وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {مَا تَجَّرَعَ عَبْدٌ جُرْعَةً أَفْضَلُ عِنْدَ اللهِ مِنْ جُرْعَةِ غَيْظٍ كَظَمَهَا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى}.
"Tidak ada seorang hamba yang meneguk satu tegukan (menerima musibah) yang lebih utama di sisi Allah dari pada satu tegukan yang berat yang ditahan untuk mencari ridha Allah ta'ala."
"Sebelumnya saya ingin bertanya dulu kepada bapak fathan."
Aku duduk berhadapan dengan dokter yang menangani caca barusan."Iya dok."
Aku irit dalam mengeluarkan suara dan kata kata. Karena memang susana hatiku benar benar tidak baik."Sudah berapa lama bapak fathan dan ibu aisyah menikah?"
Aku sedikit terheran dengan pertanyaan dokter. Aku pikir dia bertanya mengenai penyakit caca."Sudah satu tahun?"
Dokter itu melanjutkan pertanyaannya."Sudah dokter."
Aku menjawab dengan tuntas."Ibu aisyah sudah memasuki 3 bulan usia kandungan. Apakah ibu aisyah mengonsumsi obat obatan?"
Aku berfikir sejenak. Seingatku caca tidak minum obat apapun apalagi selama dia hamil."Tidak dokter."
Aku menjawab"Bulan ini, ibu aisyah sudah kontrol bulanan?"
Dokter itu bertanya dengan tenang."Sudah dokter. Tadi siang tepatnya."
Aku belum mengerti kemana arah pembicaraan ini."Bagaimana keadaan janin di dalam kandungan ibu aisyah? Apakah dokter memberitahu sesuatu?"
Aku tertegun."Tadi siang saya tidak ikut menemaninya kontrol dokter. Pekerjaan mendadak. Sebenarnya saya memang sudah berencana tapi tidak bisa."
Aku menjelaskan.Dokter itu menghela nafas, singkat.
"Bulan lalu, apakah dokter kandungan ibu aisyah pernah bilang tentang kondisi bu aisyah?"
Aku menelan saliva.
Bulan lalu aku juga tidak ikut bersamanya ke rumah sakit untuk kontrol bulanan."Bulan lalu saya juga tidak ikut serta menemaninya dokter."
Aku menjawab jujur.Dokter itu menghirup nafas lagi, kali ini lebih panjang di bandingkan sebelumnya.
"Begini pak. Sedikit saya ingin berbagi cerita agar pembicaraan kedepannya sedikit nyambung dan bapak mengerti apa maksud saya memanggil bapak ke ruangan ini."
Aku mengangguk dan mendangarkan dokter tersebut."Bekerja dan mencari nafkah adalah kewajiban kita sebagai seorang suami. Kita pasti sudah mengerti dengan ayat itu.
Tapi kadang Tuntutan kerja malah memaksa kita lalai dalam melunasi kewajiban kewajiban lainnya. Begini pak fathan, awal awal pernikahan saya juga kesulitan dalam membagi waktu antara keluarga dengan pekerjaan. Apalagi profesi saya sebagai dokter. Banyak sekali aktivitas yang seharusnya dilakukan berdua dikerjakan sendirian oleh istri saya. Sehingga kala itu istri saya kelelahan dan di rawat di rumah sakit."
Perlahan lahan aku mulai paham kemana pembicaraan ini di tujukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Menuju Syurga (END)
Novela JuvenilSelamat Membaca. COMPLETED !!!!!! ✔ (🔜 Revisi) Aku ingin menjadi seseorang yang membuatmu bahagia di tahun tahun mendatang. Saat kau duduk menikmati hujan dibalik kaca yang berembun seperti yang pernah kita lalui berdua, aku ingin menjadi kopi yang...