37| Persiapan

420 40 2
                                    

Dalam denting doa yang mengalun,
Kutitipkan sebait nama yang raganya selalu kurindu, yang hadirnya selalu kutunggu dan perginya tak pernah aku mau.

Untuk hari ini terimakasih telah menerimaku kembali.
Terimakasih aku masih diperbolehkan melihatmu lagi.
Jujur. Pertemuan kali ini adalah pertemuan kita yang paling bermakna dibandingkan pertemuan pertemuan kita pada periode waktu sebelumnya.

Kau tau bukan?
Pergimu kemaren sangat aku benci.
Sungguh, aku sangat benci saat tau bahwa waktu sudah memaksa untuk memisahkan dan melepaskan tautan pelukan kita.
Aku benci saat yang aku lihat hanya punggungmu yang perlahan pergi menjauh.
Dan yang tertinggal hanyalah aku yang terpaku memendam rindu.

Bertahun tahun aku mencoba bersikap biasa meski hati sedang nestapa.
Tapi Siapa yang bisa menerka bahwa allah telah memepersiapkan pertemuan kita.

Untuk selanjutnya,
Saat jarak waktu sudah memutus jarak yang selama ini memisahkan kita, izinkan aku menemanimu dalam setiap suasana.
Kita akan melewati waktu berdua, aku akan menemanimu dan kamu akan selalu ada untukku.
Kita akan menua bersama. Karena tidak ada perjalanan yang paling menyenangkan selain menjadi tua bersama.

-Author-

__--__

Fathan pov.
Hari ini adalah hari pertamaku pergi ke kantor untuk mengaplikasikan ilmu yang sudah aku dapatkan selama sekolah dan kuliah di turky kemaren.
Aku memilih menggunakan kameja marun dan jas serta celana berwarna hitam.
Aku berusaha untuk tampil sebaiknya dihari pertama bekerja.
Agar rekan rekan di perusahaan papa memberikan kesan pertama yang baik untukku.
Aku duduk menyantap sarapan bersama papa dan mama.
Sementara havva,
Aduuh sepupu kecebongku itu sedang bersiap siap untuk ikut bersamaku untuk mampir dirumah istriku,
Ekhem, calon maksudnya.

"Sayaang, buruan dong. Sarapan dulu ni bareng bareng."

Mama meneriaki caca yang aku yakin sekali masih memakaikan benda benda aneh yang tidak aku tau namanya kewajahnya.

"Iya maam, bentar lagi inii."

Aisyah menyahut dari dalam.

Aku memilih menikmati sarapan tanpa berniat ribut dengan havva pagi ini.
2 menit kemudian havva keluar dari kamar dan muncul dihadapan kami.

"Ayuk than, nanti butiknya tutup."
Aku menegerenyitkan alisku.

"Heh bong, gak salah lu jam segini udah tutup tuh butik? Buka aja belom. Ngasal lu."

Aku memberikan tatapan silet kepada havva.

"Eh lu biasa aja matanya, gua colok ntar."
Havva memegang garpu.
Aku memandangnya tragis dan menutup kedua bola mataku.

"Ah sudah sudah, sarapan va. Ntar si abang telat."

Mama memberikan piring yang sudah diisi oleh dua lembar roti tawar.

"Susu ambil didekat fathan va."
Mama menambahkan.
Havva tersenyum sangat manis kepada mama sambil mengucapkan terimakasih.

Tak membutuhkan waktu lama bagi havva menghabiskan sarapannya, dia berdiri.

"Ayoklah."
Havva menarik tanganku.

"Iya iya. Yang mau nikah siapa yang nggak sabaran siapa."
Aku mencibir dan melangkah kearah mama.

"Mam, abang berangkat ya. Doain abang dihari pertama bekerja ini."

Aku minta restu kepada mama sementara papa sudah diluar. Hari ini papa pergi dengan mobilnya dan aku pergi dengan mobilku sendiri.

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang