76| Lebih Baik Diam

311 28 0
                                    

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Selain allah, hanya hati yang mengerti dimana cinta akan berlabuh.

-Author-

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••



Keesokan harinya, aku dan caca bersiap siap untuk pergi ke rumah ummi.
Kebetulan hari ini adalah hari minggu, jadi aku tidak bekerja.
Lagipun, dari dulu aku memang ingin mengunjungi ummi dan abi pada hari minggu. Selain karna aku tidak bekerja, aku juga bisa bertemu dengan abi.
Pahamlah, abi sama sibuknya dengan papa sehingga aku dan mereka mereka yang ingin menemui abi dan papa harus mengatur jadwal terlebih dahulu sebelum bertemu.

"Abang, nanti kita sekalian mampir di rumah mama ya."


Caca bersuara

"iya sayang. Nanti kita mampir disana."


Aku menjawab.

Aku menghentikan mengehentikan aktivitas menyisir rambutku karena ponselku tiba tiba bordering.
Aku memperhatikan layar ponselku, ada sebuah nomor tak dikenal yang menelvonku.
Perasaanku tiba tiba tak enak


Aku memandang caca yang masih sibuk di meja rias untuk memasangkan jilbab yang akan dikenakannya.


Aku menuju balkon dan menekan tombol minus di sisi kiri ponselku untuk menhilangkan volume nada deringnya.

"Assalamualaikum."


Aku mengucap salam pada lawan bicara yang tak aku kenal itu

"walaikumsalam beib. Minggu ini mau kemana? Ada waktu buat aku nggak?"


Aku menghela nafas dan memejamkan mata. Astaghfirullah, kenapa ada wanita seperti ini yang mengganggu kehidupanku.

"ada perlu apa? Kalau nggak ada aku akan matikan telfonnya dan jangan menelfonku kalau tak ada kepentingan."


Aku benar benar mengambil sikap tegas atas tindakan hanum yang mengangguku


"santai dong beib. Aku hanya bertanya kemana kamu minggu ini. Adakah waktu kita untuk kencan?"


Kali ini aku benar benar tidak bisa mengontrol emosiku

"Tidak. Aku ini suami orang. Assalamualaikum."


Aku mematikan telfon dan mendengus kasar.


Aisyah pov.


Aku melihat abang menjawab telfonnya di balkon.
Tak biasanya abang menjauh saat menelfon. Biasanya siapapun yang menelfonnya akan dijawab meskipun itu dihadapanku.
Tapi, kali ini kenapa abang menjauh?


Aku menyelesaikan pemasangan jilbabku dan menyusulnya ke balkon.
Abang sudah tidak melfon lagi.
Tapi abang terlihat menaham emosi.
Jelas dari raut wajahnya dan dia sedang memejamkan mata mehan nafas.
Aku jarang melihatnya seperti ini, tapi aku yakin dia sedang menahan emosi.


Aku jadi kasihan melihatnya.
Barangkali perusahaannya sedang bermasalah makanya dia tak mau menjawab telfon rekannya di depanku karena takut mengecewakanku.


Aku mendekati bang fathan dan memeluknya

"Tak apa abang. Jika perusahaanmu bermasalah dan harus di selesaikan hari ini, kita tunda dulu berkunjung kerumah ummi. Abang bisa menyelesaikannya di kantor."

Teman Menuju Syurga (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang