17| Pulang

426 42 6
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Biarkan luka lama tenggelam bersama senja.
Dan juga kenangan indah yang membuat kita lupa bahwa kita tidak lagi bersama*

Author

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aisyah pov

"Sayang bangun."
Umi menepuk pelan kedua pipiku.
Aku menggeliat.
Aku belum mau membuka mataku karena aku sangat mengantuk.

"Umii..."
Aku menggeliat lagi.

"Iya ayo turun."
Aku mendengar barang barangku sudah diangkat oleh pak satpam kedalam.

Perlahan aku membuka mataku, wajah umi adalah wajah pertama kali yang aku temukan

"Ah umii, kok cepet banget sampainya."
Aku turun dari mobil dibantu dengan umi.

"Kenapa hm? Nggak mau pulang?"
Umi menarik hidungku.

"Seandainya caca masih kecil nih mi, caca pasti digendong abi dan caca bakalan tidur sampai besok pagi."
Aku pernah mengalami kejadian seperti itu sewaktu aku pulang dari bepergian jauh.
Kalau aku tertidur dimobil, abi akan mengangkat dan memindahkanku menuju kamar dilantai atas.
Tapi itu dulu sebelum aku seberat sekarang.

"Kan caca udah gak kecil lagi, makanya turun sendiri."
Umi tertawa.

"Eh umi, piala piala caca umi tarok dimana? Nggak patah kan?"
Aku ingat beberapa piala yang aku dapatkan selama di SMA aku pisahkan tempatnya tadi.

"Udah kok, udah umi masukin kelemari. Caca tengok lah di dekat tangga itu ada lemari yang dibelikan abi khusus buat piala piala caca."
Aku memang mendapatkan piala. Tapi tidak dalam bidang akademik, eh ada tapi hanya dua dan itupun waktu aku di sekolah menengah dulu. Kalau di SMA aku mendapatkan piala lomba memasak dan lomba menulis puisi juga lomba menulis karya sastra lainnya.
Jadi aku tidak hebat dibidang akadrmik ya soib.

Aku mengikuti arah telunjuk umi untuk melihat lemari yang dibuatkan abi.
Ternyata lemari kaca ukuran sederhana dan pas untuk beberapa pialaku.
Bagian atas aku melihat ada sebuah foto.
Tapi aku tidak terlalu melihatnya secara jelas karena terlalu tinggi.
Aku berusaha mengambilnya dan yap!

Dapat.

Aku melihat foto tersebut.
Aku tidak menduga akan medapatkan foti ini.
Aku melihat dua anak kecil yang
Sedang berpelukkan.
Aku mengira ngira usia merekan mungkin antara 5 tahun atau 6 tahunan lah.

Tapii, ini siapa?

"Umi, ini siapa?"
Aku memperlihatkan foto itu pada umi yang sedang duduk diruang tamu.
Sementara abi sudah pergi kekantor karena ada rapat mendadak.

"Oo itu. Masa anak umi nggak tau sih?"
Aku menggeleng.

"Itu kan adek kecil sama abangnya."
Aku menyipitkan mata.

"Caca mi?"
Aku bertanya.

"Iya sayang, waktu itu caca lagi nangis kalau umi nghak salah. Caca kan waktu kecil cengeng. Sikit sikit nangis, sikit sikit nangis."
Umi tertawa

"Tapi caca disini tertawa kok umi."
Aku melihat aku yang dulu senyum malahan memamerkan gigi.

"Ini itu, caca tertawa pas udah dipeluk sama bang fathan, umi lupa deh kenapa caca nangis saking seringnya caca nangis. Caca kan kalau nangis langsung dihibur sama abangnya. Abis itu kamu langsung tertawa. Kan kamu nakal."
Umi menarik hidungku kembali. Aku tertegun.

"Eh, emang iya caca gitu mi?"
Seingatku tidak pernah deh.

"Iya beneran lah. Masa umi boong sama anak gadis umi sendiri."
Umi memasukkan puding yang baru diambilnya di kulkas kemulutnya.

"Ooo, jadi caca manja dong ya?"
Aku masig belum paham.

"Banget."
Umi menjawab tanpa melihat kearahku.

"Caca, beres beresin barangnya ya nak. Yang nggak perlu pisahin aja ke box warna kuning ya nak. Nanti kita bawa ke panti asuhan."
Umi memintaku.

"Iya mi, caca keatas ya."
Aku setengah berlari ke kamar dengan membawa foto diriku dengan bang fathan tadi.

Aku tidak lagi merasakan getaran seperti yang sudah sudah. Aku meletakkannya didalam buku dimana aku menulis beberapa resonansi didalamnya.

Aku mulai membuka koper.
Aku menyusun baju baju yang aku bawa dari asrama kedalam lemari yang sudah lama tidak isi. Aku juga tidak lupa melaksanakan perintah umi untuk memisahkan baju baju yang sudah tidak aku pakai lagi kedalam box kuning yang akan dibawa abi ke panti asuhan didekat perusahaannya.

Aku juga menyusun barang barang kecil yang sempat membuat abi jengkel waktu di asrama tadi.

Setelah selesai dengan baju baju dan barang barang kecilku, aku membawa koperku ketempat penyimpanan barang barang yang jarang digunakan, setelahnya aku melaksanakan shilat ashar.

Sore ini aku beralih ke balkon kamar yang sudah sejak dulu aku rindukan.
Dulu, sebelum ke asrama aku sering berlama lama disini.
Apalagi balkon kamarku disore hari menampilkan pemandangan sunset yang memesona.
Tapi ini baru jam 5, pastilah belum ada sunset. Aku duduk pada kursi dengan menyandarkan tubuhku.

Ah, enak sekali rasanya bersantai disini.
Setelah 10 menitan aku duduk, aku melihat mobil abi memasuki pekarangan. Aku tak bergeming. Aku lebih memilih duduk disini . Nanti pasti abi kesini. Ehe.

"Cklek."
Benar saja, baru sekita 10 menitan, abi sudah membuka pintu kamarku.

"Sayang."
Eh, kok suara abi kek suara umi?
Aku menoleh.

"Eh umi, caca pikir yang tad masuk itu abi."
Umi tersenyum lembut. Umi duduk disebelahku. Menatapku dengan penuh kasih sayang

"Ada yang mau ummi omongin."

"Apa umi?"

"Sayang, umurnya berapa sekarang?"
Kok umi tiba tiba jadi begini ya?

"Hmm, 18 mi."
Aku menatap umi.

"Kalau .. ini kalau ya nak.
Seandainya ada orang yang datang buat pinang caca, jawabannya bagaimana?"
Sontak aku terlonjak karna saking kagetnya ketika umi berkata demikian.

"Hmm, caca belum berfikir kesitu umi. Lagipun mana ada orang yang mau minang caca umii." Aku memeluk umi. Aku memang belum berfikiran jauh kearah arah pinangan atau lamaran apalagi pernikahan.

"Hehe.. umi pikir sudah ada persiapan mana tau kan. Gini sayang, nanti malam ada yang datang."
Kenapa hatiku tak karuan?

"Siapa mi, buat apa?"
Aku berusaha tenang

"Kita lihat aja nanti ya sayang, umi juga tidak tau siapa orangnya. Tadi abi baru pulang dari kantor terus bilang ke umi gitu."
Aku deg deg an

"Umiii."
Aku merengek.

"Nanti caca bilang aja apa yang caca rasa. Kalau caca nggak mau, caca tinggal jujur aja. Nggak ada yang bisa paksain caca kok sayang."
Umi mengelus rambutku yang ditutupi jilbab.

"Sayang."
Aku mendengar suara abi

"Iya abi."
Aku mendongak.

"Nanti ada yang datang ya, caca harus siap siap ya. "
Aku melihat kearah umi, umi mengangguk.
Bagaimanapun, siapapun dia kan cuma hanya datang. Iya atau tidaknya kan belum diputuskan.

"Iya bi, mi. Caca akan siap siap."
Sebisa mungkin aku menenangkan diri padahal kakiku sudah seperti permen karet.

"Ya udah, abi sama umi juga siap siap ya."
Umi dan abi keluar dari kamarku.

Astaghfirullah, aku tidak punya riwayat penyakit jantung.
Tapi kenapa debarannya begitu kuat?
Ya allah, siapakah yang akan datang?

____________________________________________

Hai teman, up lagi yah.
Jangan lupa vote dan ikutin terus teman temaaan. Makasiiiih😁

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang