••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Menetaplah lebih lama lagi.
Senja tak akan kuasa bila aku tatap sendiri.
Malam tak akan leluasa jika di temani sepi.
Hujan akan bertambah dingin jika aku hanya seorang diri.
Menetaplah.
Karena mentari tak akan bergelora jika kita tak bersama.Author
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Nabila pov.
Aku membuka mata pelan pelan.
Membiarkan kesadaran benar benar membasuh mata yang belakangan ini di paksa untuk tidur.
Aku haus sekali.
Aku merasakan ada seseorang yang menggenggam tanganku.
Aku menoleh,
Ternyata benar.
Havva sedang menggenggam tanganku dengan mata terpejam.
Aku tidak tau sudah berapa lama dia melakukannya, tapi sekarang aku sudah bisa membalas genggamannya.Aku mengeratkan jariku di antara jari jariny.
Pergerakanku membuatnya membuka mata dan memanggilku."Ma?"
Selain suara havva, aku dapat mendengar suara mas hasan dan juga suara seorang perempuan.
Kalau aku gak salah, itu adalah suara nafisa."Ada apa havva?"
Benar saja, nafisa bertanya kepada havva dan mendekat"Mi, mama mebalas genggaman havva."
Havva menujunjukkan tanganku dan tangannya yang tertaut kepada nafisha dan mas hasan"Nabila."
Aku merasakan tangan mas hasan mengelus kepalaku.Aku tidak tau sejak kapan aku tertidur disini yang aku ingat dengan persis waktu itu adalah waktu sebelum operasi transplatasi rahimku ke caca,
Keluarga yang lain belum tau kalau aku adalah pendonornya"Cepat panggil dokter."
Aku mendengar nafisha meminta havva untuk memanggil dokter.
Jujur, aku tidak merasakan sakit di manapun. Baik di perut karena bekas operasi atau di bagian kepala. Aku merasa baik baik saja.
Pusing sedikit wajar karena aku tidur"A-aisyah."
Baru aku ingat.
Bagaimana keadaan gadis itu sekarang?
Dimana dia sekarang dan bagaimana keadaannya?
Apakah usahaku untuk membantunya berhasil? Atau malah percuma?"Nabila."
Aku menangkap raut khawatir di wajah mas hasan. Ingin aku mengatakan bahwa aku baik baik saja namun pikiranku sedang tidak sinkron dengan hatiku.
Aku sedang memikirkan aisyah.
Diama dia saat ini?"Mas, aisyah."
Akhirnya aku memutuskan untuk menanyakan aisyah kepada mas hasan. Aku rasa mas gasan tau dimana keberadaan menantu yang sudah aku anggap seperti anak kandungku sendiri"
Aisyah baik baik aja bil, kamu gimana? Apanya yang sakit?"
Nafisha.
Ah, aku tau betapa kecewanya ia sewaktu dokter menjelaskan bahwa rahimnya tidak bisa di donorkan kepada asiyah mengingat dia juga memiliki kondisi fisik yang lemah.Aku balas nafisha dengan sebuah senyuman.
Harap harap dia tidak merasa bersalah yang berlebihan lagiCklek.
"Permisi."
Aku mendengar suara seorang laki laki memasuki ruangan ini"Saya mau cek kondisi pasien dulu ya."
Dokter mulai memeriksa ku yang di bantu dengan dua orang suster."Hm, baik. Ini juga baik."
"Baik bapak, ibu dan dokter havva. Keadaan ibu nabila sudah membaik. Selanjutnya ibu nabila akan kembali normal seperti biasa hanya butuh sekitar dua atau tiga hari baru di perbolehkan berjalan dan melakukan aktivitas seperti biasa. Jahitannya aman dan kondisi bagian dalam juga aman. Kalau ada apa apa silahkan panggil saya kembali. Permisi."
Sudah ku bilang. Aku baik baik saja"Ma, caca keluar bentar ya. Mau nelfon fathan dulu."
Saking fokusnya memikirkan caca, aku hampir melupakan anakku sendiri."Ini minum dulu bil."
Fisya memberikan air mineral kepadaku.
Aku yang sedang di landa rasa haus yang sangat langsung menenggaknya."Pelan pelan sayang."
Masih sempat ku dengar mas hasan menasehati."Fisya. Apakah caca baik baik saja?"
Aku bertanya setelah ku rasa hausku sudah hilang."Alhamdulillah baik bil. Makasih banyak ya. Aku nggak tau mau balas dengan apa."
Fisya tulus.
Aku memang sudah lama berkawan baik dengan nafisya"Alhamdulillah. Udah lah fisy, nggak usah ngomong kayak gitu. Kita ini keluarga yang harusnya ada di setiap kondisi. Menopang semuanya."
Aku menjelaskan dengan senyuman."Oh ya. Maaf juga aku sama mas hasan nggak ngasih tau siapa siapa. Sengaja. Karena kalau kalian tau aku pendonornya aku yakin kalian semua pasti ngelarang."
"Assalamualaikum."
Seseorang mengucapkan salam"Walaikumsalam."
Kami serempak."Mama. Mama baik baik aja? Mama apanya yang sakit ma? Mama kok nggak bilang ke fathan dulu ma?"
Fathan langsung menghambur dengan pertanyaan yang bertubi tubi."Ah, lu mama baru bangun ngomong pelan pelan kek. Ini katak kran mushola aja lu."
Havva menimpal."Alhamdulillah. Mama baik baik aja. Serius ini dari mama baru bangun tadi mama cuma ngerasa kayak baru bangun tidur. Nggak ngerasain sakit apa apa. Cuma puyeng dikit doang mungkin karna lama baring."
Aku jujur."Ma, makasih banyak loh udah berkorban buat caca. Makasiiih banget."
Fathan masih ngoceh.
Aku tersenyum dan mengelus kepalanya."Aku mau minta satu permintaan lagi sama mas, fisya, fathan dan juga havva."
Ada satu yang tertinggal.Semuanya menatapku dengan penasaran.
"Saat caca sudah sadar nanti, jangan bilang kepadanya kalau dia transplatasi rahim apalagi memberitahunya bahwa aku adalah pendonornya."
"Kenapa ma?"
Fathan adaalah penanya pertama."Karena mama takut dia merasa tidak percaya diri untuk bisa hamil lagi. Mama takut dia akan menturuhmu nikah lagi dan mama sungguh tidak mau. Jikapun dia tau kalau dia transplatasi rahim dan pendonornya mama, pasti caca akan ngerasa segan atau apalah sama mama. Mama nggak mau caca ngerasa beda sama mama.
Mama mau semuanya berjalan normal.
Bisa?"
Sebisa mungkin aku merayu semuanya."Tapi, bagaimana dengan dokternya?"
Mas hasan penanya selanjutnya."Biar havva yang ngurus pa. In sya allah bisa dokternya. Havva akan jelasin dan mudah mudahan dokternya paham."
Havva mendukung."Havva setuju denfan pendapat mama. Caca orangnya perasa banget. Nanti dia akan terbawa pikiran dan akan bertambah buruk kedepannya."
"Tapi ma, kalau caca tanya kemana bayinya gimana? Gimana fathan jawabnya?"
Ah iya, aku melupakan bagian itu.
Pasti dia akan bertanya masalah itu."Begini. Menurut umi bilang ke caca kalau caca keguguran karena terlalu kelelahan.
Biar umi tang bantu jelasin.
Menurut umi, jika kita ngasih tau kalau caca transplatasi rahim sedihnya akan lama.
Tapi kalau kita bilang dia keguguran katena kelelahan, masuk akal saja.
Kita semua kehilangan sang bayi bukan?
Meski berat kita harus tetap ikhlas dan harus selalu mendukung caca agar tidak berputus asa."
Fisya menyalurkan dukungan selanjutnya."Kalau papa sih ikut ikut aja. Kan berbohong deni kebaikan itu gak apa apa kan?"
Kami tergelak bersama melihat ekspresi mas hasan yang terlihat tak mau ikut campur.
"Mau kan ngabulin permintaan bila?"
Aku mengulangi sekali lagi."Havva dukung."
"Umi juga"
"Fathan juga dong."Alhamdulillah. Semuanya mendukung.
Ini aku lakukan demi kebaikan aisyah, dia tidak boleh berputus asa."Iya iya. Papa juga."
Akhirnya papa ngacung setelah aku pelototiAlhamdulillah. Makasih ya allah
_________________________________________
Jangan lupa vote dear🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Menuju Syurga (END)
Teen FictionSelamat Membaca. COMPLETED !!!!!! ✔ (🔜 Revisi) Aku ingin menjadi seseorang yang membuatmu bahagia di tahun tahun mendatang. Saat kau duduk menikmati hujan dibalik kaca yang berembun seperti yang pernah kita lalui berdua, aku ingin menjadi kopi yang...