94| Kelanjutan

362 23 0
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Sementara rindu dan kenangan sedang bergelora, biarlah aku menghanyutkan diri pada pesona hujan.

Sebab kepadamu, rinduku sudah terbiasa dan kenangan bersamamu adalah mimpi yang paling bahagia.

Author

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aisyah pov.
Dunia adalah sebuah panggung. Dan kita adalah beberapa tokoh yang menjalankan peran yang sudah di rancang oleh Sang Sutradara.
Mau tidak mau, siap tidak siap.
Kita harus menjalankan peran, apapun itu.

Kita adalah tokoh utama dalam cerita kita sendiri,
Maka tidak heran jika dalam cerita orang lain, kita hanyalah sebuah figuran atau ekstra.

Semua mendapat giliran untuk mendapatkan klimaks dari sang penulis.
Tergantung kitanya, mendalami peran atau malah menyalahkan keadaan.
Ya, kalimat barusan sebagai salah satu bentuk penjabaran dari pepatah hidup layaknya roda yang berputar.
Kadang kita di posisi lebih, kadang kita di posisi kurang.
Kita akan bahagia sebelum pada akhirnya kesedihan menghampiri.

Tapi, siapa yang tau?
Sketsa pelangi yang dibuat sang penulis lebih indah setelah adanya nestapa.
Ya, kembali pada ayat barusan.
Tergantung kitanya dalam menyikapi peran.

Sama sepertiku.
Semakin lama kita menjalani kehidupan, akan semakin banyak pula pelajaran yang ada pada setiap pengalaman yang akan mendewasakan.

Semua kesedihan, kekecewaan dan pengkhianatan akan mengajarkan sebuah ketabahan.

Semua kebahagiaan, kegembiraan dan kesetiaan akan mengajarkan makna dari kasih sayang.

Dua tahun adalah waktu yang cukup untukku mengobati luka dan kepahitan setelah di tinggalkan oleh sang buah hati.
Aku rasa, lingkungan yang baik, keluarga yang baik serta sukungan orang orang tersayang ternyata berperan besar dalam menuntunku mencapai sebuah keikhlasan.

Bang fathan,
Seorang laki laki luar biasa yang selalu mengajarkanku nilai nilai juang dan selalu membawaku ke jalan kebenaran adalah salah saty pendukung terbesar kenapa aku bisa setegar dan setabah sekarang,
Baik baik di syurga ya naak.

Bang fathan telah menceritakan semuanya.
Siapa itu dokter thifa, mengenai obat yang aku minum, mengenai pendarahan dan bagaimana aku bisa sembuh.
Bang fathan sudah menceritakan semuanya.

Peluk cinta serta sorot keikhlasan dari mata bang fathan mengajarkan berfikir positif bahwa allah akan memberikan balasan terhadap apa yang manusia kerjakan.
Tugasku adalah, ikhlas.
Menganggap kejadian yang sudah berlalu sebagai pelajaran bagaimana aku bisa lebih berhati hati kedepannya.

Sejak calon bayi pertamaku kembali ke syurga, hingga dua tahun setelahnya atau sampai saat ini aku belum di karuniai seorang bayi.

Apapun nantinya, aku ikhlas dengan keputusan sang sutradara. Aku tidak akan menyalahkan siapapun di atas kejadian yang sudah menimpaku dan bang fathan.

Pernah waktu itu aku meminta bang fathan untuk menikah lagi untuk mendapat keturunan karena aku tak kunjung hamil, namun bang fathan menolak dengan sangat tegas.

"Aisyah, menikahimu adalag keputusanku. Apapun yang terjadi kedepannya adalah resikoku. Aku tidak akan mengecewakan seseorang yang selama ini aku perjuangkan. Ikhlas berbagi untuk hal seperti ini susah aisyah. Percayalah. Allah sudah merancang semuanya kenapa kita yang tidak tenang? Cukup kali ini saja kau memintaku untuk menikah lagi aisyah. Setelah ini aku tak ingin mendengarnya lagi karena aku akan menghabiskan sisa hidup bersamamu seorang."

Kata kata bang fathan selalu meyakinkan bahwa dia akan tetap bersamaku apapun keadannya.
Bagi perempuan manapun, itu sudah lebih dari sekedar cukup untuk membahagiakan hatinya.
Perempuan mana yang tidak bahagia jika pasangannya setia?
Dan sejak saat itu aku tidak pernah lagi membahas masalah pernikahan bersama bang fathan.

Hari hari aku jalani dengan biasa.
Menjalani peran sebagai seorang istri ternyata tidak begitu memberatkan.
Peran mama, papa, umi dan juga abi selalu ada saat aku butuh mereka.
Aku mensyukuri kehisupan meski allah belum mempercayakanku untuk memiliki buah hati sekali lagi.
Tapi aku percaya masa itu akan datang cepat atau lambatnya.

Yang penting, aku sudah ikhlas.

"Sayang, ayo. Nanti kita terlambat."
Ajakan bang fathan menyadarkanku dari lamunan panjang barusan.

"Iya bang, ini udah mau selesai."
Aku menyematkan hiasan hijab kecil berbentuk bunga di bahu sebelah kanan.

"Ma sya allah. Kau selalu cantik, humairah."
Aku menerima belaian jemari bang fathan di pipiku.

"Eh, ayo berangkat sekarang bang. Mana tau kita di tungguin."
Tidak mau salah tingkah terlalu lama, aku menarik tangan bang fathan untuk segera pergi.

"Kadonya udah kan bang?"
Aku memeriksa ke belakang mobil

"Udah kok sayang. Udah semua."
Aku mengangguk dan hendak menaiki mobil.
Seperti biasa bang fathan selalu membukakan pintu mobil untukku.

"Caca bisa sendiri kali bang."
Dan aku selalu mengucapkan kalimat ini setrlahnya.

"Apapun yang biasanya bisa untuk kamu lakukan sendirian, akan terasa istimewa jika dilakukan bersama abang."
Aku terkekeh pelan.

Mobil melaju pelan membelah jalanan kota semarang menuju gedung yang hari ini di jadikan sebagai gedung resepsi pernikahan.

Aku dan bang fathan termasuk tamu yang datang lebuh cepat dari undangan yang diberikan. Sengaja, agar tidak terlambat jika ada macet atau hambatan lainnya.

"Sayang, ada yang mau di beli? Atau ada yang mau dimakan?"
Bang fathan menawarkan.

"Hmm, kayaknya nggak deh bang. Perut caca nggak enakan. Biasa masuk angin."
Tadi malam AC di kamarku memang sedikit lebih dingin dari biasanya dan aku tidak menggunakan selimut.
Bang fahan sudah mewanti wanti namun aku melepaskan selimut setelah bang fathan tertidur.

"Kan abang udah bilang sayaang, jangan lepas selimutnya. Ah, kamu nakal. Nggak nurutin perkataan suami. Ntat kita kedokter deh."
Aku tertawa melihat ekspresi bang fathan.

"Hahah, diih abang lebay banget. Masa cuma amsuk angin doang harus ke dokter? Kan bisa di kasih minyak kayu putih dan sejenisnya mah."
Aku masih tertawa.

"Besok besok jangan di ulangin lagi ya sayaang. Abang nggak mau kamu kenapa napa loh. Jangan bikin khawatir."
Penjelasan bang fathan membuatku tersenyum.

"Iya iya abang. Kan caca selalu ngasih tau abang apa yang caca rasain."
Aku menggenggam tangan kiri bang fathan yang sedang terlepas bebas untuk meyakinkan.
Bang fathan membalasnya.

"Disini kan tempatnya sayang?"
Bang fathan bertanya

"Iya bang. Tuh, ada foto kedua mempelai. Iih, gemesin banget sih mereka."
Aku dan bang fathan tertawa singkat sembari memarkirkan mobil diarea yang strategis.

Hehe, teduh maksudnya.

"Kita waktu resepsi kek gini gak bang?"
Aku bertanya sebelum turun.

"Ah beda laah. Kamu lebih cantik dari mempelai wanita saat ini. Jauh lebih anggun. Ih, bersyukur banget deh abang punya istri kek kamu."
Aku tertawa.

"Eleh, lagi ngegombal pak?"
Aku mencemeeh.

"Eh, gombalin istri sendiri pahala kali buk. Lagian yang di gombali juga seneng."
Bang fathan membalas.

Kami tertawa bersama.

"Yuk turun sayang."
Bang fathan menyudahi aktivitas tertawaku.

"Yuuuk."
Aku turun dan langsung menggenggam tangn bang fathan.

"Jangan kek gini, kek gini aja."
Bang fathan melepas genggaman tanganku dan mengubahnya menjadi posisi gandengan ala ala.

"Kita akan ngalahin pengantin baru ntar. Hahaha."
Aku tertawa mendengar bang fathan.

Ah, bang fathan.

_________________________________________

Jangan lupa vote gaaais🥰

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang