75| Kesadaran

334 23 0
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aku pernah mencari sebait paragraph baru. Barangkali ada yang serupa denganmu.
Tapi, aku tak menemukannya hingga aku menyelesaikan gumpalan tulisan ini.
Aku hanya menemukan apa yang aku cari pada bagianmu.
Dan akhirnya aku kembali pada halamanmu. Kembali lagi mengikuti syairmu
dan untuk kesekian kalinya,
aku (kembali) jatuh cinta padamu.

-author-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Fathan pov.
Setelah makan malam, aku dan caca menghabiskan waktu di depan televisi.
Caca memaksa untuk ditemani menonton film kesukaannya.
Harry potter.
Siapalah yang tidak kenal dengan film fantasi spektakuler yang akan tetap hidup sampai tahun tahun berikutnya itu.

Caca menyandarkan kepalanya ke bahu ku.
Entah kenapa hari ini caca terlihat sangat lelah.

"Abang, tadi pagi waktu abang pergi ke kantor caca muntah."
Aku mengalihkan pandanganku ke arah caca.

"Muntah? Kamu kenapa sayang?"
Aku berusaha untuk tidak panik seperti yang sudah sudah.

"Nggak tau. Tadi caca mau telfon abang tapi takut caca ganggu."
Aku ingin protes. Mengatakan kepadanya bahwa kapanpun dia menelfonku aku tidak akan pernag merasa terganggu.

"Terus caca gimana lagi?"
Aku berusaha sabar sebelum menjelaskan panjang lebar kepadanya.

"Caca telfon havva abang."
Sedikit lega karena yang dikabarinya terlebih dahulu adalah sepupuku, keluargaku juga.

"Terus?"
Aku masih mendengarkan penjelasannya.

"Terus dokter bilang kalau caca itu.."
Caca menggantungkan kalimatnya

"Bilang apa sayang?"
Aku makin penasaran dibuatnya.

"Bentar, caca mau ambil sesuatu dulu."
Aku semakin penasaran.

Caca berjalan ke kamar dan balik lagi membawa amplop berwarna merah muda.

"Dokter kasih ini bang."
Aku terheran, ada ada saja kelakuan dokter sekarang kalau ngasih surat ke pasiennya malah pake amplop merah mudah seperti ini.
Emangnya surat cinta?

"Udah di baca belum sayang?"
Aku membuka bagian amplop yang di lem.

"Belum bang, caca mau bukanya sama abang aja."
Aku tersenyum ke arahnya.

Aku menemukan benda berwarna putih persegi panjang. Setahuku benda ini namanya testpack.
Ya testpack kalau nggak salah.
What?
Testpack.

Aku melihat lebih teliti lagi dan
"Sayang?"

Aku berusaha menahan tangisku melihat kejutan yang diberikan caca.

"Iya abang. In sya allah abang akan jadi seorang ayah."
Aku memeluknya spontan. Tidak percaya dengan nikmat allah yang sangat besar ini.

"Sudah Berapa lama?"
Aku menghapus air mataku.

"Dua minggu, hehe."
Aku senang melihatnya senang.

"Alhamdulillah ya allah. Terima kasih Engkau telah mengamanahkan malaikat kecil untuk kami ya allah."
Aku bersyukur dengan sangat sangat dengan amplop yang di berikan cacaa.

"Makasih sayang."
Lanjutkun
Caca hanya tersenyum manis, tak tau harus berkata apa lagi.

"Besok kita ke rumah umi ya bang."
Aku mengangguk.
Paham.
Mungkin caca juga rindu dengan ibu kandungnya, selama ini dia hanya berkomunikasi melalui via telvon dengan umminya.

Aku dan caca kembali hanyut dalam film pada televisi.

Hingga filmnya telah selesai dan aku mulai terkantuk kantuk, aku mengajak caca untuk beristirahat.

"Dek, bangun. Kita tidur lagi ya? Kan filmnya udah selesai."
Tidak ada jawaban.
Aku sedikit menunduk agar wajahku dan wajahnya sejajar. Ternyata caca sudah tidur.
Aku jadi tidak sampai hati untuk membangunkannya.
Pasti caca sangat lelah hari ini.
Jadi aku berinisiatif untuk menggendongnya ke kamar.

Aku menidurkannya dan memberinya selimut,
Padahal tadi mataku sangat berat saat menonton televisi, namun saat mau tidur aku malah melek lagi.

Aku duduk di kursi tempat biasa caca menulis aksara aksara luar biasanya.
Posisiku adalah menghadap kepada caca yang sudah menyelam di alam mimpinya.

Aku memandang keluar jendela, ternyata langit malam ini sangat indah.
Seindah perasaanku yang diberikan allah kepercayaan untuk menjaga malaikat kecil di dalam rahim seorang perempuan yang sudah aku halalkan.

Aku memandang wajah caca.
Rasanya belum lama ini aku dan caca memakai seragam SMP.
Rasanya belum lama ini aku menjemputnya ke sekolah sebab umi dan abi sedang ada pekerjaan.
Rasanya belum lama ini aku pamit untuk melanjutkan SMA .
Rasanya belum ĺama ini, baru kemaren.
Tapi nyatanya tak lama lagi aku dan caca akan menjadi orang tua.

Hakikatnya perempuan diciptakan memang menjadi tempat untuk menuangkan kasih sayang.
Mereka tidak suka dikasari, apalagi dicuekin.
Lagipun, mereka tak pernah menuntut lebih.
Bukan, bahagia mereka bukan sebab harta, uang, kosmetik, tas tas mahal, sepatu sepatu berekelas, dan apalah itu,
Bukan. Bukan sebab itu.
Mereka hanya mau di mengerti.
Mereka hanya mau di pahami,
Bukan di biarkan sendiri.

Ada banyak perempuan perempuan kurang beruntung yang pernah aku temui. Mendapat perlakuan kasar dari laki laki yang dengan setulus hati mereka cintai. Mendapatķan luka dan lebam tidak menjadi alasan bagi mereka untuk tetap melayani sang suami.
Padahal, orang tua mereka terutama ayahnya sudah sedemikian cara berusaha menghidupinya dan mempercayakan anak perèmpuannya, tapi begitulah.
Tidak dunia namanya jika kita menemukan keadilan. Artinya, dunia bukanlah tempat yang tepat bagi pemburu kata adil.

Aku tidak mau menjadi salah satu dari mereka yang menyakiti perempuan seenak perutnya saja.
Aku akan menyayangi mama sebagai satu satunya perempuan yang jasanya tidak akan pernah terbalaskan.
Juga kepada aisyah,
Seseorang yang membuatku bersyukur tiada habisnya karna telah di izinkan untuk memilikinya, seorang perempuan yang menerimaku dengan segala kekurangnku dan masih tetap bersedia untuk menemaniku.
Allah, beri aku kekuatan untuk selalu menjadi yang terbaik baginya dan bagì anak anakku kelak.
Karna aku akan merasa gagal apabila menyakitinya,
Jangankan menyakitinya, melihatnya menangis saja aku tak sanggup.

Aku menghembuskan nafasku berat.
Melayangkan pandangan pada hamparan gemintang yang membentang di luar sana.
Aku bukan lagi seorang laki laki lajang yang bisa melakukan hal sekenanya saja.
Tapi, saat ini aku sudah memiliki tanggung jawab. Dan aku akan berdosa jika melalaikannya meski dalam hal kecil.
Aku tak ingin menjadi orang yang kufur akan nikmat yang diberikan sang pencipta.

Aku memejamkan mata, merasakan betapa baiknya sang maha kuasa.

"Abang."
Aku kembali membuka mata.
Caca bangun.

"Abang lagi ngapain?"
Aku masih duduk di kursi tempat caca biasa menulis.

"Ah nggak lagi ngapa ngapain. Adek kenapa bangun?"
Aku melangkah kearah caca.

"Caca haus."
Caca ingin duduk, mungkin ingin beranjak untuk mengambil minum.

"Tunggulah, abang akan ke bawah."
Aku berinisiatif mengambilkan minum untuk caca.

"Heh?"
Caca terheran.

"Biar abang yang kebawah sayang, kau lelah. Tunggulah di sini."
Aku melangkah keluar, tak mempedulikan caca yang bingung karna aku tiba tiba sepuitis sekarang.

"Dek, biarkan abang menjalankan peran dan tanggung jawab abang. Maaf jika selama ini abang sering meninggalkanmu sendiri saat bekerja atau lembur sehingga tak mempunyai waktu untukmu. Jadi biarlah abang berusaha semampunya."

Aku membatin mulai menuruni anak tangga

_________________________________________

Assalamualaikum readers 🖤
Masih suasana lebarankah?
Hmm, maaf ya beberapa hari author gak update new part.
Sekarang silahkan lanjutkan kembali bacaannya dear 🤗

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang