20| Belajar dari Fatimah.

435 47 8
                                    

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Kemarin,
Selepas memutuskan
untuk menjauh,aku terlalu sering mengingatmu.
Sebentar sebebtar ingatanku selalu tertuju akan genggaman yang aku lepaskan saat hujan turun membasahi kita.

Lalu,
Sedemikian cara aku lakukan
Agar aku benar benar bisa lepas
Darimu.
Kau pasti tau
Alasanku untuk menjauh waktu itu
Bukan?

Apakah kau tau?
Setiap hujan, setiap sepersekian
Air yang turun itu ingatanku selalu
Bermuara pada penyesalan.
Aku selalu berharap agar aku bisa
Kembali kemasa itu dan tak
Melepaskan sesuatu yang harusnya aku jaga.

Hingga, penyesalanku berujung.
Pada hujan yang jatuh sore itu,
Aku membawa penyesalanku
Untuk mejelajahi tempat dimana aku
Memutuskan semuanya.
Aku mencarimu ditengah hujan.
Aku mencari disetiap tempat yang kita lewati berdua.
Kupikir kau ada disana dan aku berharap
Kamu menungguku membawakan payung untukmu.
Aku tak menemukanmu sama sekali🙂


Titik penyesalanku yang paling dalam adalah ketika memutuskan untuk menjauh namun pada akhirnya aku akan mencarimu juga, tapi aku tak menemukanmu.

Tak sampai disitu. Ternyata aku salah besar. Saat hujan yang jatuh tidak menghujam tubuhku, aku mendongak.
Aku temukan kamu berdiri dengan senyum tulusmu sedang memayungiku.
Sembari berkata "Ayo pulang".

Beritahu aku apa yang bisa aku ucapkan selain terimakasih kepadamu.

-Author-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aisyah pov.

Aku terbangun ketika mendengar pintu kamarku diketuk. Aku masih diatas tempat tidur.
Aku melihat jam yang tergantung di dinding kamarku.

Ah, ternyata sudah setengah enam dan aku masih bergelung dibalik selimut ini.
Aku merasakan kepala bagian belakangku sakit. Dari dulu aku memang tidak bisa dibebani oleh pikiran pikiran yang memberatkan.
Makanya aku tidak mau terlalu ekstra belajar dalam bidang akademik yang mampu membuat kepalaku terasa mau pecah.
Karena aku tidak sanggup membukaka pintu, pintu yang tidak aku kunci terbuka dengan sendirinya.

Wajah pertama yang aku lihat adalah wajah umi.

"Sayang."
Umi menyapaku.
Aku tersenyum.

"Kok kamu pucat banget hm?"
Umi meletakkan telapak tangannya diatas keningku.

"Ah, tidak panas. Masih mikirin yang tadi malam ya?"
Tebakan umi benar. Aku mengangguk.

"Sholatlah dulu nak, umi mau bercerita."
Aku tersenyum.
Hal yang paling aku suka dari umi adalah membantu menyelesaikan masalahku dengan cerita cerita pengalaman hidupnya.

Aku berdiri dibantu oleh umi.
Aku mengambil wudhu juga dibantu oleh umi karna takut linglung lalu jatuh.

Setelah selesai menunaikan kewajibanku, aku kembali duduk diatas ranjang.
Berhadap hadapan dengan umi.

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang