58| Koma

337 32 10
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Kelak kamu akan lupa. Sedihmu hari ini hanyalah sementara. Disaat kamu sudah disibukkan dengan aktivitas aktivitas baru, orang orang baru atau mungkin hati yang baru. Pikiranmu akan lupa tentang kesedihan hari ini dan aku. Sedihmu akan usai dan dukamu akan selesai. Percayalah. Kamu juga akan bahagia pada episode hidup selanjutnya

-Muhammad Fathan Al Zikri-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••


Aisyah pov.
Havva menarikku, katanya dia ingin aku temani ditaman.
Tak seperti biasanya, selama diperjalanan havva hanya diam.
Beberapa kali dia tertabrak perawat yang berlalu lalang karena melamun saat berjalan.
Paham lah aku sekarang.
Tak aka nada bang fathan ditaman nanti.
Tak aka nada kejutan yang tadi sempat terangan dalm pikiranku untuk terjadi.
Tak apa, aku sudah banyak belajar tentang keikhlasan hari ini

"temenin aku disini dulu ya ca. aku penat banget."
Aku mengangguk memebenarkan ucapan havva. hari ini terlalu melelahkan.
Menguras energi yang tertinggal baik dalam raga maupun jiwa.
Aku tak ingin menerka nerka keadaan bang fathan lagi.
Biarlah allah yang mengatur segala scenario dan schedule yang pasti akan memberika hikmah terbesar dibalik setiap peristiwa yang diberikan Nya.
Aku memandang langit yang sudah menguning. Ah, sebentar lagi senja akan datang lagi.
Entah sudah berapa lama kau tak melewati senja dengan bang fathan.
Biasanya kami akan duduk di balkon kamaruntuk menikmati senja dengan sejuta cerita.
Ah aku sungguh merindukannya, bang fathan lagi mimpi apa ya? Dia tidur nyenyak sekali.

Aku tersenyum mengingat setiap inchi kenangan yang sudah aku lalui dengan bang fathan.
Havva juga sama sepertiku. Diam.
Namun detik selanjutnya dia mulai menanyakan beberapa hal kepadaku.
Aku menganggapinya dengan biasa.
Karena mungkin memang kadar keanehan dalam diriku bertambah sore ini.
Aku percaya itu.
Sesekali kulihat havva memalingkan wajahnya hanya untuk menghapus air mata.
Aku tau dia menangis saat ini, tapi biarlah. Mungkin begitulah caranya melepas penat setelah melewati hari hari yang memberatkan. Aku tetap tersenyum dan mensyukuri apa saja yang sudah terjadi hari ini.
Atau barangkali dia menangis karena keadaan bertambah buruk? Ah, aku bukannya tidak peduli dengan baik atau buruknya keadaan bang fathan, aku hanya menunggu havva bercerita dengan sendirinya.

Havva bertanya banyak hal.
Mulai bertanya kenapa aku tersenyum sore ini, dan terus bertanya tentang banyak hal.
Aku menjawabnya dengan tenang.
Aku tak lagi menuntut apa apa kepada havva meskipun itu hanya sekedar kabar.
Pun ketika wajah havva bertambah murung sesaat sesudah dia menerima telfon yang kau tidak tau siapa.
Aku tau, havva memiliki kabar yang akan disampaikannya kepadaku sore ini tapi dia belum berani untuk mengungkapkannya.
Gerak gerik havva terlalu mudah untuk dibaca. Seakan kabar sore ini begitu buruk sehingga membuat havva yang ceria dan cerewet bungkam.
Untuk itu, aku yang mengajaknya bercerita terlebih dahulu.
Aku yang mengajaknya berputar putar agar keadaan bertambah relaks.
Hhhfft... apapun itu, suatu saat nanti kalian akan dihadapkan dengan suasana seperti ini.

Aku mulai bercerita tentang penungguanku terhadap bang fathan kepada havva karena memang dia menanyakan masalah itu.
Aku juga bercerita kenapa aku kerap dikatakan sebagai seseorang yang cengeng bahkan aneh. Pun aku juga menceritakan tentang betapa bersyukurnya aku dipertemukan kembali dengan bang fathan dalam ikatan perniakahan.
Namun aku tak menceritakan satu hal.
Yaitu tentang rindu yang semakin menjalar semenjak bang fathan diam dan bungkam.
Ah, biarlah aku yang merasakannya seorang.

Diam kembali terbentang diantara kami. Sementara langit semakin memesona dengan warna warna indahnya.

"ca, giliranku yang bercerita."
Aku mengalihkan pandangan dari langit kepada havva yang wajahnya sudah memerah karena menangis. Ah mungkin ini saatnya.

" berjanjilah padaku untuk tidak memberitahu siapa siapa, karena aku tak mau kau disalahkan dalam masalah ini. Tapi yang jelas, kau akan melewati keadaan ini bersamaku. Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri dalam masalah ini. Aku hanya tak ingin kau dianggap bersalah oleh siapapun aisyah."
Terdengar serius. Dan lagi lagi aku mencoba untuk tenang.

"iya havva. aku janji."
Aku memenuhi permintaan havva

"satu lagi, kau harus berjanji denganku agar tidak menangis."
Terdenagr sangat sulit, tapi aku harus mencobanya.

"tadi sewaktu fathan aku bawa ke ICU, keadaannya bertambah buruk. Detak jantungnya melemah dan bagian kepalanya yang retak memerah. Aku tidak menegrti apakah itu infeksi atau bukan."
Aku masih menatap havva. sekuat mungkin aku mencoba untuk tidak memangis.
Sekuat mungkin aku coba untuk tetap menatap havva tanpa menghadirkan air mata. Havva terlihat menarik manfas.

"lalu, aku bersama dokter hanif menangani fathan dengan cepat. Dokter hanif menggunakan defribrilator untuk merangsang jantung fathan. Alhamdulillah detak jantungnya lebih kuat di banding sebelumnya. Tapi, kau harus tau satu hal."
Aku masih menatap havva. kurasa ekspresiku saat ini sudah menggambarkan bahwa aku sedang bertanya apa yang dimaksud havva

"fathan koma sekali lagi."

Allah, ambillah segala sesuatu jika itu tidak baik untuk hamba.
Ya allah, pertahankanlah sesuatu jika itu baik bagi hamba.
Abangku koma lagi.
Tapi aku yakin allah tidak meninggalkannya. Aku mencoba untuk menahan tangisku sekuat mungkin. Aku mengadah agar air mataku tidak jatuh.
Apapun itu, allah akan memberikan yang terbaik untukku dan bang fathan.
Aku mengangguk anggukkan kepala.
Tidak ada kata kata yang waw keluar dari mulutku.

"setelah mendapat penjelasan dari dokter hanif, aku menelfon mama. Aku mengatakan bahwa tidak usahlah datang ke rumah sakit dulu karena fathan sedang di ICU dan mereka mengerti. Aku juga mengabari umi dan Alhamdulillah semuanya paham. Aku tidak ingin mereka tau tentang keadaan fathan. Aku yakin semua oknum akan menyalahkanmu dengan dalih terlambat mendapatkan pertolongan."
Aku baru menyadari bahwa pentingnya suara decitan dari benda kecil disamping bang fathan itu.

"yang menelfon barusan itu dokter hanif. Dia bilang bahwa jantung fathan kembali melemah bahkan lebih lemah dibandingkan sebelumnya. Aisyah, saat ini selain bantuan dari oeralatan medis, kita hanya menunggu keajaiban dari alah akan fathan. Aku harap kau tak putus putus memohon kepada allah agar diberikan yang terbaik untuk fathan dan juga untukmu."

Allah.
Bantulah aku untuk kuat.
Bantulah aku untuk ikhlas.
Bantulah aku sabar dalam menerima ujian dari-Mu.
Berkali kali aku mengadah untuk menahan air mataku. Aku tau, sedikit sekali kemungkinan bagi bang fathan untuk sembuh lagi dalam waktu yang cepat.

Aku pasrah ya allah.
Aku tau Engkau akan memberikan yang terbaik untukku dan juga untuk bang fathan.

"menangislah aisyah. Jangan terlalu memaksakan diri. Kau terlalu lelah hari ini. Aku janji tidak akan meninggalkanmu sekalipun aku sibuk."
Aku memeluk havva sekuat kuatnya.
Tapi aku tidak menemukan ketenangan seperti ketika aku memeluk bang fathan.

"aku akan selalu bersamamu, saudariku."
Setidaknya perkataan havva selalu menengkan.

Bang fathan, cepatlah bangun. Caca rindu banget. :(

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang