45| Sempurna

485 40 5
                                    

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aku mengenangmu seiring saat teduhnya hujan di senja itu dan bersamaan dengan keringnya secangkir tiramissu.

-Author-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••


Aku terbangun lalu pada pukul 02.45
Selalu saja jam segini hatiku terpanggil untuk melaksanakan shalat malam.
Aku berencana untuk segera mengambil wudhu kekamar mandi, baru setelahnya akan kubangunkan bang fathan untuk mengajaknya sholat malam bersama.
Aku mersakan ada sesuatu yang berat membebani perutku.
Aku menemukan tangan kanan bang fathan sedang bertengger disana.
Aku tersenyum dan melepasnya pelan.
Dia tidak terusik sedikitpun saat aku menurunkan tangannya perlahan.

Aku masih menggunakan jilbabku didepan bang fathan. Karena aku belum berani untuk menunjukkan mahkota ku kepadanya.
Perlahan aku menyapukan sejuknya air wudhu ke anggota anggota wudhu ditubuhku.
Kemudian memakai jilbab lagi setelahnya.

Saat keluar dari kamar mandi aku masih menemukan bang fathan terlelap dengan nyaman diatas tempat tidur.
Aku berjalan kearahnya pelan dan iseng memegang pipinya karena tanganku dingin oleh air wudhu.
Tapi bang fathan tidak ada respons sedikitpun.
Hanya ada gerakan gerakan kecil yang membuat rasa nyamannya terusik.
Ah, aku kasihan sekali melihatnya yang terlihat sangat kelelahan.
Aku urung untuk membangunkannya dan menarik tanganku kembali.

Aku terkejut saat pergelangan tanganku diraihnya lembut.

"Kenapa tangannya gak stay aja dipipi abang sayang?"
Suaranya khas seperti orang bangun tidur.
Karna memang iya kan bang fathan baru bangun, hehe.

"Hehe, caca jadi nggak niat bangunin abang buat sholat. Abang kelihatannya lelah banget. Caca kasian tengok abang."
Aku kikuk mengatakannya.

"Abang udah bangun saat ada yang mindahin tangan abang tadi."
Dia memandangku sekilas sambil tersenyum.

"Hahaha, caca kan mau ke kamar mandi."
Aku membela diri.

"Abang wudhu lagi ya. Nanti caca siapkan baju sama sajadahnya."
Bang fathan masih menatapku dengan tersenyum.
Posisinya sudah duduk namun matanya masih setia menatapku.

"Ada apa abang? Ada yang aneh?"
Aku meraba bagian atas kepalaku namun tidak menemukan apa apa.

"Abang heran aja."
Aku mengerutkan keningku sebagai jawaban.

"Kok kamu cantik banget sih."
Spontan aku menungkupkan tanganku sendiri kepipiku saat mendengar pujian dari bang fathan. Kurasa pipiku sudah memerah sekarang.

Bang fathan kemudian berdiri.
"Tuh kan, tambah cantik kalau pipinya lagi merah gini."
Pipiku memanas.
Bang fathan tertawa melihat ekspresiku.

Setelah bang fathan sudah benar benar masuk kekamar mandi aku bergegas mengambil baju koko untuk abang dan meletakkannya di lemari kamar ganti.
Menggelar dua sajadah untukku dan juga untuk imamku ini.

Aku duduk diatas sajadah sambil terus berdzikir menunggu bang fatahn.
Bang fathan keluar dari kamar ganti sudah lengkap memakai baju koko, sarung serta pecinya.

"Yuk sayang, sholat."
Kami tenggelam dalam khusuknya sholat malam. Sholat yang baru tadi malam aku kerjakan sendiri sekarang sudah ditemani oleh imam pilihanku dan juga pilihan allah.
Ah, sampai kapanpun aku tidak akan pernah berhenti untuk bersyukur karena diizinkan menjadi makmum sekaligus istri dari seorang bang fathan.

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang