25| Hijrah(1)

448 43 10
                                    

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Dan untuk semua yang belum selesai,
Untuk semua yang belum sempat usai.
Untuk beberapa harapan yang belum terselesaikan.
Dan untuk rindu yang tak kunjung tertuntaskan.
Pada beberapa episode hidup yang ditarik mundur, aku menyerah.
Aku sudah tak bisa mengendalikan rasa.
Maaf, masih banyak mimpiku yang belum kucapai dan menuntut untuk selesai.
Perihalmu, aku tak lagi peduli.
Terserah! Mau kemana kemudimu dikendalikan.
Hidupku bukan hanya tentang sedih,menyerah,pasrah dan patah.
Masih banyak tuntutan tuntutan yang harus dipenuhi.
Jadi, berbahagialah dengan hidupmu tanpa harus melihat periode yang pernag kita lalui.
Aku bahagia. Harapku jalani hidup masing masing saja.

-Author-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aisyah pov.
Huuft..
benar benar menyesakkan.
Aku baru saja menutup telfon dari bang fathan.
Aku menghapus sisa sisa air mata yanģ masih tertinggal di pipiku.
Pokoknya abi nggak boleh tau kalau aku baru saja menangis.

"Udah nak?"
Benar saja, abi muncul dari dapur.

"Udah bi."
Aku bersikap seperti biasa.

"Abi, caca mau kekamar dulu ya, tadi jemuran caca belum caca lipat."
Aku berbohong perihal jemuran. Aku baru saja melipatnya dan membersihkannya sebelum turun ke bawah.
Namun sekarang aku ingin sendiri.

"Ya udah, jangan tidur larut ya nak."
Aku menaiki tangga

"Baik abi."


Cklek.

Menutup pintu kamar.
Aku merasakan jantungku belum berdetak secara normal.
Aku bermaksud untuk membersihkan diri dan berwudhu serta bersiap siap untuk tidur.
Jika tidur bukan hal yang aku lakukan sekarang, bisa bisa aku akan mati karena jantungku tidak karuan.
Setelah selesai, aku mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu di nakas.
Satu menit,
dua menit,
deg.
Semuanya gelap.

Aku tidak bisa melihat apa apa lagi.



Aku berada disebuah taman sekarang.
Indaaah sekali.
Hijau adalah dominasi taman ini.
Aku sedang duduk dibawah sebuah pohon yang rindang dan sejuk.
Aku menjuntai juntaikan kakiku ke bawah sambil sesekali bersenandung shalawat.

"Aisyah."
Ada sebuah suara yang muncul dari sebelah kiri. Seorang wanita cantik berpakaian putih putih mendekat kearahku.

Dia cantik, matanya bulat dan hitam sempurna. Hidungnya mancung yang disempurnakan dengan bibir yang merah ranum.

Mirip sekali dengan umi, pikirku.

"Aku bukan umi mu sayang."
Alisku naik sebelah, bagaimana dia tau pemikiranku?

"Aku bukan ibumu sayang."
Dia salah, dia umi. Dia ibuku.

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang