18| Said Asla' Muazzam

429 41 6
                                    

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Titik penyesalan terbesarku adalah ketika memutuskan untuk menjauh, namun pada akhirnya aku akan mencarimu juga. Tapi kala itu aku sudah tidak lagi menemukanmu.*

Author

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aku mematut diri didepan cermin.
Hari ini aku memakai baju warna baby pink dengan jilbab berwarna bridal white.
Aku hanya memoles wajahku dengan bedak tipis kemudian lipgloss agar terkesan tidak terlalu pucat.
Jangan lupa mata panda ku masih terpampang jelas.
Karena aku belum sempat istirahat.

Baru saja aku merebahkan dan manjakan diri ti atas kursi balkon, umi sudah menyuruhku untuk bersiap siap menghadapi orang yang entah siapa. Yang jelas menurutku dia benar benar tidak paham dengan situasi dan kondisi.

Caca kan baru pulang, baru aja rileks dari peraturan asrma masa jantung jaja harus kerja lebih ekstra lagi menghadapi kenyataan ini?

Aku menggerutu dalam hati.

"Cklek."
Aku melihat umi berdiri dibalik daun pintu kamarku.

"Ca, ayo turun."
Ternyata umi.

" Tamunya udah sampai mi?"
Aku mulai tidak tenang.

"Udah ca, udah 15 menit yang lalu malahan. Ngelamun ya?"
Umi menggodaku. Aku hanya tersenyum tipis.

"Umi duluan aja, nanti caca nyusul umi ke ruang tamu ya."
Aku ingin menstabilkan detak jantungku terbih dahulu.

"Baik, jangan lama lama ya nak. Kasian mereka nungguin kamu."
Aku menangguk. Umi menutup pintu kamarku.

"Aduuuuh, ini gimana ya allah. Caca harus bilang apa ya allah.."
Aku melompat lompat dan menggigit jariku.
Aku mondar mandir dan akhirnya berdiri lagi didepan cermin.
Aku menghirup nafas dalam dalam kemudian,

"Oke, mari keluar."
Aku memberanikan diri. Aku memegang gagang pintu dengan sangat pelan kemudian menekannya kebawah agar tidak menegeluarkan suara.

Aku mengarahkan telingaku keluar pintu. Terdengar gelak tawa dari arah ruang tamu.
Aku melangkahkan kaki keluar kamar

"Bissmillah."
Aku memantapkan hati.
Sempat terbesit harapan agar yang datang adalah bang fathan.

Ah, udahlah caca jangan berharap lebih.
Aku terus melangkahkan kaki dengan wajah yang aku tundukkan.
Sungguh aku tidak berani melihat situasi sekarang ini.

Seketika gelak tawa yang aku dengar tadi berubah menjadi diam saat aku sudah berada di dua tangga terakhir.

"Ma sya allah. Anakmu cantik sekali nafisha." Terdengar seorang perempuan mungkin sebaya umi sedang memujiku.
Apakah ini tidak berlebihan? Aku kan menunduk. Lalu bagaiamana coba ibu itu tau aku cantik apa bukannya.

"Duduk disini sayang."
Aku mengikuti instruksi abi yang akan mendudukkanku diantara umi dan abi.

Aku masih menunduk dan belum berani melihat siapa yang datang.
Aku tidak mencium aroma bang fathan.
Aku hafal sekali aroma parfumnya.
Atau, bang fathan sudah ganti parfum?

Setelah nyaman dengan posisi duduk, umi bicara. Ibu yang memujiku tadi bicara

"Jangan nunduk terus dong sayang, tengok siapa yang datang."
Aku salah tingkah karenanya.
Aku mengangkat wajahku pelan pelan karena aku yakin posisi laki laki itu tepat dihadapanku saat ini.
Aku melihatnya pelan pelan, dan?

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang