
Aku mengucap alhamdulillah.
"Jadi besok malam ya?"
Aku memastikan lagi.
"Iya. Besok malam kami kesana ya." Ucap hasan.
"Baik baik. Nanti kita bahas lebih lanjut. Yang pasti semua berjalan sesuai schedulle yang kita buat ya."
Aku masih merasakan bahagia.
"Baiklah, aku kabari dulu uminya ya. Ternyata tidak sia sia kita merencanakannya bukan?"
Aku tertawa pada ujung kalimat.
"Memang betul itu. Pokok nya berdoa aja kita supaya lancar ya azmi ya."
Aku berdoa dalam hati.
"Baiklah. Titip salamku pada calon menantuku ya."
Aku tertawa lagi.
"Wah, siap itu mah."
Setelahnya aku mengucap salam menutup telfon dari hasan.
Aku mencari fisya didapur.
"Umi, barusan hasan telfon abi."
Aku melihat istriku tengah menikmati salad buah dimeja makan. Sementara itu aisyah sudah dikamarnya sejak tadi. Entah tidur atau mengapa.
"Pak hasan bilang apa abi?"
Fokus nafisya beralih padaku.
"Tentang rencana yang sudah kita buat jauh jauh hari itu mi." Aku tersenyum lembut kearah nafisya.
"Lalu bagaimana bi?"
Fisya antusias.
"Besok malam." Aku sebenarnya sudah dari tadi tidak sabar ingin mengungkapkan kabar bahagia ini.
"Alhamdulillah. Eh bi, kasih tau caca sekarang?"
Aku senang melihat nafisya senang.
"Kasih tau aja. Tapi nggak usah sebutin kalau yang bakalan datang itu fathan ya."
Aku ingin memberikan supriese kepada anak gadisku satu satunya ini.
"Wah ide yang bagus."
Fisya tersenyum dan mengangkat jempolnya.
"Umi ke atas dulu ya bi."
Fisya benar benar tidak sabar ingin memberitahu caca akan hal ini.
"Oke oke."
Aku menyetujui sementara fisya sudah dipertengahan tangga menuju kamar caca.

Aisyah pov.
Setelah selesai makan malam, aku langsung beranjak ke kamar. Umi memang sudah paham denganku bahwa aku lebih suka menghabiskan waktu dikamar. Entahlah, aku menyukai kesendirianku dikamar. Karna dari sendiri, akan muncul banyak ide yang akan melahirkan sebuah karya ketimbang menonton televisi diruang tengah. Aku tidak menyukai tontonan yang disajikan di stasiun televisi.
Malam ini aku hanya sekedar menulis beberapa aksara di dalam buku catatanku. Aku senang sekali menuli apa saja yang ada dalam fikiranku.
Dari atas aku dapat mendengar abi sedang menelfon entah dengan siapa. Yang jelas beliau terdengar bahagia sekali karena sesekali tertawa. Dulu abi sering menelfon dengan abang kalau sudah dengan nada seperti itu.
Namun beberapa waktu belakangan aku tidak mendengarnya lagi. Aku juga tidak mau tau apa penyebabnya.

Cklek.
Pintu kamarku terbuka.
Aku melihat kepala umi muncul dari balik daun pintu.
"Hai sayang."
Aku tersenyum kearah umi lalu menutup buku catatanku.
"Umi ganggu tidak?"
Umi masuk secara perlahan kekamarku.
"Ah, tidak lah umi. Mana pula umi ganggu."
"Hehe, rajin banget nulisnya."
Aku cengengesan.
"Ke balkon yuk."
Aku tak mengerti dengan sikap umi kali ini.
"Ada apa umi?"
Aku sudah penasaran.
"Hehe nggak. Udah lama aja kita nggak kebalkon."
Aku memegang pagar balkon dan menatap umi yang sedang menatap langit malam.
"Aisyah."
Aku masih memperhatikan umi.
"Jangan potong umi berbicara kali ini nak."
Aku deg deg an.
"Iya umi."
Umi memejamkan matanya sembari menghirup udara.
"Jika lamaran kak azzam dulu kamu tolak. Umi merasa itu adalah tindakan yang pas. Sebab waktu itu kamu masig sangat muda.
Aisyah, hidup dizaman milenial dengan segala macam tawaran dosa yang terpampang jelas didepan mata bukanlah pilihan yang kita ambil, namun itu adalah takdir yang allah berikan. Umi tidak mau anak satu satunya umi ikut dicemari oleh kemaksiatan kemaksiatan pada zaman sekarang. Karena umi begitu menyayangimu, anakku."
Aku berlinang melihat mata umi yang basah.
"Nak, menikahlah. Satu satunya jalan adalah menikah. Labuhkanlah hatimu pada laki laki yang akan datang melamarmh besok malam. Itu adalah laki laki pilihan umi dan abi dengan waktu yang sudah kami percepat. Ini adalah permintaan sekaligus permohonan dari kami berdua. Boleh? Aisyah hanya perlu menjawab ya atau tidak. Tidak perlu bertanya itu siapa dan kenapa."
Aku berpikir keras.
"Umi."
Aku memeluk umi. Aku tidak mau merusak suasana hati umi dengan penolakkanku.
Tapi apa yang bisa aku perbuat?
Aku menantikan janji bang fathan
Namun kemaren yang aku lihat bang fatahn sepertinya sudah melabuhkan perahu cintanya dipelabuhan hati orang lain. Aku harus cepat cepat menghapis bang fathan dalam memoriku dan jika aku mengiyakan tawaran umi aku akan berhasil melupakannya dan akan digantikan oleh calon suamiku kelak.
Ya. Aku akan menerima lamaran laki laki esok malam yang aku tidak tau dia siapa.
"Umi."
Aku menatap umi yang tersenyum ke arahku.
"Aisyah mau."
Mata umj berbinar.
"Kamu ikhlas sayang?"
Umi mengelus pipi kananku. Aku mengangguk.
"Baiklah,umi...."
"Tapi umi. Bukankah ada sebuah hadis yang seperti ini?"

Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Telah menceritakan kepada kami Ashim dari Bakr bin Abdullah dari Al Mughirah bin Syu'bah ia berkata, "Saya meminang seorang wanita, Rasulullah saw. lalu bertanya kepadaku: "Apakah kamu telah melihatnya?" Saya menjawab: "Belum." Beliau bersabda: "Lihatlah ia karena itu akan lebih memantapkan kalian berdua "

Aku melafalkan arti hadis yang aku pelajari selama dipondok.
"Kamu akan tau siapa orangnya sayang."
Umk masih tersenyum.
"Umi bicarakan sama abi dulu ya sayang. Persiapkan mental"
Aku mengangguk dan tersenyum.
Umi keluar dari kamarku. Meninggalkan aku dengan sejuta persaan yang aku sendiri tidak paham dengan perasaanku.

Dalam keheningan malam. Dalam cahaya purnama aku berdoa dalam hati
"Assalamualaikum calon pendamping hidupku. Semoga hadirmu membawa rahma bagiku dan juga bagimu. Semoga dengan adanya dirimu, aku bisa melupakan orang yang selama ini mengisi hatiku. Akan aku ganti posisinya dengan posisimu. Aku akan mencintaimu, calon imamku. Semoga besok malam semesta mempertemukan kita dengan cahaya yang menumbuhkan cinta diantara kita berdua."
Aku bermohon untuk melepaskan muhammad fathan al zikri secara perlahan lahan. Dan itu mulai detik ini.

____________________________________________

Hai teman2. Maaf kemaren gak up ya.
Ini lanjutanya. Next part nanti malam ya😁


Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang