••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Aku ingin menjadi seseorang yang membuatmu bahagia di tahun tahun mendatang. Saat kau duduk menikmati hujan dibalik kaca yang berembun seperti yang pernah kita lalui berdua, aku ingin menjadi kopi yang kau hirup dan mengalir ditubuhmu setelahnya.
Aku ingin menjadi seseorang yang membuat hatimu sendu di tahun tahun mendatang.
Saat kau tatap kursi kosong didepanmu tempat biasa aku dan kamu saling memandang,
Kau mengingatku sebagai makhluk yang pernah membuatmu jatuh pada cinta yang begitu dalam lalu setelahnya aku harus pergi pada tempat untuk selamanya berpulang.Aku ingin menjadi buku yang membuat air mata jatuh saat kau terlalu mengahsrati arti dari kata perkata. Aku ingin menjadi sastra yang membuatmu lupa akan luka yang aku torehkan dengan tidak sengaja.
Aku ingin menjadi orang yang kamu kenang pada tahun tahun mendatang. Ketika tanpa sadar kamu melamun dan seolah terseret ke masa lalu yang membuatmu ingat pada penggalan cerita yang kau lewatkan bersamaku. Lalu kau menangis setelahnya, karna menyadari bahwa takdir sudah memisahkan kita dan aku pergi tanpa membawamu bersama.
-Muhammad Fathan Alzikri-•
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Flash back on
"kok gitu banget sih mikirin caca?"
aku menghampiri fathan yang terduduk diruang tamu setelah pulang dari super market barusan."yang aku pikirin itu kenapa caca bisa ada di super market sebesar itu sendirian?"
tak mengerti dengan pola pikir fathan."loh, biasa aja kan? Itu kan hak caca untuk pergi kemana aja, emangnya lu siapa dia coba?"
aku duduk diebelah fathan sambil memakan ice cream yang baru saja aku beli di super market tadi."lu emang gak ngerti."
fathan membela diri. Kurang pengertian apalagi aku coba?"ya lu jelasin lah biar gua paham."
aku tak mau kalah"eh asalkan lu tau ya, dari kecil caca itu suka banget nangis dengan hal hal yang kecil. Mungkin itu yang menyebabkan orang orang menyebut caca cengeng. Padahal yang gua tau caca itu orangnya ambil ati banget. Bukan cengeng."
Aku mengangguk anggukan kepala"terus?" aku masih fokus dengan ice creamku
"caca itu suka banget kesasar va, gua takut nanti dia kesasar di mall dan.. ah, nanti kalau caca nangis gimana?"
aku benar benar tidak bisa menafsirkan pikiran fathan saat ini. Ini percuma dong kuliah diturki kalau kek gini ujung ujungnya. Masa pikirannya sesederhana itu?"eh, lu bego apa gimana sih cuy? Caca itu udah dewasa. Caca itu udah punya pikiran. Caca itu udah paham ngebedain mana yang baik dan mana yang nggak. Dan lu masih mikirin nanti caca kesasar atau nggak? Naif banget sih idup lo. Kasian gua sama mama papa yang udah ngebiayain kuliah diturki kalau ujung ujungnya bego kek inijuga. Ah, ngga abis pikir gua."
aku menjilati stik ice cream yang ice creamnya udah nggak ada."eh, lu sembarangan bilangin gua bego ya. Gua tampol kepala lu."
Tapi fathan ada baiknya juga sih menurut ku"va, gua mau ngelindungin caca. Gua mau jadi orang yang selalu nemenin caca kemanapun dia pergi. Gua mau jadi orang pertama yang akan meluk caca pas dia nangis. Gua mau jadi tempat bercerita pertama pas dia lagi seneng ataupun lagi susah. Gua mau bikin caca bahagia."
Terselip sebuah nada ketulusan didalam perkataan yang disampaikan fathan barusan.
Aku mendadak iba dengan fathan, setahuku dia begitu menyayangi caca sejak mereka kecil.
Dan yang membuatku salut adalah mereka masih sama sama mencintai sampai sekarang. Ah, mereka."kalau lu udah kek gitu than, gua jadi gak tegaan buat ganggu lo lagi. Gua tau kok lu itu tulus banget sama caca."
Fathan tersemnyum kearahku"menikahlah fathan. Percepatlah, kelak semua keresaahan yang lo rasakan saat ini akan tergantikan dengan ketenangan saat sudah diikat dengan tali pernikahan. Nikahi caca demi sebuah pahala dan keridhoan than, gua selalu dukung lo dengan caca."
Fathan tersenyum lagi dan memandang kearah yang lain"nanti lah gua pikirin lagi. Bagaimana bagusnya."
"udah lah, percepat aja. Nggak baik mikirin orang yang bukan siapa siapa lu. Apalagi dia bukan mahram, cewek lagi. Jangan nambah dosa aja idup lu."
fathan tertawa mendengar ucapanku barusan."nanti kalau gua udah nikah sama dia, gua nggak akan pernah biarin dia pergi sendirian kemana mana. Gua gak akan biarkan setets pun air mata jatuh dipipinya."
Aku tersenyum seraya mengaminkan semuaa ucapan ucapan yang baru saja di ucapkan fathan.Falsh back off
Aku mengingat setiap inchi pembicaraan pembicaraan yang aku lakukan dengan fathan sebelum dia menikah.
Darinya aku memetik sebuah pelajaran hidup bahwa cinta tak selamanya harus diekspresikan dengan cepat.
Darinya aku belajar bahwa diam dalam ketaatan lebih mulia dibandingkan harus berduaan dalam kemaksiatan.
Dari mereka aku belajar bahwa nyatanya diam diam memendam itu lebi baik dibandingkan berkoar koar. Ah, mereka memang menginspirasiku."udah sampai ya va."
perkataan caca menyadarkanku bahwa kami sudah terlalu lama saling diam. Aku terlalu terlarut dalam hayalan hayalan dan kenangan bersama fathan serta kekagumanku kepada suami istri Ini yang tiada habisnya.Aku membawa caca duduk disebuah bangku taman. Ah, aku bingung harus mulai dari mana menjelaskan ini. Ini lebih sulit dibandingkan harus berbohong kepada mama dan umi.
"temenin aku disini dulu ya ca. Aku penat banget."
ya, memang begitulah yang aku rasakan saat ini. Aku lelah lahir dan bathin. aku saja sudah merasakan hal seperti ini. Apalagi caca yang diposisii istri dari fathan."iya, aku temenin kamu. Makasih ya udah ngurus bang fathan."
hatiku teriris melihat caca yang tampak begitu tenang memandang langit yang sudah mulai memerah.
Dia memandang langit dengan tersenyum.
Aku tidak yakin apakah senyum itu akan masih sama jika aku memberi tahu bahwa suaminya sedang berada dalam keadaan koma untuk kedua kalinya.
Aku memalingkan wajahku untuk sekedar menghapus air mata yang barusan menggenang tanpa izin dipelupuk mataku."ca, apa yang membuatmu tersenyum seperti itu?"
aku berusaha sebiasa mungkin meski aku tau aku sedang kaku saat ini."tidak ada havva. Aku hanya bersyukur bahwa aku masih diberi nikmat hingga saat ini. Meskipun hatiku kacau, meskipun ragaku penat sekali. Aku bersyukur karena allah masih baik padaku."
Hatiku tercabik cabik saat mendengarnya."apa yang membuatmu mengklaim bahwa allah masih baik padamu?"
kadang aku aneh sendiri dengan pemikiran caca. Menurutku dia serumit fathan namun aku akan tersentuh sendiri jika suah menegrto amksud dari yang rumit tadi."awalnya aku mengira kau membawaku kesini untuk bertemu bang fathan. Makanya aku terlalu bersemangat untuk sekedar pergi ketaman. Pikirku kalian akan memberiku kejutan. Namun lamunan panjangmu dan tak ada tanda tanda kemunculan bang fathan membuatku sadar bahwa aku tidak boleh menemui suamiku meski hanya sekedar menyapa atau menatap matanya. Aku berfikiran bahwa allah baik karena pengalamanku, dulu aku beranggapan bahwa bang fathan jahat karena tidak mau lagi menemuiku. Ternyata aku keliru. Allah sudah merancang pertemuan seindah mungkin. Andai saja dulu aku sabar, aku tak akan menyiksa diri sendiri. Tapi aku kerap menyulitkan diriku sendiri havva. Jika kau akan mengatakan keadaan bang fathan bertambah buruk, aku tak akan menuntutmu untuk memberi perkiraan perkiraan kepadaku. Aku akan ikhlas menerima apapun itu, havva."
Aku sudah tidak mampu menahan air mataku saat ini. Aku menangis.
Tapi tiba tiba hpku berbunyi.Dokter hanif. Jantngku berdetak diluar batas normal.
"tunngu sebentar aku harus menjawab telfon."
Aku menjauh dari caca.Setelah mendengar berita berita diluar dugaan tentang fathan, sekarang aku memang tak tau bagaiana harus memberitahu caca. Aku berusaha tenang tapi tidak bisa setelah mendapat kabar ini.
"ca"
caca menoleh, itu membuatku bertambah sakit saat melihat dia masih tersenyum ah, aku benci senyuman itu."fathan, fathan.."
Detik selanjutnya aku sudah tidak lagi melanjutkan ucapan ku. Aku memeluknya dan menangis sekuat kuatnya."maafkan aku"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Menuju Syurga (END)
Teen FictionSelamat Membaca. COMPLETED !!!!!! ✔ (🔜 Revisi) Aku ingin menjadi seseorang yang membuatmu bahagia di tahun tahun mendatang. Saat kau duduk menikmati hujan dibalik kaca yang berembun seperti yang pernah kita lalui berdua, aku ingin menjadi kopi yang...