••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Wahai tasbih diwaktu malam,
Entah dari mana aku memulai setiap kata yang ku lantunkan ini untuk mengungkapkan segala rasa yang ada pada dada yang menyelinap didalam jiwa.
Sejak aku kehilangan separuh dari imanku, entah dari mana aku memulai sesuatu yang akan menjadi terbaik diantara yang terbaik.
Disaat raga sedang merenung didalam jiwa, aku terus menyebut namamu dimalam itu, entah engkau merasa atau tidak yang jelas merindu adalah sunnahku.
-Dia-••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Havva pov.
Aku terburu buru pergi kekamar fathan setelah mendapat telfon dari caca bahwa pasien monitor yang aku pasangkan ke fathan berbunyi dan caca memberitahuku dengan nada yang santai.
Aku tidak mengerti dengan pola piker caca saat ini.
Ah, aku merutuki diriku sendiri, aku juga salah disini karena tidak memberitahu caca.
Saat ini aku sedang berada dilantai satu karena ada yang harus aku urus di bagian informasi mengenai perubahan jadwal praktekku, dan kamar inap fathan terdapat di lantai 15. Itu artinya aku masih akan memakan waktu sekitar beberapa menit untuk sampai disana.Aku sudah tidak mengingat masalah image seorang dokter saat ini.
Aku tidak peduli dengan wajahku yang panic, yang terpenting saat ini adalah kesembuhan fathan.
Memang enam hari yang lalu keadaan fathan sudah dikatakan membaik dan hanya menunggu dia bangun, tapi aku tidak mengerti kenapa jantungnya tiba tiba berulah diluar kendali saat ini.
Aku beristighfar dalam hati, mengingat semua yang terjadi memang sudah keputusan allah meskipun aku sudah beranggapan fathan baik baik saja aku berusaha menelfon dua perawat yang biasa bersamaku.Aku berlari kekamar fathan dan langsung membuka pintu dan mengucap salam.
Aku tidak peduli caca sudah menjawab salamku atau belum yang jelas saat ini yang ingin aku temui adalah sepupuku."assalamualaikum"
aku membuka pintu. Aku tidak sempat mendengar jawaban salam dari caca tapi aku rasa ia telah menjawab salamku."caca, izinkan aku memeriksa fathan. Sudah berapa lama mesin ini berbunyi?"
aku bertanya dengan cepat.Caca terlihat sedikit panic ketika aku mengajukan pertanyaan seperti nada menginterogasi.
Aku cepat mengendalikan diri saat berusaha meyakinkan diri bahwa caca mungkin saja tidak menegrti dengan apapun yang terjadi dengan pasien monitor.
Aku tidak boleh marah atau apalah ke caca. Bagaimanapun juga aku juga salah dalam masalah ini"lima menit kurang lebih va."
Aku melihat caca ketakutan disela sela menjawab pertanyaanku."astaghfirullah. Kau tau itu mesin apa? Itu mesin pendeteksi detak jantung yang berhubungan dengan nyawa suamimu. Ah, aku lupa memberitahumu akan hal itu."
Aku benar benar tidak bisa mengendalikan diri saat mendengar pasien sudah ditelantarkan begitu lama."dan suara ini, aah."
aku benar benar panic saat ini. Aku berusaha untuk tenang dan mulai memeriksa fathan.
Benar saja, keadaannya memburuk, jantungnya melemah.
Aku tidak bisa bayangkan hal ini akan terjadi pada fathan yang kemaren sudah bisa dikatakan dalam proses pemulihan.
Namun qadarullah, allah memamng penentu segala sesuatu.
Setelah kurasa semua akan lebih baik jika fathan dibawa ke ICU.
Disana ada dokter hanif yang akan membantu dan in sya allah lebih ahli dalam hal ini.
aku menatap kearah dua perawatku.
Mereka langsung mengerti dengan maksudku dan langsung melepas infuse, oksigen dan peralatan peralatan lainnya yang menempel di tubuh sepupuku ini. S
etelah semuanya selesai,aku mendorong hospital bed tempat fathan saat ini"ca, aku akan membawa fathan ke ICU. Detak jantungnya melemah. Tak perlu disusul nanti aku kabari. Jangan kabari mama papa dan umi abi dulu. Kau disini saja dulu."
Aku melarang caca untuk menelfon para orang tua bukan Karena apa, aku hanya tidak ingin caca disalhkan dalam hal ini.
Lagipun ini bukan hanya karena kecerobohan caca, aku dan para dokter yang menangani fathan juga bersalah karena lupa memberitahu caca tentang bel darurat.
Jadi, sebisa mungkin aku juga akan melindungi caca dalam masalah ini, bagaimanapun nantinya itu adalah takdir dan kehendak allah bukan salah siapapun disini.
Aku tidak ingin melihat caca ketakutan, sama seperti fathan aku tidak ingin melihatnya menangis.
Makanya untuk saat ini, fathan sedang tidak berada disampingnya dan aku akan menggantikan posisi fathan sementara untuk selalu menjaga senyuman caca meskipun itu tidak akan pernah sama.Aku langsung bisa mengendalikan emosi saat melihat wajah polos caca yang mengisyaratkan bahwa dia memang tidak mengerti apa apa.
Aku terus membawa fathan kelantai 20.
Menemui dokter hanif yang kebetulan sedang kososng."bisa havva, mari kita bantu fathan bersama." Begitulah ungkapan dokter hanif yang membuatku bagaikan menemukan mata air dipadang pasir.
Setelah memasuki ICU, dokter hanif sudah menunggu."jantungnya melemah dokter, bagian kepala yang kemaren sedikit retak terlihat memerah. Aku tidak yakin apakah ini infeksi atau ada gangguan lain."
Dokter hanif mengangguk dan langsung mengambil alih fathan yang kini sudah berada dihadapannya. Dokter fathan menatap kearahku dan menggeleng."ambilkan aku defribrilator."
Aku sedikit terkejut saat dokter hanif meminta alat untuk mengirimkan kejutan berupa listrik itu. Itu berarti jantung fathan sudah terlalu lemah.
Ah, aku tidak tau harus menjelaskan apa kepada caca nanti.Berkali kali dokter hanif menempelkan defribrilator ke dada fathan yang membuat lonjakkan lonjakkan kecil pada tubuh fathan.
Denyutnya pada pasien monitor lebih baik dibandingkan sebelumnya namun belum terlalu normal."pasien dalam keadaan koma."
Aku sudah tau sebenarnya sejak dari kamar inap tadi, hanya saja aku belum memastikan hal itu benar atau tidak dan aku tidak ingin mengatakannya langsung didepan caca yang jelas jelas sudah menanti natikan fathan bangun."denyut jantungnya sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya. Namun aku tidak bisa memastikan ini akan berlangsung lama atau tidak. Kita harus pantau keadaan pasien sejam sekali dan jangan biarkan pasien masuk kekamaar inap. Pasien harus benar benar steril dari pengunjung. Siapapun itu havva. Demi keselamatan pasien."
Aku mengangguk paham, dan aku juga paham bahwa keadaan fathan sekarang sudah semakin memburuk.
Aku tidak tau apa yang harus aku katakana pada caca nantinya.
Menghadapi koma untuk kedua kalinya sudah tidak mampu aku bayangkan betapa sedihnya caca. Aku tau cinta mereka sangat kuat, aku tau itu.
Caca akan teramat sedih jika mengetahui hal ini, tapi akan lebih menyakitkan lagi jika aku tidak memberitahu kedaan suaminya sedangkan dia sudah menjadi bagian dari diri fathan, tapi bagaimana caranya aku mengatakannya kepada caca?
Aku mengusap wajah kasar, memikirkan siapa yang harus aku beritahu akan hal ini. Umi? Mama? Atau mungkin, caca?_________________________________________
Hehe, jangan lupa vote gais.
Ikutin terus yak😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Menuju Syurga (END)
Teen FictionSelamat Membaca. COMPLETED !!!!!! ✔ (🔜 Revisi) Aku ingin menjadi seseorang yang membuatmu bahagia di tahun tahun mendatang. Saat kau duduk menikmati hujan dibalik kaca yang berembun seperti yang pernah kita lalui berdua, aku ingin menjadi kopi yang...