63

1.3K 157 61
                                    

"Kau sudah sarapan? Apa kau mau Ayah buatkan sesuatu?"

Choi Woobin mendengus atas tawaran ramah yang ayahnya berikan, sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah 11 pagi.

Sekitar 10 menit yang lalu Woobin baru saja sampai dikediaman pribadi milik ayahnya, yang besar layaknya resort bintang 5.

Pria bermata sipit nan tajam itu, tak berminat membasahi bibirnya dengan kopi atau minuman lain. Bahkan, jika ada kudapan pun Woobin tak akan mau memakannya, meskipun itu buatan dari tangan ayahnya sendiri.

Sarapan?

Tentu Woobin tadi sudah sarapan, walaupun hanya ditemani oleh sereal instan rendah karbo dan kopi hitam tanpa gula.

Asal kalian tau, lelaki itu membuang hal-hal berbau manis didalam hidupnya semenjak sang istri tiada, jadi sekarang Woobin sudah lupa bagaimana rasanya gula itu dimulutnya.

Choi Woobin itu, bisa dibilang merupakan pria bengis yang sangat mandiri. Dia sudah terbiasa membuat sarapannya sendiri, karena tinggal sebatang kara di rumahnya yang dulu pernah ia tempati bersama mendiang sang istri.

Sudah lama rasanya Choi Woobin dan ayahnya tidak tinggal satu atap. Saat putranya resmi menjadi duda, Gong Yoo sudah menawarkan ide untuk menjual rumah yang Woobin tempati.
Sebab Gong Yoo ingin anaknya tinggal bersama denganya.

Tapi sayang Woobin menolak ide ayahnya itu, katanya teralalu berat untuk melepas rumah miliknya kepada orang lain, jadi Woobin tetap tinggal disana meskipun dia sendirian.

Sampai saat ini Gong Yoo merasa kasihan dengan nasib anaknya, yang harus hidup dibawah bayang-bayang mending istrinya.

Meskipun sekarang Woobin sangat sibuk berkarir didunia militer dan jarang terlihat sedih didepan umum, tapi Gong Yoo yakin Woobin masih sering memikirkan istrinya itu.

Ingin sekali rasanya Gong Yoo mengutuk usia singkat yang tertulis didalam garis tangan menantunya itu.

Coba saja jika menantunya tidak meninggal diusia muda, Woobin bisa saja akan menjadi pria yang paling bahagia didunia ini, karena mempunyai keluarga kecil yang lengkap. Dan Gong Yoo juga bisa melihat Choi Junior yang lahir di generasi ke 3, sebagai calon penerus perusahaan miliknya dimasa depan.

"Memangnya Ayah memasak sendiri?"

Mata Woobin rasanya sangat terganggu dengan olahan makanan yang berwarna serba merah menyala diatas meja makan itu. Semuanya berbalut bubuk cabai yang sangat banyak, apakah Ayahnya tidak akan tewas jika makan itu semua?

"Ah.. tidak, kemarin malam Ayah delivery dan memanaskannya tadi" jawab Gong Yoo dengan nada riang.

Kemudian namja paruh baya itu duduk dikursi paling ujung. Sementara Woobin duduk disampingnya, dia diam melihat Gong Yoo yang mengambil ancang-ancang untuk menyumpit nasi putih dan lauknya.

"Yakin tidak mau ikut makan?" tanya Gong Yoo sebelum suapan pertamanya masuk mulus ke dalam mulut.

"Ayah makan saja sendiri" sahut Woobin tanpa minat sedikitpun.

"Aegoo... Kau sedang menjaga badan ya?? Apa kau rutin nge'gym lagi sekarang? Makanlah bersama Ayah, jangan buat Ayah terlihat jahat karena membiarkanmu menjadi penonton dimeja makan"

Gong Yoo memaksa. Tapi Woobin tegas pada pendiriannya yang sangat keras kepala.

"Tidak usah, aku masih kenyang" balas sang putra.

"-Ngomong-ngomong... Kapan terakhir kali Ayah bertemu dengan Ibu?"

"Kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?" Gong yoo refleks berhenti mengunyah, matanya melirik tak suka kearah Woobin, dan curiga saat anaknya penasaran pada kisah akhir percintaannya yang sangat mengenaskan.

Little Title For Us #Wattys2019 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang