72| Percaya

332 28 0
                                    

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Kenali kebenaran, maka kamu akan tahu orang-orang yang benar. Benar Tidak diukur oleh orang-orangnya, tetapi manusia diukur oleh kebenaran.

Ali bin Abi Thalib

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Fathan pov.

Setelah sampai di rumah, mama sudah menungguku dengan wajah yang sulit aku artikan.
Tidak ada senyum yang biasanya mengembang di wajah mama.

"Assalamualaikum ma."
Aku mencium tangan mama.

"Aisyah mana ma?"
Aku langsung bertanya tentang caca

"Walaikumsalam. Harusnya mama yang tanya dulu kamu itu dari mana? Jangan bikin mama marah ya karena nggak ada kabar satupun dari kamu."
Astaghfirullah. Inikah azab yang langsung di datangkan allah karena aku melanggar janjiku kepada caca dan lebih memilih mengantarkan hanum yang jelas jelas bukan mahramku

"Hehe, maaf ma. Ada masalah sedikit tadi. Papa udah pulang ma?"
Aku pura pura bertanya untuk basa basi.

"Udah dari tadi papa kamu pulang. Kamu aja yang baru kali ini datang."
Aku sudah mengerti sekarang. Mama benar benar marah kepadaku. Tak biasanya aku diberikan kata kata seperti ini

"Iya maaf laah maa. Caca mana ma?"
Aku masih melayangkan pertanyaan perihal dimana keberadaan istriku saat ini. Ah, pasti dia sudah terlalu lama menungguku.

"Ingat fathan, kamu sudah punya tanggung jawab. Kali ini kamu udah berjanji loh.
Istri kamu udah ketiduran nungguin kamu dari tadi gak datang datang."
Mama langsung masuk ke dalam tanpa mempedulikanku.

Ucapan mama benar. Aku harus lebih menghargai caca dan semua perjuangannya selama ini

Aku mengikuti mama masuk ke dalam rumah.
Sudah ada papa yang menunggu di ruang tamu. Tapi wajahnya bersahabat.

"Istrimu di atas. lelah mungkin."
Aku tersenyum kepada papa dan langsung bergerak menaiki anak tangga yang langsung membawaku ke kamarku selama aku tinggal bersama orang tua.

Aku membuka pintu kamar yang tidak ditutup.
Terlihat caca sedang meringkuk di dalam selimut berposisikan miring ke kanan.
Mama dan papa benar. Caca terlalu lelah. Dia pucat.
Aku sempat berfikir kemana saja mama membawa caca sehingga membuat caca lelah seperti ini.
Caca tidak boleh lelah karena memang begitu sejak dia kecil.

Aku duduk di tepi ranjang, sedikit memberikan pergerakan sehingga mambuat caca terusik.
Aku menyesal telah duduk dan membuatnya terganggu.

Bola mata caca perlahan lahan terlihat dan pandangannya mengitari ke sekelilingnya.
Pandangan terakhir jatuh padaku. Lama sekali caca menatapku sebelum dia sadar bahwa aku sudah berada didekatnya.

Caca langsung terduduk dan masih menatapku lekat.

"Assalamualaikum abang. Abang sudah lama pulang? Maaf caca ketiduran."
Caca mencium punggung tanganku.
Perasaan bersalahku semakin besar saat caca minta maaf dan mengatakan bahwa dialah yang menyebabkan aku menunggu.

"Nggak kok dek. Abang baru aja sampai. Tadi caca kemana aja?"
Aku harus mengetahui kemana saja caca hari ini.

"Nggak ada caca cuman nemenin mama belanja ke super market terus mama creambath. Caca nggak ikutan caca duduk aja. Abang kenapa lama?"
Aku mendengar penjelasan caca dengan baik.
Tapi pertanyaan itu seolah menamparku dan membuatlu berfikir lumayan keras tentang apa yang mesti aku jawab.

"Hmm, tadi ada berkas berkas abang yang kurang lengkap dan itu harus segera dibicarakan besok dengan rekan rekan. Jadi abang bermaksud untuk mengurusnya sebentar eh ternyata abang malah lupa waktu. Belum lagi macet dan lampu merah. Terus hp abang mati karna habis batrainya makanya abang nggak bisa nelfon caca. Maafin abang ya sayang, kamu lama banget ya nubgguin abang?"
Astaghfirullah, kenapa aku lihai sekali merangkai kata yang jelas jelas tidak aku alami hari ini. Aku berbohong.

"Oo begitu. Iya gak apa apa abang. Tadi kaki caca penat penat makanya caca baring. Eh ternyata ketiduran hehe."
Aku memaksakan senyum saat caca tertawa.
Aku merasa bersalah padanya, tapi aku juga tidak mungkin menjelaskan tentang hanum dan kemana aku sewaktu pulang kerja yang menyebabkan aku pulang terlambat.

"Pulang yuk."
Aku mengajaknya pulang. Aku harus mandi dan menenangkan pikiran.

"Secepat itu? Abang nggak kangen gitu sama rumah mama?"
Aku tersenyum. Bukannya aku tak merindukan rumah ini  aku rindu sekali tapi aku ingin segera menenagkan diri di rumah.
Lagian ini sudah sore sekali, jarak rumahku dari sini lumayan jauh. Aku takut kemalaman sementara caca juga butuh istiraht karena aktivitasnya hari ini.

"Kita harus istirahat adek, pasti letih kan?"
Aku bertanya balik kepada caca.

"Hehe, iya. Yuk pulang."
Akhirnya caca menyetujui ini.

"Abang, caca mau bawa buku ini pulang ya."
Aku melihat caca memegang buku yang aku lupa kapan aku membelinya.

"Suka ya? Boleh."
Entah kenapa aku merasa aku menjadi agak kaku sekarang. Mungkin karena berbong?

Aku dan caca keluar kamar dan turun berdampingan.

"Eh, udah bangun caca?"
Mama langsung menanyai caca.
Tidak. Aku tidak cemburu jika mama tidak menanyaiku dan tadi sempat sedikit marah kepadaku karna caca adalah istriku dan perihal mama marah adalah karna kesalahanku sendiri.

"Hehe udah ma. Maaf ya ma caca nggak bantuin mama masak. Caca ketiduran."
Caca menjawab dan spontan menggenggam tanganku.

"Ah, nggak apa apa kok. Kan si mbok yang masak sayang, bukan mama."
Aku hanya menjadi pendengar setia di antara dua perempuanku ini.

"Ma, fathan sama caca pulang dulu ya ma."
Aku pamit dan pandangan mama yang tadinya ke arah caca langsung beralih menatapku.

"Nggak nginap toh?"
Aku tersenyum dan menggeleng.

"Caca sama abang pulang aja ya ma. Kapan kapan kita nginap. Ya kan bang?"
Aku melingkarman tanganku di pinggangnya dan mengangguk.

"Ya udah deh. Hati hati ya nak."
Mama mengizinkan.

"Iya ma. Assalamualaikum mama."
Kami pamit.

Aku menemukan papa yang masih duduk di ruang tamu.
"Pa kita balik ya."
Aku pamit

"O iya iya. Hati hati loh. Ini udah mau maghrib."
Papa menasehati

"Iya pa. Assalamualaikum."
Aku dan caca serentak mengucap salam.

.

Aku dan caca sudah berada di setengah perjalanan menuju rumah.

Aku terus mencuri curi pandangan ke arahnya.
Memperhatikan reaksi reaksi caca mana tau caca tau kalau aku berbohong.

"Kenapa abang liatin caca teruus?"
Eh, ketahuan aku.

"Hehe, nggak kok sayang. Abang takut kamu ketiduram terus kepalanya terantuk ke kaca jendela."
Aku berbohong lagi.

"Nggak kok, caca nggak ngantuk. Caca kan udah tidur."
Caca mengatakannya tanpa melihat ke arahku.

"Abang besok besok nggak usah janjiin ke caca pulang jam berapa ya. Kita kan nggak tau kerjaan abang yang datangnya tiba tiba trus caca udah nungguin."
Bagaimanapun aku harus menghadapi semuanya.

"Cuma tadi aja kok sayang. Besok besoknya in sya allah nggak ada lagi. Abang akan tetap ngasih kabar kok. Ya sayang ya."
Ya. Hanya hari ini aku akan membantu hanum.

Caca menyandarkan kepalanya ke bahu kiriku.

"Caca nggak suka khawatir bang."

Untuk kesekiannya, aku kembali menyesal.

_________________________________________

Holla gais.
Happy reading yaa.
Maaf deh kemaren gak update new part soalnya
ada hal yang sangat penting 🥰
Jangan lupa vote yaa readers tercintaa🙌

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang