Bab II. Gadis Bertudung Merah

959 145 66
                                    

Sudah seminggu berlalu sejak Kara memulai perjalanannya. Tidak ada hal buruk yang terjadi, semua masih aman sejauh ini. Dirinya telah melewati setengah wilayah Werewolf. Hanya perlu waktu sekitar tujuh atau delapan hari lagi untuk tiba di perbatasan hutan Werewolf dan Fairy.

Kara berjalan ke arah sungai yang mengalir di bawah air terjun. Dia pernah datang ke sini ketika usianya menginjak sembilan tahun. Matanya menangkap sebuah objek dari balik aliran air terjun. Kakinya berjalan perlahan di pinggir sungai, menuju derasnya aliran. Samar- samar objek tersebut terlihat. Kara membuka panahan yang dia pakai di belakang punggungnya, melepaskan tabung berisi racun dan menaruhnya di samping busur dan panahnya.

Kara berjalan memasuki sungai yang airnya hanya sebatas tulang keringnya. Banyak batuan di bawah, membuatnya sedikit kesulitan. Kara berdiri di depan derasnya aliran air terjun. Kepalanya mendongak ke atas, sedikit menyipit karena cahaya matahari yang menyilaukan mata. Sangat tinggi, pikirnya. Kepalanya kembali menghadap air di depannya. Dengan cepat dia memasuki air terjun agar pakaiannya tidak terlalu basah. Matanya bersinar melihat hasil karyanya dulu. Kara membawa kakinya menuju muka gua di depannya. Tangannya menyentuh pelan pinggiran gua, matanya menoleh ke arah tombak yang terbuat dari pohon methuselah. Ingatan Kara kembali pada dua ratus tahun sebelumnya.

Saat itu bulan purnama sedang berlangsung dan usia Kara menginjak sembilan tahun. Kara bersama beberapa anak yang lain merasakan perubahan yang menyakitkan di tubuh mereka. Para Werewolf memiliki ukuran dan bentuk tubuh sama seperti manusia. Akan tetapi, ketika berubah kaki dan tangan mereka akan ditumbuhi dengan kuku yang panjang, warna mata akan berubah, kepala Werewolf ditumbuhi bulu dengan taring yang panjang dan tubuh yang membesar. Ketika perubahan pertama ini terjadi, mereka tidak bisa mengendalikan diri dan hanya melakukan semuanya berdasarkan insting. Mereka mengingat perbuatan mereka, tetapi tidak bisa mengendalikannya.

Ada yang berlari ke arah gunung, lalu menghancurkannya hingga rata dengan tanah. Ada yang hanya berteriak dan menggigit pohon. Ada yang berlari kencang ke arah hutan dan melolong kesakitan, dan ada yang merobohkan banyak pohon-pohon besar. Mereka yang kekuatannya besar biasanya adalah alpha, luna, atau beta, dan yang hanya berteriak kesakitan adalah omega. Namun, itu tidak berlaku pada diri Kara.

Malam itu, Kara ingat bahwa dia berlari dengan kencang karena rasa sakit dari perubahannya. Dia berlari hingga kakinya tiba di sungai ini. Dia melolong kesakitan, lalu matanya melihat ke arah air terjun. Dengan cepat dia menghantam air terjun itu hingga menyebabkan dinding batu di balik air terjun hancur dan membentuk seperti sebuah gua kecil. Alpha Xavier mengikuti bau anaknya. Ketika perubahan terjadi, bau seorang Werewolf akan semakin kuat. Ketika tiba di sana, Alpha Xavier tersenyum senang melihat kekuatan anaknya yang bisa menghancurkan dinding batu. Namun ... senyumannya luntur ketika Kara berbalik menghadapnya.

Mata Kara berwarna perak. Yang menandakan dirinya adalah seorang omega.

Kejadian yang istimewa. Namun, mengesalkan bagi Kara. Mengetahui dirinya adalah seorang omega. Keesokan harinya, setelah malam purnama itu, Kara kembali ke air terjun dan menancapkan tombak yang dia buat dari pohon methuselah. Di badan tombak dia tulis nama sungai itu dengan huruf miring. Mulai hari itu, dia menamakan sungai ini dengan nama Lura, yang merupakan singkatan dari Luna Kara.

Kara tersenyum melihat tombak yang masih bertahan setelah dua ratus tahun lamanya. Nama yang dia ukir di sana pun masih sama. Jelas dan indah. Setelah bernostalgia sedikit, Kara keluar dari air terjun. Memakai kembali peralatan memanahnya dan berjalan menuju hutan.

Petang sudah tiba. Kara harus mendapatkan setidaknya satu binatang untuk persediaan makan malamnya. Ketika tadi dia ingin menangkap ikan di sungai, aliran air sangat deras hingga dia kesulitan mendapatkan ikan. Indra pendengarannya mendengar sesuatu yang bergerak di balik semak. Secara perlahan, Kara mendekati semak dengan busur emas yang sudah dia persiapkan untuk memanah binatang. Matanya menyipit ketika jarinya menarik buntut anak panah. Tiba-tiba terlihat kepala rusa yang menyembul di balik semak dan berlari dengan kencang. Karena terkejut, tanpa sengaja jarinya melepaskan anak panah. Melesat jauh dan tertancap di salah satu batang pohon.

"Aaaaahhh!"

Kara segera berlari ke arah sumber teriakan. Dugaannya benar. Anak panahnya hampir mengenai seseorang. Kara mendekati gadis yang memakai tudung merah. Gadis itu terduduk dengan tangan yang berada di kepala. Tidak ada bau apa pun darinya. Apa dia manusia? Kara mencabut panahnya dan memasukkannya ke dalam tabung di balik punggungnya.

"Maafkan aku."

Setelah kejadian 100 tahun lalu, seluruh kaum menyembunyikan dirinya dan menyamarkan bau mereka agar tidak tercium oleh kaum lain. Walaupun manusia tidak bisa mencium bau mereka, tetap saja mereka harus berhati-hati. Akan tetapi, bagi kaum Werewolf yang memiliki penciuman yang tajam, sebaik apa pun mereka menutupi bau mereka, Werewolf tetap bisa menciumnya walau samar-samar.

"Hati-hati jika ingin melepaskan anak panahmu. Aku hampir mati karenamu." Gadis itu berteriak kesal, dia bangkit dengan tangan yang menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor terkena tanah.

"Aku tidak sengaja," kata Kara dengan wajah datar. Gadis itu menatap Kara dengan mata yang menyala marah. "Hidupku sangat singkat dan kau tadi hampir saja mengambilnya. Sialan!"

Singkat? Berarti benar dia manusia.

"Aku minta maaf dan sekarang kau baik-baik saja. Aku pergi." Gadis itu menahan lengan Kara, wajahnya merengut kesal. "Enak saja pergi. Kau harus bertanggung jawab karena membuat jantungku berhenti berdetak sesaat."

"Kau mau apa?" Gadis itu tersenyum yang membuat Kara menjadi kesal.

Malam tiba dan Kara hanya berhasil mendapatkan rusa kecil. Setidaknya cukup untuk dirinya dan gadis yang baru dia temui tadi.

"Apa kau manusia?" Gadis itu bertanya. Kara tidak menjawab. Mulutnya terus mengunyah pelan daging rusa yang baru saja mereka bakar.

"Cih! Apa susahnya menjawab? Aku tidak bisa melakukan apa-apa padamu, bahkan jika kau adalah salah satu dari lima makhluk kuat itu." Kara melontarkan pandangannya pada gadis bertudung merah di seberangnya. Dari penampilannya dia seperti berusia 20 tahun. Akan tetapi, apa yang dilakukannya di tengah hutan begini? Jika dia manusia, harusnya sekarang berada di tengah kota, melakukan pekerjaan yang diperintahkan kaum Borjuis ataupun kaum Vampire.

Kara tidak tahu banyak mengenai perbedaan penampilan dari bangsawan —Borjuis— dan manusia biasa —Proletar—. Akan tetapi, dia bisa menebak bahwa gadis ini bukan bangsawan, jika dilihat dari penampilannya yang biasa saja. Tudung merah dengan tunik berwarna coklat tua, seperti batang pohon.

"Kau akan ke mana setelah ini?" Gadis itu bertanya lagi, setelah mereka diam beberapa saat.

"Bukan urusanmu."

"Tentu saja urusanku. Kita sudah menjadi teman."

"Sejak kapan?" Gadis itu mengangkat alisnya, matanya menunjuk ke arah api yang berkobar. "Sejak kita makan bersama. Tentu saja!" Kara menghela napas. "Teman, tapi tidak mengetahui nama satu sama lain." Gadis itu tertawa keras, "Aku lupa. Namaku Barbara Sheena. Kau bisa memanggilku Barbara ataupun Sheena. Lalu, kau?"

"Kara." "Hanya itu?"

"Kara Cerelia Lycoris."

Gadis itu tampak diam. Kara mengutuk dirinya yang menyebutkan nama keluarganya. "Lycoris?" Gadis itu menggumam. Namun, Kara bisa mendengarnya. "Kenapa?" Kara bersiap-siap akan pergi jika gadis ini mengetahui jati dirinya. "Ah, tidak. Itu terdengar seperti nama bunga." Kara mengangguk pelan. Sejauh ini, identitas aslinya masih aman.

Through the DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang