61| Mana Aisyah?

362 30 2
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Qs. Al insyirah ayat 6

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Havva pov
"Jangan memberiku harapan havva."
Aku tau aku merindukan bang fathan, dan aku tau havva sedang berupaya menghiburku dan mengusir sepiku. Tapi jujur, aku tidak suka jika diberi harapan seperti ini.

"Dia menanyakanmu dan dia bilang dia merindukanmu."
Aku berusaha menangkap keseriusan dimata havva dan aku menemukannya.
Tapi, apakah mungkin bang fathan bangun secepat ini?

Lalu, jika bukan. Tak mungkin havva menyuruhku berbenah dan mempersiapkan barang barang untuk menginap di rumah sakit nanti.

"Sungguh?"
Aku berusaha memastikannya sekali lagi. Barangkali havva juga rindu dengan sepupunya makanya dia bisa saja ngawur dalam berbicara.

Anggukkan havva meyakinkanku. Aku bahagia bukan main mendengar kabar ini.

"Bang fathan bilang apa aja va?"
Aku tak sabaran.

"Nanti akan aku ceritakan saat dimobil, yang terpenting kamu ngga boleh telat. Pokoknya harus kamu harus ada saat fathan membuka matanya untuk pertama kali."
Aku mengangguk mengiyakan.

Selanjutnya aku sudah berada di mobil havva. Dia mengemudikan mobil dengan kecepaatan yang luamayan tinggi.

"Jadi tadi itu aku lagi ganti infuse nya si fathan kan ca, karena cairan infuse nya tinggal dikit. Tapi tiba tiba jari jarinya gerak gitu dan dia buka mata. Weh, sumpah aku ngga percaya awalnya."
Aku mendengarkan havva antusias

"Trus kan, aku kasih dia minum air mineral. Dia habisin hampir setengah botol itu. Haus banget keknya. Nah, dia juga tanyain kamu. "
Aku masih mendengarkan penjelasan havva.

"Aku yang bingung karena ngeliat keajaiban langsung dengan mata kepalaku, nggak tau mau jawab apa kan. Aku bilang kalau caca lagi sholat."
Aku benar benar bahagia mendengarkan penjelasan havva.

"Dan, tau nggak apa yang jawaban fathan?"
Aku penasaran.

"Dia bilang kalau caca udah selesai sholat suruh dekat dia. Dia kangen banget katanya."
Aku sudah tidak bisa lagi menahan air mata. Bahagia dan haru bersatu mendengar penjelasan havva.

Ternyata allah sehebat ini membolakkan kisah yang tadinya sendu berubah menjadi haru.

"Va makasih ya udah ngerawat abang."
Aku mengapus air mataku. Aku benar benar merindukannya saat ini.

"O iya, fathan udah dipindahin lagi ke ruang rawat inap, jadi kamu bisa nginap lagi di rumah sakit ya. Jangan kasih tau mama papa dan umi abi dulu. Soalnya kan kondisi fathan belum bisa dipastikan. Dan aku takut nanti akan banyak timbul pertanyaan pertanyaan yang membuat rahasia kita jadi nggak aman. "

Sebenarnya aku tidak nyaman main rahasiaan rahasiaan dengan umi dan abi dan aku juga tidak terbiasa. Apalagi harus merahasiakan kondisi fathan kepada mama dan juga papa yang merupakan orang tua dari bang fathan.
Tapi aku juga tidak tau harus berbuat bagaimana, ya akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti havva saja.

"Nah kan fathan udah di kamar inap tuh ca, nanti kalau ada apa apa hubungi aku aja. Atau kamu juga bisa tekal bel darurat di samping ranjangnya fathan ya. Apapun itu beritahu aku atau dokter hanif. Alarm itu akan langsung berbunyi di ruanganku dan juga dokter hanif."
Aku mengangguk cepat. Aku juga tidak ibgin mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya mengenai kesehatan bang fathan. Aku tidak ingin teledor san menganggap semuanya akan baik baik saja.

Aku bersyukur dengan sangat ketika berita ini disampaikan havva. Ternyata allah masih memberiku kesempatan untuk bertemu dan berbakti apda suamiku itu. Ah, aku merindukannya.

"Va."
Aku memanggil havva.

"Ya ca?"
Fokus havva tak sedikitpun teralih dari jalanan.

"Makasih banyak ya udah jagaim bang fathan."
Aku tulus mengatakannya.

"Berterimakasih lah pada pencipta caca. Karena bagaimanapun aku dan domter hanif hanyalah fasilitas dan media. Allah lah yang menyembuhkan kita termasuk fathan. Dan berterima kasihlah pada dirimu. Sejauh ini kau luar baisa sekali aisyah."
Aku tersenyum dan mengucap syukur sebanyak banyaknya karena diberika nikmat yang begitu besar oleh allah.

Mobil terus melaju.

"Ca, nanti usahakam jangan menangis didekat fathan ya. Aku takut nanti kesembuhannya terhambat karena melihatmu menangis. Kita sama sama tau sajalah, fathan tidaj bisa melihatmu menangis. Tahan ya ca, demi abangmu, semoga saja pemulihannya cepat dan dia bisa berkumpul bersama kuta lagi.."

Aku menangguk cepat. Meskipun sulit aku harus melakukannya demi kesembuahan bang fathan.
Aku merindukannya.

Aku dan havva sudah sampai di parkir rumah sakit.

"Yuk ca. Barang barangnya ditinggal aja. Nanti aku suruh perawatku aja yang bawa. Kamu letih banget lah kek nya."
Havva baik sekali. Namun aku tidak boleh terus terusan seperti ini, aku juga tau pasti havva juga penat
Aku tidak holeh manja kepada havva. Kasihan dia.

"Nggak apa apa kok ca. Kita aja yang bawa."
Aku menolak dengan cara yang halus.

"Hmm, yaudah deh."
Havva setuju dan mengambul tas jinjingku yang berukuran besar dengan berat yang lumayan.

"Nanti aku anterin makanannya ya ca. Kamu harus makan."
Havva menekan timbol otomatis mengunci mobilnya.

"Nggak usah deh va, kan tadi udah makannya."
Aku masih menolak.

"Nggak. Pokoknya kamu harus makan dan itu perintah."
Aku berhenti berjalan.

"Va."
Havva menoleh.

"Makasih banyak ya va, aku tau kamu pasti juga letih. Tapi kamu selalu ada buat aku. Makasih banyak ya."
Aku tulus.

"Ah, nggak perlu berterima kasih lah ca. Anggap aja aku kakakmu, adekmu, sahabatmu, keluargamu. Aku akan jadi semuanya buat kamu. Aku juga ngerasa kok ditinggal orang yang kita sayang itu gimana. Kamu akan lalui semuanya bareng aku ca."
Aku memeluk havva. Dan dibalasnya

"Udah yuk, ntar fathan keburu bangun. Trus kehilangan permaisurinya lagi."
Aku tertawa.

Cklek.

Havva membuka pintu kamar bang fathan.
"Ca, aku bersihin badan dulu ya keruangan. Nanti abis maghrib ada jadwal operasi. Nanti kalau ada apa apa jangan lupa bel daruratnya atau langsung hubungi aku. Oke?"
Aku mengangguk paham.

Havva berlalu.

Aku membuka pintu kamar rawat inap bang fathan.
"Assalamualaikum"
Tidak ada jawaban.
Pemandangan pertama yang aku temukan adalah bang fathan yang teridur. Saat ini benar benar terlihat seperti orang yang sedang tidur. Tak ada lagi selang selang oksigen. Tak lagi pucat namun wajahnya sudah memerah.

"Assalamualaikum sayang."
Aku beralih menuju bang fathan. Mencium punggung tangan kanannya. Sementara tangan kirinya tempat terpasang infuse.

"Tadi abang nanyain caca ya? Tadi caca masih dirumah. Belum kesini. Ini caca baru sampai."
Aku berbicara pada bang fatahaan sementara bang fathan diam. Ya wajarlah. Bang fathan kan lagi tidur.

"Mulai saat ini caca akan terus disini jagain abang. Jadi abang nggak perlu cari cari caca lagi. Yang penting abang bangun."

Aku mengecup kening bang fathan.
Ada harapan yang aku alirkan. Semoga dia yang aku rindukan cepat kembali seperti biasa. Aku merindukannya.

_________________________________________

Hai hai😁
Lanjutin bacanya ya gais. Jangan lupa vote juga. Makasih gais

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang