62| Sempurna

401 30 5
                                    

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Entahlah. Rindumu terlalu kuat sehingga membangunkanku. Mimpiku dipenuhi akan kamu. Dan ternyata aku juga sangat merindukanmu.

-Muhammad Fathan Al Zikri-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aku terbangun karena aku merasa ada yang menggenggam tanganku. Kuat namun lembut.
Aku belum sepenuhnya sadar karena yang aku ingat aku tertidur setelah shalat isya tadi malam.
Aku tertidur dengan posisi duduk dan meletakkan kepalaku di kasur bang fathan.

"Sayang."
Aku masih meyakinkan diri apakah aku sudah sadar atau masih bergelut dalam alam mimpi.

Memang, aku merindukan bang fathan dan tadi memimpikannya. Aku tak ingat apa alur mimpinya, tapi yang jelas ada bang fathan dalam mimpiku.

"Sayang."
Aku merasakan tangan yang tadinya menggenggam tanganku beralih untuk mengelus kepalaku.

Aku membuka mata. Perlahan lahan aku melihat bang fathan tersenyum kearahku.
Dan, hei! Ini bukan mimpi!

Melihatku terbangun, bang fathan terseyum.
"Sayang."
Aku membuka mata lebar lebar.
Benar.
Bang fathan.
Dia.
Dia bangun.

"Abang?"
Aku spontan berdiri.
Aku masih menggunakan mukenah saat ini karena tadi tertidur saat membaca ayat suci al qur'an disebelahnya.

"Assalamualaikum sayang."
Aku bahagia bukan main melihat bang fathan bangun.

"Uuw, walaikumsalam abang."
Aku mencium punggung tangan kanannya.

"Habis sholat apa sayang?"
Bang fathan bertanya seperti itu mungkin karena melihatku masih menggunakan mukenah. Aku yang masih tidak percaya melihat bang fathan bangun terlihat kikuk.

"Tadi caca abis sholat isya bang, caca tilawah disebelah abang. Tapi caca ketiduran."
Aku menjelaskan dan bang fathan masih saja tersenyum.

"Lama tak bersua ya."
Aku menahan air mataku mendengar bang fathan.

"Iya. Nampaknya tidur lebih menyenangkan bagi abang dibandingkan ketemu caca. Caca rindu abang"
Mengadah sudah tak mampu lagi menahan air mataku saat ini. Havva maagkan aku, aku tidak bisa untuk tidak menagis di depan bang fathan.

"Rindumu memanggilku humairah. Rindumu terlalu besar, sehingga menyelamatkanku yang hampir tenggelam. Mendekatlah."
Aku menuruti instruksi bang fathan.

Bang fathan menghapus air mataku drngan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya di pasangi infus.

"Kenapa kamu kurus sekali sayang?"
Bang fathan mengelus pipiku. Ah, aku benar benar merindukannya.

"Nafsu makan caca ikut tidur bersama abang."
Aku berkata jujur.

Lagi lagi bang fathan tersenyum.
"Berapa lama abang tidur sayang?"
Aku mengira ngira

"Tiga minggu kurang lebih bang. Selama itulah caca kangen."
Bang fathan mengelus pucuk kepalaku saat ini.

"Hehe, maafin abang ya sayang. Sore itu abang buru buru banget. Makanya nggak lihat ada anak kecil yang nyebarang."
Aku menagngguk dan membersihkan sisa sisa air mataku.

"Abang, caca panggil havva dulu ya. Mau pastika kondisi abang."
Aku tidak mau teledor lagi dengan kondisi bang fathan.

Bang fathan mengangguk. Kurasa kondisinya belum terlalu stabil.

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang