86| Penungguan

302 24 4
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Yang akan bertahan hidup bukanlah spesies yang paling kuat, bukan pula yang paling pintar; akan tetapi yang paling mampu berubah

Charles darwin

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aku menunggu sampai operasi benar benar selesai tanpa tidur.
Meskipun umi dan abi sesekali terantuk antuk karena tidur dalam posisi duduk dan menyuruhku untuk tidur saja karena operasi caca akan selesai pada waktu subuh, aku tetap keuh keuh dengan pendapatku untuk menunggu caca sampai operasinya benar benar selesai.

Entah apa yang terjadi di dalam sana.
Entah bagaimana keadaan caca,
Entah bagaimana keadaan pendonornya,
Entah bagaimana reaksi caca saat tau rahimnya di angkat dan di ganti dengan rahim yang pemiliknya entah siapa tanpa persetujuan caca.

Waktu terasa melambat.
Malam terasa menusuk.
Berkali kali aku melihat ke arah jam tanganku.
Tapi subuh tak kunjung datang dan dokter ternyata belum bosan sehingga memutuskan keluar dari ruangan bercat putih ini.

Semesta seakan sedang tidak memihak kepadaku.
Dunia seakan bungkam dengan kejadian yang aku alami saat ini.
Hanya aku,
Dan semu kekhawatiranku akan teman syurga yang tak kunjung membuka mata menyapa dunia.

Bangunlah sayang,
Jangan biarkan aki sendirian dalam menghadapi situasi seperti ini.
Bangunlah,
Aku juga butuh penguat saat aku benar benar menemui kehilangan satu nyawa yang selalu kita perbincangkan di kala malam sebelum tidur.
Kau pasti tau, penguat yang aku maksud adalah dirimu, sayang.

Memang, aku memang kehilangan nyawa malaikat kecil kita.
Tapi aku percaya, allah sedang merencanakan suatu pengganti yang lebih baik dari ini semua.
Tenanglah, aku tak akan membiarkanmu sendirian menangisi hal ini saat kau sudah bangun nanti.
Selamanya, kita akan menghadapi semuanya bersama sama.
Cepatlah bangun sayang.

Flashback on
"Apa harapan terbesar yang abang ingin wujudkan?"
Caca bertanya.

Hari ini adalah seminggu menjelang aku pergi ke kota sebelah untuk melanjutkan SMA. Tapi caca belum aku beritahu juga karena memang aku belum siap membuatnya menangis.

"Harapan?"
Aku bertanya balik.

"Eh, maksud caca itu harapan yang ingin abang wujudkan bareng caca?"

Aku tersenyum melihatnya menikmati ice cream.
Aku dan caca sedang berada di taman belakang rumahku.
Caca disini sejak jam 4 tadi, dia di suruh umi untuk memberikan bolu kukus kepada mama.
Caca mau dengan syarat di perbolehkan main dulu di rumahku.
Hari ini aku tidak pergi ke rumah caca karena badanku sedikit pegal pegal karena tadi di sekolah latihan basket sedikit ekstra.

"Banyak dek."
Aku menatap jauh ke langit.
Warna langit indah sekali sore ìni.

"Salah satunya apa bang?"
Caca berbicara tanpa menoleh.

"Abang mau bareng bareng terus sama caca. Mau melewati banyak hal dengan caca dan itu harus dengan caca."
Aku menjawab.

Aku tidak tau caca mengerti atau tidak maksud dari perkataanku ini.
Tapi yang jelas, caca bukanlah gadis kecil yang polosnya kelewatan lagi.
Meskipun ragu, caca pasti mengerti apa maksudku ini.

Caca tersenyum.
"Terus?"

"Abang mau jalan jalan bareng caca, abang mau liat sunset terus bareng caca, abang mau terus ngelindungin caca, abang mau menikmati hujan bareng caca. Dan."
Aku sengaja menggantung.

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang